Tinta Media - Seperti kata Bang H. Rhoma Irama, masa muda adalah masa yang berapi-api. Semakin bergejolak semangat, kadang mengarahkan mereka pada gelora yang sia-sia dan tak memiliki visi yang jelas.
Maraknya tawuran yang senantiasa mewarnai perjalanan kedewasaan para pemuda, tak lepas dari pengaruh pemikiran yang diemban oleh mereka. Sebagaimana yang dikabarkan oleh kompas.com bahwa baru-baru ini polisi telah mengamankan 72 remaja, 61 ponsel, 29 unit motor dan sebotol minuman keras jenis anggur merah. Dari barang bukti yang disita tersebut, mereka dicurigai akan melakukan tawuran usai menenggak minuman keras (miras).
Detiksumut juga mengabarkan bahwa ada seorang remaja tertusuk panah di bagian dada kiri setelah ikut tawuran di Kecamatan Medan Belawan. Disampaikan bahwa remaja itu menjalani operasi bedah toraks di RSUP H Adam Malik.
Fakta tersebut hanya sekelumit contoh dari sekian banyak kasus kenakalan yang dilakukan oleh pemuda. Sungguh ironis. Gejolak mereka tak ditopang dengan akidah sehingga semangat yang mereka miliki seperti kembang api yang meledak ketika sumbunya habis terbakar, kemudian meredup setelah membakar seluruhnya.
Kondisi remaja saat ini hanya fokus mengejar eksistensi diri tanpa memiliki visi yang jelas. Mereka hanya mengikuti tren, mengharap pengakuan publik dan ketenaran belaka. Ini adalah cermin remaja yang salah kaprah dalam bertindak.
Padahal, pemuda memiliki potensi untuk melakukan perubahan besar di tengah masyarakat. Mereka adalah cikal bakal pemimpin masa depan yang akan mengendalikan roda kehidupan.
Karena itu, penting untuk membekali para pemuda agar potensi besar yang mereka miliki lebih terarah sesuai dengan visi dan misi yang diamanatkan di pundak-pundak para pemuda sehingga mereka menjadi promotor perubahan tanpa adanya penjajahan secara fisik maupun pemikiran.
Selama ini, tindakan salah kaprah yang dilakukan oleh para pemuda dipengaruhi oleh cara pandang mereka yang cenderung sekuler. Mereka hanya mengaitkan agama di momen tertentu saja sehingga terbentuk suasana memisahkan agama dari kehidupan yang lain.
Padahal, sejatinya aturan agama tak boleh lepas dari genggaman, walaupun seujung kuku karena hal ini akan menimbulkan celah yang menjadikan permakluman ketika jauh dari agama sehingga menimbulkan problem baru dalam kehidupan.
Hal ini tentu tak lepas dari peran orang tua, masyarakat dan juga pemerintah dalam menciptakan generasi yang akan membawa perubahan. Karena itu, kerusakan yang digambarkan oleh pemuda pun tak lepas dari pengaruh ketiga elemen tadi. Maka, tak cukup bagi kita hanya berharap dari pendidikan formal saat ini. Ini karena pendidikan sekarang lebih fokus pada materi, bukan mengarah pada visi kehidupan yag sesuai dengan keinginan Al Khalik.
Ketika ranah yang ditekankan kepada para pemuda hanya mengejar harta, gaya hidup, tren, dan lain-lain yang sifatnya hanya mengejar pengakuan manusia, tentulah generasi yang terbentuk tidak akan lepas dari pemikiran kapitalis.
Inilah pentingnya ketiga elemen pengokoh, yakni orang tua, masyarakat dan negara. Semuanya harus bersinergi untuk menciptakan generasi yang akan mengemban visi mulia kehidupan. Mereka harus memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama untuk memantik semangat membentuk generasi mulia, sehingga tidak akan timbul perselisihan di antara mereka dalam menjalankan visi hidup, yaitu sebagai seorang manusia yang diciptakan oleh Khaliknya.
Islam amat memperhatikan pendidikan sehingga mampu menghasilkan output yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi mampu menjadi generasi pemimpin umat dengan visi dan misi yang juga mulia. Ini karena pendidikan di dalam Islam menekankan pembentukan kepribadian Islam, baik secara pemikiran maupun perbuatan. Dengan begitu, output yang terbentuk mengarah pada manusia yang bermanfaat bagi orang lain, tanpa memprioritaskan pamrih.
Islam akan menanamkan akidah yang kuat sejak dini sebagai pilar pengokoh untuk menghalau pemikiran-pemikiran yang keliru di lingkungannya. Selain itu, pendidikan dalam Islam akan menyeleksi secara ketat kurikulum yang akan digunakan, yaitu harus sejalan dengan visi kebangkitan Islam.
Upaya-upaya ini sangat diperhatikan agar tercipta generasi yang paham akan dirinya sebagai hamba Allah dan juga menyerahkan segala kemampuan yang mereka miliki semata-mata demi kemaslahatan umat. Maka, tidak akan kita dapati generasi yang hanya berfokus kepada materi, tren dan pengakuan yang tak jelas karena orientasi yang sengaja dibentuk oleh Islam adalah ibadah.
Wallahua'lam bissawab.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd.
Aktivis