Tinta Media - Aktivitas pariwisata di Kabupaten Bandung, khususnya di sejumlah objek wisata kawasan Bandung Selatan, seperti Pangalengan, Ciwidey, Ranca bali mulai pulih seperti sebelum pandemi Covid-19, setelah pemerintah mencabut PPKM. Menurut Kepala Dishubpar Kabupaten Bandung, ada 50 desa pariwisata yang didampingi oleh pemkab agar mampu mengembangkan ekonomi, khususnya masyarakat lokal. Bupati Bandung menargetkan ada 100 desa wisata yang terbentuk di tahun 2023, sehingga bisa menurunkan angka pengangguran. Pemkab juga menargetkan 35 ribu pelaku UMKM.
Pariwisata telah menjadi salah satu sektor perekonomian yang diunggulkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Ini karena pariwisata bisa menjadi salah satu sumber pendapatan negara dan dinilai mampu menyerap tenaga kerja yang memunculkan banyak pelaku UMKM hingga mampu menggerakkan ekonomi.
Pelaku UMKM merupakan usaha menengah ke bawah. Mereka menyediakan strategi penjualan dengan menyediakan berbagai kebutuhan, mulai dari barang hingga makanan khas daerah, sebagai oleh-oleh, dari daerah wisata yang dikunjungi.
UMKM dianggap menjadi penyelamat roda ekonomi masyarakat kala dunia menghadapi resesi ekonomi, sehingga pemerintah memberikan perhatian lebih.
Pemerintah juga memberi bantuan pelatihan hingga suntikan dana lewat kredit usaha rakyat (KUR), yang berbasis ribawi. Awalnya mereka akan merasa difasilitasi. Faktanya, yang diuntungkan dari banyaknya pelaku UMKM dan pariwisata bukanlah para pelaku UMKM. Mereka hanya perantara bagi sejumlah perusahaan kapitalis besar, karena dana pembangunan pariwisata dan sumber utama dagangan pelaku UMKM adalah pengusaha kapitalis besar, yang berinvestasi pada sektor pariwisata. Merekalah yang banyak diuntungkan. Sedangkan rakyat sekitar hanya mendapat sedikit keuntungan.
Dampak lainnya pembangunan desa wisata adalah mengalihfungsikan lahan milik warga, seperti sawah, perkebunan, hingga pada akhirnya para petani kehilangan mata pencaharian.
Semua ini karena negara mengadopsi sistem ekonomi kapitalis, sistem yang menciptakan kemiskinan struktural di tengah masyarakat, karena kekayaan umat dikuasai para kapitalis asing dan lokal. Sedangkan negara mengandalkan dari utang dan pajak.
Dengan jeratan utang ini, para investor asing akan mengendalikan kebijakan negara, sehingga mereka leluasa mengeruk SDA dan SDM, juga memonopoli hajat kebutuhan masyarakat.
Paradigma pariwisata dalam sistem kapitalis adalah alat yang digunakan para kapital untuk mencari keuntungan sebesar- besarnya, tanpa peduli dampak negatif yang ditimbulkan. Dampak yang ditimbulkan sistem ekonomi kapitalis yaitu hidup rakyat menjadi sulit dengan tingginya berbagai macam kebutuhan dan adanya kewajiban pajak yang mencekik. Terbukti, sistem ekonomi kapitalis adalah sistem rusak yang merusak dan menyengsarakan rakyat.
Berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Paradigma pariwisata dalam Islam merupakan objek tadabur untuk menguatkan keimanan dan menanamkan pemahaman Islam. Pariwisata merupakan bentuk keindahan alam dan termasuk SDA yang dalam pengelolaannya tidak boleh diprivatisasi atau dijual kepada swasta.
SDA harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, baik fasilitas umum atau layanan umum secara gratis dan terjangkau. Dengan begitu rakyat akan menikmati dan tidak menerima beban berat dalam memenuhi kebutuhan pokok, seperti dalam sistem kapitalis.
Dalam Islam, pariwisata bukan merupakan sumber pemasukan Baitul Mal. Pariwisata boleh dijadikan sumber pendapatan, tetapi bukan pemasukan utama.
Pemasukan utama dalam Islam ada pada 3 pos, yaitu pos kepemilikan umum, pos zakat, dan pos kepemilikan negara.
Dalam Islam, orang kaya atau yang mempunyai harta lebih akan diberlakukan zakat ke Baitul Mal, yang akan disalurkan kepada 8 orang golongan yang berhak menerimanya, hingga mereka mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Pemberian hibah dan hadiah juga akan diberikan oleh orang-orang yang kelebihan harta untuk memperoleh amal jariyah, sehingga uang tidak hanya menumpuk di orang-orang kaya saja. Ini akan menyebabkan mudahnya lapangan pekerjaan karena terbuka luas dan negara menjamin pemenuhannya.
Islam melarang aktivitas yang berbasis ribawi. Dengan berjalannya aturan Islam secara alami, tarap hidup rakyat akan meningkat, perputaran uang terus berjalan tidak berhenti pada orang kaya saja.
Jika sistem Islam diterapkan, maka negara tidak akan bertumpu pada pelaku pariwisata dan pelaku UMKM, karena perekonomian negara akan kuat dengan mengambil Islam sebagai aturan dan jalan hidup bagi manusia yang akan membawa keberkahan bagi manusia dan alam semesta.
Wallahu alam bishawab .
Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media