Fitrah Cinta dalam Islam - Tinta Media

Sabtu, 04 Februari 2023

Fitrah Cinta dalam Islam

"Karena cinta, duri menjadi mawar. Karena cinta, cuka menjelma anggur segar." (Jalaluddin Rumi)

Tinta Media - Kutipan di atas cukup menggambarkan bagaimana cinta mengambil peran dalam kehidupan manusia, bagaimana cinta dapat mengubah sesuatu yang dibenci menjadi sesuatu yang paling indah dan disukai. Seperti itulah manusia, yang telah Allah anugrahi gharizah nau' (naluri meneruskan keturunan).
     
Manusia tak bisa lepas dari cinta. Allah Swt telah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 14 yang artinya: 

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita ...."
     
Cinta adalah anugerah dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita mengontrolnya dengan aturan Sang Pencipta, Yang Maha Mengetahui, kepada siapa cinta akan dilabuhkan?
     
Sudah menjadi hal yang umum bahwa pengekspresian cinta hari ini sering kali melampaui batas, bahkan melampaui fitrah manusia. Pacaran, seks bebas, ikhtilat, perzinaan, dan lain sebagainya telah menjadi tontonan rutin dunia hari ini.
     
Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh penerapan sistem sekulerisme hari ini. Ketika agama dikucilkan dari kehidupan, maka perannya dibonsai perlahan, bahkan tak segan untuk dibabat habis dari kehidupan bermasyarakat.
     
Nilai-nilai agama tak lagi jadi acuan. HAM ditetapkan sebagai standar ganda yang semakin mengaburkan patokan syariat. Rantai syariat pelindung dilepaskan hingga membuat manusia lebih liar dari hewan. Kiranya tepat ketika Allah Swt. berfirman:

"... Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (TQS Al-A'raf : 179)
     
Hal tersebut bisa kita lihat dari menjamurnya praktik penyimpangan seksual hari ini. Fenomena gunung es L68T seakan tak menemukan ujungnya. Semakin hari semakin meningkat kasusnya.
     
Viva.co.id (12/12/2022) mengungkapkan bahwa angka L68T di daerah Garut saja telah mencapai 3000 orang. Merebaknya kasus L68T ini membuat pemerintah daerah membuat perda khusus untuk menangani kasus ini.

Tak mau ketinggalan, pemerintah pusat mengeluarkan aturan baru dalam KUHP yang diharapkan dapat mengatasi badai L68T.
     
Namun, ternyata aturan tersebut tidak sepenuhnya mampu menebas persoalan L68T di negeri ini. Pasalnya, banyak pihak yang merasa bahwa aturan tersebut terlalu lemah untuk mengatasi kasus L68T.
     
Dikutip dari Republika.co.id ( 22/012023), Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) mengkritisi lemahnya Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dalam melarang les8ian, 9ay, b1seksual dan transgender (L68T). Hal senada juga dikatakan oleh Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan kepada Republika.co.id (22/1/2023), yang menyatakan bahwa aturan tersebut terlalu lemah dalam menjaring para pelaku L68T.
     
Aturan tersebut masih memberikan angin sepoi-sepoi para pelaku L68T. Mereka arogan dan merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk ekspresi diri. Hal tersebut didukung oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Lembaga ini telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990. Penghapusan itu sejalan dengan peristiwa pada tanggal 17/12/1973 silam, ketika American Psychiatric Association (APA) menyatakan bahwa homoseksual bukan merupakan gangguan jiwa atau penyakit lainnya.
     
Pasal yang bisa menindak perilaku sesama jenis tercantum dalam Pasal 411 dan 414. Namun, kedua pasal tersebut dianggap terlalu lemah untuk mengatasi kasus penyimpangan seksual ini. Dalam pasal 411 ayat (1), disebutkan bahwa perilaku sesama jenis bersifat aduan. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika tidak ada yang mengadu, maka tidak mengapa. 
     
Pada pasal 414 pun tak bisa membuat jera para pelaku L68T. Pasal 414 ini hanya dapat menjerat pelaku apabila melakukan tindak kriminal di depan khalayak umum dan secara paksa. Hukuman yang diberikan juga hanya maksimal satu atau sembilan tahun penjara.
     
Terlihat betapa tumpulnya hukum dan penerapannya di negeri kita. Dari hukum yang lemah tersebut, masih saja ada oknum yang menganggap bahwa KUHP tersebut mendiskriminasi ‘kaum minoritas’.
     
Elaine Pearson, Direktur Asia di Human Rights Watch juga mengatakan bahwa KUHP Indonesia yang baru ini menguntungkan para pejabat pemerintah yang ingin membatasi kebebasan beragama, privasi, dan berekspresi (www.hrw.org, 12/01/23).
     
Begitulah fakta yang terjadi pada sistem hari ini. Tak ada hukum tajam yang berani nan gagah mengusut habis serta menuntaskan persoalan negeri ini. Kalaupun ada hukum yang sebenarnya membawa secuil harapan bagi masyarakat, masih saja ada oknum yang menentangnya.
     
Sekularisme benar-benar telah merusak moral dan mencampakkan nilai-nilai luhur agama. Dalam alam sekularisme, sudah tidak lagi yang mengganggap penting kalam Ilahi, hanya berkiblat pada rasionalitas dan standar ganda yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan berpendapat, dan semacamnya. 

Islam Hadir untuk Semesta

Perbuatan L68T sangat dikecam dalam Islam. Baik perbuatannya, persetujuan atasnya, sampai kampanyenya adalah terlarang. Perbuatan L68T atau liwath ini termasuk dalam kategori dosa besar.

Dalam Al-Quran sudah sangat gamblang disebutkan bahwa liwath adalah perbuatan keji :  

 “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji (liwâth) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS al-A’raf [7] ayat 80-81).

Nabi Saw. bersabda:

“Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.” (HR Ahmad) 

Dua dalil tersebut menunjukkan bahwa Islam sama sekali tidak mengakui perbuatan L98T, mengkampanyekan, dan membiarkannya tanpa tindakan tegas.
     
Islam juga mempunyai mekanisme preventif untuk pebuatan liwath. Nabi saw. bersabda:

“Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya.” (HR Abu Dawud).
     
Adapun lesbianisme dapat terkena sanksi ta'zir yang kadarnya ditentukan oleh Qadhi' (hakim) sesuatu tingkat keparahannya.
     
L98T merupakan sampah yang tak bisa didaur ulang. Ia lahir dari kebebasan berpendapat sistem sekulerisme. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem sekulerisme liberalisme serta kembali kepada aturan yang memberikan rahmat kepada alam, yaitu aturan Islam.

Oleh: Keysa Neva N 
Aktivis Muslimah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :