Keamanan Pangan dan Kesehatan Anak Terancam, di Manakah Peran Negara? - Tinta Media

Senin, 27 Februari 2023

Keamanan Pangan dan Kesehatan Anak Terancam, di Manakah Peran Negara?

Tinta Media - Setelah beberapa waktu lalu muncul kasus gagal ginjal akut (GGA) pada anak dan efek makanan "ciki ngebul", kita dikejutkan kembali dengan masalah kesehatan pada anak, yaitu melonjaknya kasus diabetes pada anak.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menuturkan bahwa pada tahun 2023, kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70 kali lipat sejak 2010 lalu. Tercatat ada sekitar 1.645 anak di Indonesia yang mengalami diabetes melitus tipe 1. Data yang tercatat ini berasal dari 15 kota besar di Indonesia. Penderita diabetes di Indonesia saat ini mencapai 13% total penduduk sekitar 270 juta. Jumlah tersebut setara dengan 35 juta jiwa. (CNNIndonesia, 01/02/2023)

Data diabetes pada anak itu menggambarkan kondisi kesehatan anak Indonesia yang sangat mengkhawatirkan. Inj sangat  berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat. Salah satunya akibat mengonsumsi makanan yang memiliki kandungan gula tinggi. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, diabetes merupakan mother _of all diseases_, ‘ibu dari segala penyakit', karena diabetes bisa memicu munculnya penyakit kronis lainnya, semisal strok, gagal ginjal, bahkan penyakit jantung. Sungguh hal ini telah menunjukkan bahwa dunia kesehatan anak beserta sistem keamanan pangan kini ibarat menuju titik nadir.  

Buruknya pola makan pada sebagian besar anak di Indonesia, bahkan dunia, menunjukkan bahwa negara telah abai dalam mewujudkan keamanan pangan, sehingga rakyat tidak aman dalam memenuhi pola makan dan kualitas makanan yang dikonsumsi. 

Hal ini diperparah dengan tingkat kemiskinan yang semakin tinggi yang menimpa kehidupan rakyat Indonesia. Kemiskinan juga mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak mengenyam bangku pendidikan, sehingga tidak memahami jenis makanan yang baik (thayyib), bahkan juga yang halal. Masyarakat juga kurang memahami pola makan yang benar yang dituntun oleh syariat Islam. 

Di sisi lain, keserakahan manusia juga mengakibatkan industri makanan abai terhadap syarat kesehatan dalam memproduksi makanan dan minuman. Semua dilakukan semata demi  mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, tanpa mempedulikan efek yang ditimbulkan. Yang menjadi target utamanya adalah memenuhi permintaan pasar. Selama barang yang diproduksi banyak yang menyukai dan menginginkan, maka akan diproduksi sebesar-besarnya.
Inilah paradigma kapitalisme yang kini menggerogoti Indonesia, bahkan dunia. 

Terkait komoditas pangan yang mengandung gula penyebab diabetes pada anak, ini menjadikan gula sebagai komoditas yang sangat strategis. Seiring dengan meningkatnya industri makanan dan minuman di tanah air,  pemerintah pun melakukan impor gula. 

Kebijakan pemerintah sejauh ini dianggap "belum cukup melindungi". Membanjirnya berbagai makanan dan minuman manis di tengah masyarakat dengan harga yang mudah dijangkau, menjadikan kebutuhan gula semakin meningkat setiap tahunnya. Keran impor pun terus dilanggengkan oleh pemerintah, sementara pengawasan terhadap produk makanan dan minuman manis olahan tidak terpantau secara ketat, yang akhirnya menimbulkan bencana kesehatan terutama pada anak-anak. 

Inilah realitas sistem kapitalisme. Kesehatan rakyat menjadi taruhan demi memenuhi kepentingan dan keuntungan para kapitalis, sehingga negara abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyat.

Sebagai seorang muslim, tentu sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam menilai makanan dan minuman yang layak dikonsumsi, yaitu berdasarkan halal dan thayyib (baik). Sebagaimana firman Allah ta'ala, yang artinya:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168).

Dalam realitas kehidupan manusia, syariat tentang makanan dan minuman ini tidak dapat berdiri sendiri, perlu adanya syariat lain yang dapat menjamin rakyat atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan thaayyib, yakni syariat penerapan Islam kaffah. Syariat inilah yang mampu mewujudkan ketahanan pangan dan jaminan kesehatan rakyat. Ini dilakukan oleh institusi negara secara sistematis, sehingga dapat menjaga generasi umat yang sehat dan kuat. 

Allah ta'ala juga berfirman:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa [4]: 9).

Rasulullah saw. bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim).

 Di dalam Islam, negara (khilafah)lah yang berkewajiban menjamin perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan dan minuman yang halal dan thayyib bagi rakyatnya. Ini karena khilafah adalah junnah atau pelindung. Salah satunya dalam upaya menghindarkan masyarakat dari penyakit yang diakibatkan pola makan dan konsumsi makanan yang salah. 

Negara akan memastikan bahwa setiap individu rakyat bisa memenuhi kebutuhan pangan dengan makanan halal dan bergizi. Hal ini dilakukan dengan menjamin para laki-laki yang memiliki kewajiban menafkahi keluarganya, untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan gaji yang cukup sehingga dapat memenuhani kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Mereka tidak perlu dibebani dengan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan, karena hal tersebut merupakan tanggung jawab negara. 

Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Hal ini sangat mudah dilakukan oleh negara melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Selain itu, dalam perindustrian, khususnya industri makanan dan minuman, negara menetapkan standar syariat, yakni halal dan thayyib, dari aspek bahan baku dan segala sesuatunya. Siapa pun yang melanggar, tentu akan diberikan sanksi sebagaimana yang disyariatkan dalam Islam. 

Pengontrolan pun akan dilakukan dari hulu hingga hilir terhadap setiap industri makanan dan minuman yang ada. Inilah jaminan terpenuhinya pangan yang halal dan thayyib dan jauh dari bahaya penyakit bagi masyarakat. Hal ini hanya akan terwujud dalam naungan negara Islam (khilafah).

Selain itu, negara juga akan mencetak SDM berkualitas melalui penerapan sistem pendidikan yang gratis, berkualitas, dan dapat diakses oleh siapa pun, kapan pun dan di manapun di seluruh wilayah negara, sehingga mencerdaskan masyarakat dalam memahami kehidupan. Salah satunya terkait pola makan dan komoditas pangan yang sesuai tuntunan syariat. Kehidupan seperti inilah yang selayaknya dimiliki oleh kaum muslimin pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, sehingga terwujud Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Wallaahu a'lam bi ash-shawwab.

Oleh: Nia Umma Zhafran
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :