Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menjelaskan makna kalimat istirja’ dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 156.
“Dengan kalimat istirja’ ini, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita diajarkan dan dituntut, sekecil apa pun yang menimpa kita, wajib meyakininya bahwa semua itu dari Allah dan terus mengingatkan kita, suatu saat akan kembali kepada Allah,” katanya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Hakikat Makna Kalimat Istirja’, Jumat (27/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.
Dalam pandangan Islam, menurutnya bukan persoalan upaya manusia untuk menghindari musibah, namun at Islam dituntun Allah bahwa segala yang menimpa manusia hakikatnya dari Allah SWT.
“Karena musibah ini sesuatu yang memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut Allah bahwa segala yang telah menimpa kita, hakikatnya dari Allah SWT,” tuturnya.
Dan musibah terbesar adalah musibah dalam agama. Ia menjelaskan bahwa Abu Umar menyebutkan sebuah riwayat dari Al Firyabi, ia mengatakan: Fithr bin Khalifah memberitahukan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian mengalami suatu musibah maka bandingkanlag musibahnya dengan musibahku. Karena musibah yang aku alami adalah musibah yang terberat”.
Firman Allah SWT:
الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَا لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ (١٥٢)
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (TQS. Al-Baqarah [2]: 156).
Imam Ali Ash Shabuni menyebutkan bahwa ayat ini menjelaskan pengertian orang-orang yang bersabar. Hal ini menurut Guru Luthfi senada dengan yang telah dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir. Firman Allah SWT:
الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah”. Artinya apabila ditimpakan kepada mereka cobaan, musibah, atau sesuatu yang dibenci.
لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ
“Mereka mengucapkan: ”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Imam Al Qurthubi menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kalimat ini (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun), sebagai tempat bernaung bagi orang mukmin yang tengah mengalami musibah dan juga penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji.
“Karena kalimat ini terdapat sekumpulan makna yang diperhatikan,” tuturnya.
Ia menerangkan sebab firman Allah “Innaa lillahi”, (sesungguhnya kami milik Allah) adalah sebuah ucapan tauhid (pengesahan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembuhan kepada-Nya.
“Sedangkan firman-Nya “wa inna lillahi raaji’uun” (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali) adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya,” terangnya.
Imam Ibnu Katsir menerangkan kalimat istirja’ ini, yakni innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
“Artinya mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, Ia memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,” urainya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa manusia juga mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak.
“Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya seorang hamba di hadapan-Nya, dan akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat,” katanya.
Ia menerangkan penjelasan musibah dari Tafsir Imam Al Qurthubi, yakni Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Musibah itu adalah segala yang diderita dan dirasakan oleh seorang mukmin. Dikatakan dalam lisan Arab: ashaaba-ishaabatan, mushibatan, mushaaban.
“Musibah yang kita mengatakan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun adalah perkara yang kecil hingga perkara yang besar,” ujarnya.
Sebuah riwayat dari Akramah menyebutkan bahwa pada suatu malam lentera Rasulullah SAW mendadak padam, lalu Rasulullah SAW menyebut: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah itu termasuk salah satu musibah, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: ”Benar, setiap penderitaan yang dirasakan oleh seorang mukmin adalah sebuah musibah”.
Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kalimat istirja’ ini, umat Islam diajarkan dan dituntun, sekecil apa pun musibah yang menimpa, maka wajib meyakini bahwa itu semua dari Allah.
“Dan terus mengingatkan kita pada suatu saat akan kembali kepada Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika