ISRA’ MI’RAJ DAN FIQIH PERADABAN - Tinta Media

Rabu, 15 Februari 2023

ISRA’ MI’RAJ DAN FIQIH PERADABAN

Tinta Media - Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjid al-Haram ke al-Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (TQS. al-Isra' [17]: 1).

Sungguh pada peristiwa Isra’ yang beliau jalani dan apa yang beliau sebutkan, di dalamnya terdapat ujian, seleksi, dan salah satu bukti kekuasaan Allah. Di dalamnya juga terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal, petunjuk, rahmat pengokohan bagi orang yang beriman kepada kekuasaan Allah dan membenarkannya.

 

Rangkaian peristiwa Isra’ dan Mi’raj memang diluar jangkauan akal manusia sehingga sebagian orang yang lemah keimanannya berbalik murtad karenanya. Keadaan ini pun dimanfaatkan kaum musyrik Quraisy untuk menghasut kaum muslimin yang masih bertahan dengan keimanan mereka. Isra’ mi’raj adalah bagian dari keimanan seorang muslim, meski secara akal dianggap mustahil, namun dengan adanya dalil naqli, maka muslim wajib 100 percaya akan kebenaran peristiwa tersebut.

 

Kaum musyrik quraisy tidak percaya akan peristiwa isra’ mi’raj dan melakukan provokasi dan propaganda agar umat Islam juga tidak mengimaninya. Namun ketika diprovokasi oleh kaum musyrikin soal Isra Miraj, Abu Bakar Ash Shiddiq ra malah mempertanyakan sikap kaum musyrik Quraisy yang masih tetap mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw., “Demi Allah, jika itu yang Muhammad katakan, sesungguhnya ia berkata benar. Apa yang aneh bagi kalian? Demi Allah, sesungguhnya ia berkata kepadaku bahwa telah datang kepadanya wahyu dari langit ke bumi hanya dalam waktu sesaat pada waktu malam atau sesaat pada waktu siang dan aku mempercayainya. Inilah puncak keheranan kalian?”

 

Ada banyak kisah yang terdapat dalam peristiwa isra’ mi’raj yang bisa diambil hikmahnya. Pertama, kisah dimana Rasulullah memilih minum susu dibandingkan khamr. Dalam ajaran Islam, minuman susu adalah minuman yang bergizi dan halal, sementara khamr adalah minuman berbahaya dan haram hukumnya. Keduanya ditunjukkan dengan dalil al Qur’an berikut :

 

Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya." (QS An Nahl ayat 66)

 

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS Al Baqarah : 129).  

 

Kisah memilihnya Rasulullah untuk minum susu dibandingkan khamr adalah petunjuk bagi umat Islam bahwa semestinya yang dijadikan timbangan perbuatan adalah hukum Islam, bukan sekedar manfaat belaka. Meski ada manfaatnya, namun jika Allah mengharamkan, maka seorang muslim wajib meninggalkannya. Begitulah fikih Islam mengajarkan.

 

Fikih peradaban Islam menujukkan adanya pemahaman dan penerapan hukum Islam oleh negara dalam semua aspek kehidupan, termasuk makanan dan minuman. Fikih peradaban merujuk kepada islamic worldview sebagai paradigma serta motivasi saintifik kaum muslim di era modern ini yang melahirkan ontologi, epistemologi dan aksiologi Islam dalam membangun peradaban Islam masa depan.


Fikih peradaban Islam berpijak kepada Islamic Worldview, bukan pandangan alam sekuler, liberal apalagi komunisme. Meminjam bahasa Al Faruqi, peradaban Islam berlandaskan tauhid. Islamic worldview yang dijadikan landasan pola pikir dan pola sikap seorang muslim akan melahirkan kekokohan aqidah, kepatuhan kepada syariah, tumbuhnya akhlak mulia serta terwujudnya muamalah yang islami.

Menurut Muhammad Naquib Al-Attas (lahir 1931) yang menyebut islamic wolrdview dengan sebutan ru'yatul Islam lil wujud sebagai reaksi atas terminologi worldview yang cenderung materialistik. Kata worldview menunjukkan alam yang bisa di akses oleh panca indera. Pandangan alam Islam tentang wujud mencakup semua sejenis yang ada, baik gaib maupun nyata, baik dunia maupun akhirat.

 

Sayyid Qutb mendefinsikan worldview sebagai sekumpulan keyakinan mendasar dalam akal dan hati seorang Muslim, yang menjadi cara pandangnya dalam melihat keberadaan alam ini, keberadaan Allah yang menciptakan dan mengaturnya, serta hubungan antara keberadaan alam itu dengan Allah SWT. (Muqowwimat At-Tashowwur Al-Islami, hal. 41).

 

Sementara itu Mahmud Syaltout (1893-1963) menegaskan bahwa syariah Islam adalah sistem kehidupan yang digariskan Allah, baik secara detil maupun prinsif-prinsifnya, yang akan dijadikan guideline oleh seseorang dalam hubungan dirinya dengan Allah, dengan sesama Muslim, dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan kehidupan itu sendiri” (al-Islāmu Aqīdah wa Syarīah, 10)

 


Worldview disebut juga dengan istilah weltanschauung. Pandangan alam yang tepat akan membentuk konsepsi intelektual seseorang tentang alam semesta, kehidupan dan manusia, termasuk dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Götz Schregle bahwa worldview adalah akidah atau perspektif tentang hidup. Istilah yang sepadan dengan worldview adalah paradigma (tatanan nilai dan keyakinan) atas manusia, alam semesta dan kehidupan. Kisah diatas membuktikan bahwa Rasulullah telah menjadikan islamic worldview untuk menimbang fakta antara susu dan khamr.

 

Karena itu seorang muslim mesti mampu memahami konsepsi dan fakta-fakta yang lahir dari peradaban modern ini. Peradaban modern ditandai oleh dua ciri utama, yaitu rasionalisasi (cara berfikir yang rasional) dan teknikalisasi (cara bertindak yang teknikal). Modern lebih mengacu kepada paradigma dan atau baru dari Barat, dibandingkan sekedar soal sains dan teknologi. Sebagai seorang muslim, pembacaan atas modernitas mesti diletakkan dalam timbangan islamic worldview. 

 


Istilah Barat awalnya adalah letak atau arah geografis, namun dalam kontek Barat sebagai pandangan hidup letak geografis menjadi tidak relevan lagi. Barat dalam perspektif pandangan hidup membawa nilai-nilai politik, pemikiran, dan kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.

 

Dalam perkembangannya, modernisme bertranformasi menjadi neomodernisme dan post modernisme yang memiliki pengaruh bagi eksistensi Islam dan peradabannya. Ketiganya dalam timbangan islamic worldview adalah kebatilan. Sementara soal sains yang netral, maka umat Islam dibolehkan mempelajarinya, sebab yang diharamkan adalah peradaban barat dalam makna paham dan pandangan alamnya.   

 

Kembali kepada kisah Rasulullah yang memilih minum susu dibandingkan khamar. Berdasarkan riset, ternyata banyak kandungan susu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Pertama, susu mengandung kalsium yang bermanfaat untuk mempercepat proses mineralisasi gigi dan sebagai bahan utama pembentukan tulang. Kedua, protein yang sangat berguna untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia dan berfungsi memberi asam amino utama yang berguna membentuk jaringan tubuh dan membangun sel tubuh yang baru.

 

Ketiga, susu mengandung lemak yang berfungsi menurunkan risiko obesitas yang secara tidak langsung juga dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Selain itu, susu juga mengandung berbagai unsur yang bermanfaat seperti laktosa, vitamin C, B1, A, D, E dan K, serta mengandung enzim.

Dengan demikian susu adalah minuman halal dan bergizi tinggi yang bermanfaat untuk kesehatan tulang dan gigi, membantu proses pemulihan tubuh, memulihkan otot, menjaga berat badan, membuat tidur lebih nyenyak, menjaga kesehatan jantung, meningkatkan sistem imun tubuh dan mengoptimalkan fungsi otak.

Karena itu peristiwa isra’ mi’raj jika dikaitkan dengan hasil riset kandungan susu serta paradigma fikih meradaban dapat diambil hikmah tentang pentinganya seorang muslim menjadi ilmuwan dan ulama yang melakukan berbagai riset ilmiah di semua bidang kehidupan sebagai bagian dari unsur peradaban Islam. Dalam sejarah Islam pada zaman kekhilafahan, telah banyak para ilmuwan muslim yang menghasilkan berbagai produk sains dan teknologi yang menginspirasi peradaban barat hingga kini.

 

Epistemologi Barat yang sekuleristik dan ateisitik telah melahirkan manusia-manusia jahat, rakus dan perusak demi memenuhi kehausan duniawi dan kekuasaan. Hasilnya adalah sebuah peradaban anti Tuhan yang lebih mengedepankan kebebasan tanpa batas di semua bidang kehidupan. Sains dan teknologi ala Barat sekuler hanya berorientasi materialisme dan mengabaikan nilai dan moral.

 

Dari paradigma sains sekuler inilah awal dari kerusakan bumi dengan sumber daya alamnya hingga kerusakan manusia dengan pemikiran, jiwa dan perilakunya. Allah dengan tegas telah memberikan ilustrasi fakta ini dalam surat ar Ruum : 41, “ telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.  

 

Fikih peradaban Islam tidak mungkin dipisahkan dari institusi Islam yang bernama khilafah. Khilafah adalah salah satu ajaran Islam dalam aspek politik, kepemimpinan, kekuasaan dan pemerintahan sebagaimana telah terwujud dalam sejarah peradaban Islam masa lalu. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di dunia untuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam.

 

Esensi pertama khilafah dalam Islam adalah untuk menerapkan syariat dan hukum Allah secara sempurna di berbagai bidang kehidupan manusia. Esensi kedua khilafah adalah dakwah rahmatan lil alamin ke seluruh penjuru dunia. Esensi ketiga khilafah adalah mewujudkan persatuan umat seluruh dunia dalam satu kepemimpinan. 

 


Daulah Khilafah yang menerapkan ideologi Islam sangat berkepentingan agar rakyatnya cerdas. Pendidikan benar-benar menjadi urusan daulah karena menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib. Anak-anak semua kelas sosial mengunjungi pendidikan dasar, yang terjangkau semua orang. Mereka harus menguasai semua hal yang fardhu diketahuinya sebelum memasuki usia baligh. 

 


Negara membayar cukup para gurunya. Para guru ini juga orang-orang pilihan yang berdedikasi tinggi, orang-orang yang ingin meninggalkan ilmu yang manfaat dan mencetak anak-anak shalih sebagai investasi amal yang tak akan terputus oleh kematian.

 


Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah SWT. Rasulullah Muhammad SAW wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung (TQS al-Qalam [68]: 4).


Lahirnya banyak ilmuwan muslim yang menjadi pilar tegaknya peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari pijakan normatif bahwa menuntut ilmu adalah wajib hukumnya dalam ajaran Islam. Dari pajakan inilah khilafah sebagai representasi fikih peradaban bidang politik sangat menekankan aspek pendidikan islam bagi seluruh warga negaranya. Bahkan Rasulullah telah menjadikan pengganti tawanan tebusan perang dengan mengajarkan baca tulis kepada 10 anak di madinah, sedangkan Umar manggaji tiga orang guru di madinah dengan gaji 15 dinar/bulan atau sekitar Rp. 19.500.000.

Beberapa pijakan normatif itu adalah : Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap muslim (HR. Baehaqi). Apakah sama antara orang berilmu dengan orang tidak berilmu (QS Azzumar : 9). Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al ‘Alaq : 1-5).

 


Karena itu ada tujuan yang jelas dalam khilafah terkait kepengurusan perguruan tinggi. Pertama, memperdalam kepribadian Islam, untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani problem vital umat, yakni khilafah, memperjuangkan ketika belum tegak, melestarikan dan mempertahankan sebagai institusi politik yang menerapkan Islam di tengah-tengah umat, mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia, serta menghadapi ancaman persatuan umat. Kedua, menghasilkan gugus tugas yang mampu melayani kepentingan vital umat dan membuat gambaran rencana strategis jangka pendek dan jangka panjang. Termasuk kepentingan vital umat adalah mengamankan kebutuhan pokok, seperti air, makanan, akomodasi, keamanan dan pelayanan kesehatan dengan cara melahirkan para ilmuwan yang yang cakap secara teoritis maupun praktis. 

 


Pada masa khilafah, perguruan tinggi terbaik di dunia ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Kairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya. Perguruan tinggi di luar Daulah Islam paling-paling hanya di Konstantinopel yang saat itu masih ibukota Romawi Byzantium. Sebenarnya di Yunani tahun 387 SM pernah didirikan Universitas oleh Plato, namun pada awal Milenium-1 universitas ini tinggal sejarah. Universitas Konstantinopel didirikan tahun 849 M, meniru Baghdad dan Cordoba. Universitas tertua di Itali adalah Universitas Bologna berdiri 1088. Universitas Paris dan Oxford berdiri abad ke-11 hingga 12, dan hingga abad-16 buku-buku referensinya masih diimpor dari dunia Islam.

 

Daulah Khilafah yang sangat berkepentingan agar rakyatnya cerdas. Pendidikan benar-benar menjadi urusan daulah. Anak-anak semua kelas sosial mengunjungi pendidikan dasar, yang terjangkau semua orang. Mereka harus menguasai semua hal yang fardhu diketahuinya sebelum memasuki usia baligh. Negara membayar cukup para gurunya. Para guru ini juga orang-orang pilihan yang berdedikasi tinggi, orang-orang yang ingin meninggalkan ilmu yang manfaat dan mencetak anak-anak shalih sebagai investasi amal yang tak akan terputus oleh kematian.

 

Terkait liburan sekolah masa khilafah dikaitkan dengan sebuah pemahaman dasar bahwa seluruh aktivitas yang dilarang oleh Islam dengan adanya suatu perbuatan (ibadah), maka aktivitas tersebut terlarang mengerjakannya sampai ibadah selesai dilaksanakan. Seperti misalnya waktu-waktu shalat Jum’at termasuk waktu-waktu yang disunnahkan untuk menghentikan aktifitas seperti untuk persiapan shalat jum’at, satu sampai lima jam sebelum shalat jum’at dilaksanakan. Pada saat-saat seperti inilah belajar boleh dihentikan dan diliburkan. Hari-hari belajar dihentikan/diliburkan sepanjang dua hari raya dan hari-hari yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji (yaitu tanggal 8 sampai 13 atau 15 Dzulhijjah).

 

Prestasi Ilmuwan Muslim Masa Khilafah tercatat dengan tinta emas dunia. Semua imam mazhab seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hanbali dan yang lainnya lahir dari rahim khilafah. Al Ghazali, Al Farabi, Al Kindi lahir juga dari rahim Khilafah. Pada masa kejayaan Islam inilah, lahir pula para ilmuwan muslim yang telah menjadi inspirasi dan sumber rujukan para ilmuwan barat kini. Di bidang matematika kita mengenal Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika kita mengenal Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi dan Al Farisi.  

Dalam bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti. Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.

 

Jika riset-riset ilmiah berkaitan dengan aspek fisika didasarkan oleh dalil-dalil aqli, maka aspek-aspek metafisika (ghoib) dalam pandangan Islam harus didasarkan oleh dalil naqli. Sebab jika menggunakan dalil aqli, maka hal-hal yang bersifat metafisika akan dianggap sebagai suatu fakta irasional dan karenanya tidak dipercaya eksistensinya.

 

Inilah bahayanya jika filsafat yang rasional dan empirik dipakai untuk menimbang fakta-fakta metafisika, seperti dalam kisah Isra’ mi’raj kaitannya dengan keberadaan Allah, wahyu Allah, malaikat, qodho dan qodar, surga neraka, adanya para nabi sebelumnya. Kesemuanya ini mengiringi peristiwa Isra’ mi’raj Rasulullah SAW. Maka terkait dengan keyakian akan metafisika ini, Islam menunjukkan dengan dalil naqli. Diantara dalil tersebut adalah :

 

Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh (QS An Nisaa : 136)

 

Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), "Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya." Dan mereka berkata, "Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali (QS Al Baqarah : 285)

 

Hendaklah engkau beriman kepada Allah para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada qadar (takdir) yang baik maupun yang buruk.” (HR. muslim)

 

Meski malaikat itu tidak bisa dilihat, namun keberadaanya wajib diyakini karen atelah disebutkan dalam firman Allah : Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-Anbiya’: 26-27).

 

Hikmah dan pelajaran keempat yang bisa diambil umat Islam dari peristiwa pemilihan minum susu oleh Rasulullah dan meninggal khamr adalah motivasi bagi umat Islam untuk selalu beramal sholih. Amal sholih adalah amal yang dilandasi oleh perintah dan larangan Allah. Amal ibadah dilandasi oleh dua hal pending, yakni niat karena Allah dan mengikuti cara Rasulullah. Islam tidak mengenal istilah ‘baik’ dalam makna humanisma, namun mengenal istilah amal sholih atau amal ibadah. Amal sholih pasti baik, tapi yang baik belum tentu amal sholih.

 

Salah satu amal sholih adalah mendirikan sholat yang lima waktu yang juga merupakan perintah Allah yang langsung disampaikan kepada Rasulullah pada saat peristiwa Isra dan mi’raj. Allah mewajibkan muslim untuk sholat sejalan firmanNya : Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)," (QS. Al-Isra [17]: 78).

Di ayat lain, Allah berfirman : Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wusthaa (salat lima waktu). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyu'," (QS. Al-Baqarah [2]: 238). Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman," (QS. An-Nisa [4]: 103).

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli,” (QS. Al-Jumuah: 40). Barang siapa meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali karena menyepelekkannya, maka Allah mengunci mata hatinya berhentilah orang-orang dari melalaikan salat jumat, atau Allah mengunci mata hati mereka sehingga selamanya mereka menjadi orang yang lalai" (H.R Muslim dan An-Nasai) (Al-Hasani: 1992: 64-65).

Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 04/02/23 : 11.07 WIB)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :