Tinta Media - Selama ini perempuan sering menjadi korban pelecehan seksual. Namun, kali ini masyarakat digemparkan dengan berita pelecehan seksual terhadap belasan anak oleh perempuan yang telah berstatus ibu muda. Dikabarkan oleh TvOne, 7/2/2023 bahwa korbannya adalah anak laki-laki dan perempuan yang diiming-imingi bermain PS gratis di rumahnya. Jika berita tersebut benar, maka sungguh fitrah seorang ibu telah terkubur di sistem yang kufur ini.
Fitrah ibu yang penuh kasih sayang dalam melindungi dan mendidik anak-anak, terkikis dengan hawa nafsu birahi. Pertanyaannya, kenapa fitrah baik yang Allah berikan bisa berubah?
Sebagai masyarakat, kita harus cerdas dalam menyikapi fakta. Harus ada informasi lain yang berkaitan dengan perubahan fitrah tersebut.
Melalui kuasa hukum YS (terduga pelaku), terkuak masa lalu pelaku sebagai korban pelecehan seksual oleh 8 anak. Pekerjaan sebelumnya juga menjadi faktor hilangnya fitrah seorang ibu (TvOne, 11/2/2023).
Sistem Kufur
Sejatinya, perubahan fitrah bisa terjadi di sistem kufur yang memisahkan agama dari kehidupan. Seorang perempuan, bahkan ibu harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian melambung. Keterbatasan lapangan pekerjaan dan kemampuan memaksa seseorang melakukan pekerjaan apa pun untuk memenuhi kebutuhan perut. Inilah yang kemungkinan terjadi pada terduga pelaku pelecehan seksual oleh ibu muda di Jambi.
Kasus ini mungkin hanya satu dari sekian banyak fakta yang belum terungkap. Ibu yang kehilangan fitrah sebagai makhluk penyayang, lenyap di sistem kufur nan rusak dan merusak.
Dikatakan sistem rusak karena tidak berasal dari Sang Pencipta, sehingga memiliki keterbatasan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia. Ibaratnya, barang elektronik tertentu selalu memiliki buku panduan penggunaan dan perawatan dari merk pembuatnya. Jika barang tersebut diperlakukan sesuai dengan buku panduan merk lain, maka ia tidak bisa berfungsi maksimal, bahkan akan rusak karena berbeda suku cadang dan jenisnya.
Selain rusak, sistem kufur juga dapat merusak tatanan kehidupan. Umat yang seharusnya terikat dengan hukum syara', dipaksa untuk menerapkan aturan buatan manusia. Dengan dalih hak asasi, masyarakat diberikan kebebasan untuk meraih kebahagiaan dunia.
Padahal, Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan aturan hidup sebagimana Firman-Nya:
“Dan andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti rusaklah langit dan bumi ini, dan semua yg ada di dalamnya. Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada mereka Adz-dzikr (Al-Quran), tetapi mereka berpaling dari Al-Quran itu.” (QS. Al-Mukminun : 71)
Sistem Islam
Setelah diketahui bahwa akar permasalahan dari kasus pelecehan tersebut adalah sistem yang rusak, maka penyelesaiannya adalah dengan menggantinya dengan sistem yang benar, tidak bisa diselesaikan dengan hanya memberi nasihat ataupun hukuman kepada pelaku, meski itu dinilai berat. Hukuman seberat apa pun, jika berdasarkan aturan manusia, maka tidak akan menyelesaikan masalah. Aturan yang diambil harus dari Allah sebagai Pencipta manusia, itulah hukum syara'.
Pada dasarnya, hukum syara' merupakan ketentuan, aturan yang berasal dari Allah Swt. Aturan tersebut bisa berbentuk tekstual maupun hasil pemahaman ulama. Karenanya, tidak ada hukum Islam yang ditetapkan oleh manusia sekalipun ulama besar.
Jadi, sejatinya para ulama tidak menetapkan hukum, tetapi mengeluarkan hukum yang sebenarnya sudah ada sebelum manusia diciptakan. Maka dari itu, para mujtahid disebut penggali hukum, bukan penetap hukum.
Permasalahannya, semua hal di atas hanya dapat diterapkan pada sistem Islam, bukan yang lain. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban untuk menjaga penerapan hukum syara' oleh masyarakat. Penerapannya secara menyeluruh, bukan sebagian karena Allah memerintahkan manusia masuk Islam secara kaffah. Hal ini ditegaskan Allah dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 208. Allah perintahkan orang-orang yang beriman agar masuk Islam secara keseluruhan dan larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan.
Dengan kesadaran negara akan kewajibannya tersebut, fitrah manusia khususnya dalam hal ini ibu akan terjaga dengan benar. Perbuatan masyarakat akan dilandaskan pada halal-haram bukan untung-rugi, manfaat-mudarat, ataupun senang-benci. Maka jelas, jika sistem yang ada saat ini adalah salah, maka solusinya adalah mengganti sistem tersebut dengan sistem yang benar.
Untuk itu, menerapkan sistem Islam menjadi kebutuhan yang harus disegerakan agar bisa mengatasi berbagai kerusakan yang terjadi. Dengan menerapkan sistem Islam, umat dibina untuk taat, diberikan fasilitas untuk melaksanakan ketaatan tersebut, dijaga untuk istikamah menjalankannya semata karena mengharap rida Allah. Jika Allah rida terhadap suatu kaum, maka Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana Firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96).
Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi