Tinta Media - Cuitan Menko Polhukam, Mahfud MD dalam akun twitternya telah membuat heboh. Pasalnya, berita tentang pekerja imigran Indonesia yang ingin dipulangkan dari Arab Saudi karena selalu difitnah majikan dan anak-anaknya itu menjadi viral.
"Video yang dibuat oleh pekerja imigran Siti Kumaesa (SK) terlihat terburu-buru dan diliputi ketakutan," ungkap Mahfud MD pada Kamis (26/1/2023)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PPPA) Bintang Puspayoga, menyatakan bahwa negara bertanggung jawab melindungi dan memperjuangkan hak bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). (Republika.Co.ID)
Cerita Siti Kumaesa bukanlah kisah baru. Berita tentang fitnah, penyiksaan, bahkan pembunuhan terhadap tenaga migran Indonesia (dulu diberi sebutan TKI/TKW) tidak pernah berhenti. Yang berbeda mungkin penanganan kasus ini relatif lebih cepat. Kemen PPPA segera berkoordinasi dengan Kedutaan Republik Indonesia (KBRI) Riyadh dan Bareskrim Polri dalam menangani kasus ini.
Kemen PPPA menyanggah kalau kasus SK adalah human traffiking. Ini karena PT yang menyalurkannya adalah resmi, bukan abal-abal/ ilegal. Bintang mengimbau agar pekerja imigran benar benar mendaftar pada PT yang resmi dan pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).
Lantas apakah yang menjadi permasalahan pekerja imigran indonesia hanya terkait legal & ilegal saja? Apakah kondisi mereka bisa aman dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)?
Sistem Kapitalisme Setengah Hati Melayani Rakyat
Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu dinilai berharga jika bisa menghasilkan materi/keuntungan. Pekerja Imigran Indonesia adalah penyumbang devisa negara yang besar. Bahkan, mereka dijuluki pahlawan devisa. Negara terus mewadahi upaya pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri. Arab Saudi adalah primadona bagi PMI karena selain bekerja, mereka juga punya tujuan ibadah haji/umrah.
Sementara itu, kondisi ekonomi di tanah air sangat mengenaskan. Lapangan pekerjaan tidak tersedia, harga kebutuhan pokok melangit, biaya pendidikan & kesehatan' tidak terjangkau. Maka, jalan pintas yang dilakukan rakyat adalah rela mencari penghasilan besar walau harus berpisah dengan keluarga.
Kondisi ini kemudian ditangkap para oknum yang ingin meraup keuntungan besar dengan cara memeras orang. Dengan biaya talangan, mereka diberangkatkan ke luar negeri dengan harapan dibayar dengan gaji bekerjanya. Namun, sering terjadi gaji tidak diterima, pekerjaan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Miris ....
Negara tidak jauh berbeda, melayani rakyat dengan setengah hati. Hubungan dengan rakyat ibarat pedagang dan pembeli. Rakyat bahkan masih dibebani dengan berbagai macam pajak. Lengkap sudah penderitaan rakyat. Negeri ini kaya raya, tapi rakyatnya miskin merata.
Sejatinya sistem kapitalisme telah gagal menyejahterakan rakyat. Terbukti rakyat harus mengais rezeki di negeri orang, menjadi budak dan dilecehkan. Negara tega menerima keuntungan dari pemerasan rakyatnya sendiri.
Solusi Islam yang Dirindukan
Islam sebagai sebuah mabda/ideologi telah memiliki sejumlah aturan yang menyeluruh dan sempurna. Sistem yang lahir dari wahyu Allah itu dijamin pasti kebenarannya. Tidak ada permasalahan yang tidak tersentuh Islam.
Khilafah sebagai institusi pelaksana syariat Islam telah menunjukkan kegemilangannya selama 13 abad lebih. Rasulullah bersabda, " Imam/khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.' (HR Bukhari)
Di bidang ekonomi, Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan per individu rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok stabil, lapangan pekerjaan terbuka luas bagi para penanggung nafkah. Rakyat yang ingin memiliki usaha, tetapi tidak mempunyai modal akan diberi dana yang diambilkan dari Baitul Mal.
Begitu pula rakyat yang ingin menggarap tanah, tetapi tidak mempunyai lahan, akan diberi oleh kholifah dari tanah-tanah mati yang ditelantarkan pemiliknya selama 3 tahun.
Khilafah juga akan terus mengembangkan pertanian melalui intensifikasi & ekstensifikasi. Intensifikasi meliputi pemilihan bibit unggul, irigasi, pemupukan, pembasmian hama tanaman, dsb.
Adapun ekstensifikasi dilakukan dengan pembukaan lahan baru dengan menghidupkan tanah mati, sehingga tidak ada sejengkal pun tanah yang ditelantarkan.
Khilafah tidak akan menerapkan pajak, jika kas Baitul Mal selalu surplus. Pos pendapatan negara dari harta kepemilikan negara sangat beragam, antara lain dari jizyah, kharaj, usr, rikaz, zakat yang penerimanya khusus 8 asnaf, dsb.
Sementara, harta kepemilikan umum meliputi air (laut, sungai), padang rumput (hutan), dan api (barang tambang). Pengelolaannya dipegang negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan umum pendidikan, kesehatan, dsn) yang gratis.
Kondisi rakyat yang sudah mendapat riayah/ pelayanan yang baik oleh negara tidak akan mendorong mereka menjadi pekerja di luar negeri. Kebutuhan primer & sekunder terpenuhi secara layak.
Hal ini dangat kontras dengan kondisi rakyat yang diatur dalam sistem sekuler kapitalisme. Rakyat seolah dibiarkan berjuang sendiri untuk melangsungkan hidupnya. Kekayaan alam yang menjadi hak rakyat justru diserahkan pada swasta/asing untuk mengelolanya. Rakyat hanya bisa gigit jari, tidak bisa menikmati. Maka, solusi satu-satunya melenyapkan human traffiking adalah dengan penerapan syariah kaffah oleh institusi Khilafah.
Wallahu 'alam bi ash-shawwab.
Oleh: Dyah Rini
Sahabat Tinta Media