Tinta Media - Dilansir dari Republika.co.id (22/1/2023), Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mengungkapkan ada 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang tahun 2022. Dari sini, pengaduan yang paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) berkisar sampai 2.133 kasus. Dan kasus yang tertinggi lagi adalah anak yang menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.
Sungguh miris, saat ini, banyak sekali kejahatan yang sering kita saksikan yang menimpa pada anak-anak. Ini jelas menunjukkan bukti bobroknya negara dalam memberikan pengurusan terhadap rakyatnya.
Apalagi baru-baru ini, beredar di media. Belum genap sebulan kita memasuki masa pergantian tahun, kini sudah disuguhkan kembali kasus yang menimpa pada anak di Dlanggu, Mojokerto seorang siswi TK (6 tahun) yang menjadi korban perkosaan berulang-ulang. Dan yang mengejutkan adalah pelakunya pun anak-anak usia pra baligh (7-8 tahun), yang seharusnya dalam masa-masa belajar dan bimbingan.
Lantas, apa yang menjadi penyebab kasus ini selalu terulang. Bahkan, semakin berkembang dan kian parah? Tidak lain, yang menjadi akar permasalahan adalah, masih bercokolnya sistem kapitalis sekuler yang diadopsi oleh negara saat ini. Dimana aturan Tuhan tidak boleh dibawa dalam kehidupan. Yang mengedepankan aturan yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas.
Kita bisa melihat sekarang, beberapa aturan yang pakai sistem kapitalis di dalam berbagai aspek. Pertama, dalam sistem pendidikan, negara seharusnya mampu membentuk generasi yang cerdas dan beradap dengan diberikan pemahaman-pemahaman agama secara mendasar. Namun, saat ini justru sebaliknya, agama hanya diajarkan seperlunya saja. Bahkan, sepekan agama diajarkan paling lama 2 jam.
Sehingga, banyak melahirkan generasi-generasi yang kurang ilmu agama, yang terkadang tidak punya adab, sering melakukan tindakan kriminal dan lain-lain. Sungguh, kita tidak akan pernah menginginkan generasi yang berlaku seperti itu. Namun, aturan kufur saat inilah yang memaksakan mereka untuk tidak kenal agama.
Kedua, sistem ekonomi. Kita lihat di negeri ini, dari berbagai sudut ekonomi negara dikuasai oleh kapitalis. Dimulai dari Pasar, Perbankan, Transportasi, Pertambangan, BUMN, dan lain-lain. Hasil dari semua ini, dimanfaatkan hanya untuk kepentingan penguasa saja. Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dikelola negara untuk kebutuhan rakyat. Namun, kini dikapitalisasi.
Rakyat yang seharusnya hidup sejahtera karena dijamin oleh negara. Kini harus menanggung beban yang berat dan kesengsaraan. Dimana mereka harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak jarang seorang ibu juga banyak yang bekerja. Seperti dalam kasus anak TK Mojokerto, karena orang tua bekerja. Sehingga, anak-anak kurang mendapat perhatian dan pengawasan. Ketika kejahatan pada anak terjadi orang tua baru mengetahuinya sudah beberapa kali dilakukan.
Ketiga, dalam pengaturan media. Banyak kejahatan terjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tanyangan media yang tidak mendidik. Seharusnya negara menutup rapat-rapat celah kemaksiaatan dalam media. Sehingga, hal tetsebut tidak mudah diakses oleh publik.
Juga, orang tua harus lebih memperhatikan buah hatinya dalam bersosial media, terutama pada anak pra baligh, harus bisa mensetting ulang apa-apa yang boleh ditonton begitupun sebaliknya. Memang sangat sulit menjalani hidup di negeri kapitalis ini, banyak sekali celah yang mengintai dan mempengaruhi pemikiran generasi dan anak-anak.
Berbeda halnya dalam Islam. Aturan dalam Islam akan merangkum secara keselurahan dengan berasaskan akidah Islam. Sehingga, aturan ini, akan mencegah dan mampu menyelesaikan segala persoalan dalam berbagai kehidupan. Jika aturan Islam diterapkan maka bukan hanya anak-anak dan generasi saja yang berhak mendapat perlindungan. Namun, seluruh rakyat akan merasa aman, tenang, dan sejahtera.[]
Oleh: Mariyam Sundari
Praktisi Komunikasi Penyiaran