Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam (QS Al Anbiyaa : 107)
Tinta Media - Dalam Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menafsirkan ayat ini dengan menulis : Dan Kami tidak mengutusmu dengan membawa syariat dan hukum, wahai Nabi kecuali sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dan jin, karena kamu diutus untuk membahagiakan dan memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Anbiya Ayat 107 menulis : Tujuan Allah mengutus nabi Muhammad membawa agama islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir, melainkan untuk menciptakan perdamaian. Dan kami tidak mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang yang lahir dari ajaran dan pengamalan islam yang baik dan benar.
Ada dua kata kunci dari dua tafsir di atas, pertama bahwa rahmat yang dimaksud adalah syariat dan hukum Islam yang dengannya bisa mewujudkan kebahagiaan dan perbaikan kehidupan dunia dan akhirat. Kedua, rahmat yang dimaksud lahir dari ajaran dan pengamalan Islam yang baik dan benar. Maka, pertanyaan besarnya adalah bagaimana Rasulullah mewujdukan rahmat itu dalam kehidupannya, jawabnya adalah dengan memimpin Daulah Madinah dengan menerapkan syariat dan hukum Islam secara menyeluruh, sehingga melahirkan perlindungan, kedamaian dan kasih sayang kepada seluruh manusia yang menjadi warga negara daulah maupun yang belum.
Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah melalui institusi daulah Islam yang dipimpin oleh Rasulullah telah menjadi contoh pertama di dunia sebuah negara yang sempurna. Dengan adanya daulah Islam dan menjadikan syariat Allah sebagai sumber perundang-undangan dan aturan, maka terwujudlah keberkahan hidup dan kehidupan dengan arti lain dunia ini akan terawat dengan baik jika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh, sebab syariat Allah memang diturunkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Merawat jagat itu harus diembah oleh daulah Islam yang menyatukan umat Islam seluruh dunia, tidak akan mampu hanya diembah oleh satu negara, apalagi satu organisasi. Jagat ini akan terawat jika ada harmonisasi kepengurusan dunia ini dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebagaimana sebuah HP akan bisa dioperasikan dengan baik jika sesuai dengan buku panduan yang ada. Maka, adalah kerusakan yang akan terjadi, jika HP itu dioperasikan dengan panduan mesin cuci. Begitupun alam semesta atau jagat ini hanya akan terawat dengan baik jika merujuk kepada kitab panduan yakni Al Qur’an dan Al Hadits.
Al Qur’an mengenalkan istilah khalifah sebagai konsep kepemimpinan Islam yang berfungsi mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta agar berjalan harmonis dan terawat dengan baik. Disebut dengan istilah raja karena memimpin kerajaan. Disebut sultan karena memimpin kesultanan. Maka disebut khalifah karena memimpin kekhilafahan. Sederhana kan?
Itulah mengapa para khalifah seperti Abu Bakar Syiddiq, Umar Bin Khathab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib memimpin sebuah institusi bernama khilafah. Begitupun khilafah bani Umayyah dan Usmaniyah.
Esensi khilafah dalam Islam adalah untuk menerapkan syariat dan hukum Allah secara sempurna di berbagai bidang kehidupan manusia. Esensi kedua khilafah adalah dakwah rahmatan lil alamin ke seluruh penjuru dunia. Esensi ketiga khilafah adalah mewujudkan persatuan umat seluruh dunia dalam satu kepemimpinan.
Masalah Kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah perkara yang sangat penting. Saking pentingnya keberadaan kepemimpinan dalam islam, tatkala Rasulullah wafat, para sahabat menunda memakamkan jenazah Rasulullah selama dua malam untuk bermusyawarah memilih pemimpin pengganti kepemimpinan Rasulullah dan terpilihlah sahabat Abu Bakar Asy Siddiq menjadi seorang khalifah pertama dalam Islam.
Fungsi kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mengatur urusan manusia agar tertib sejalan dengan nash Al Qur’an serta tidak terjadi kekacauan dan perselisihan. Rasulullah memerintahkan kita agar mengangkat salah satu menjadi pemimpin dalam sebuah perjalanan .
Islam mewajibkan kita untuk taat kepada Allah, Rasulullah dan kepada ulil amri yakni orang yang diamanahi untuk mengatur urusan umat. Ulil Amri ditaati sepanjang dia taat kepada Allah dan RasulNya. Jika menemukan persoalan, maka Islam menganjurkan untuk kembali kepada Allah dan RasulNya.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa : 59)
Ulil Amri menurut Imam Bukhari dan Abu Ubaidah memiliki makna orang yang diberi amanah untuk mengurus urusan orang-orang yang dipimpinnya. Abu Hurairah memaknai ulil amri sebagai al umara (penguasa). Maimun bin Mahram dan Jabir bin Abdillah memaknainya dengan ahlul ‘ilmi wa al khoir (ahli ilmu dan kebaikan).
Sedangkan Mujahid dan Abi Al Hasan memaknai kata ulil amri sebagai al ‘ulama. Dalam riwayat lain, Mujahid menyatakan bahwa mereka adalah sahabat Rasul. Ikrimah memaknai ulil amri lebih spesifik yakni Abu bakar dan Umar bin Khatab.
Menjadi seorang muslim dan mukmin adalah menjadi orang yang dengan sadar harus melaksanakan segala hukum dan aturan Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Menjadi seorang muslim berarti siap untuk senantiasa terikat dengan ajaran Islam. Keterikatan semua sikap dan tingkah laku kepada Islam adalah konsekuensi keimanan kepada Allah SWT.
Islam adalah agama yang benar dan sempurna karena berasal dari Allah yang maha sempurna. Islam adalah pedoman hidup menuju keselamatan dunia akherat. Meninggalkan hukum dan peringatan Allah akan melahirkan kesengsaraan dan kesempitan hidup.
Hal ini sejalan dengan peringatan Allah SWT : Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS Thaha : 124)
Rasululah adalah pemimpin teladan dalam Islam yang sepenuhnya berhukum kepada wahyu Allah dalam mengatur seluruh urusan manusia dan dunia, bukan dengan hawa nafsu. Dengan demikian, dalam konteks hari ini, seorang pemimpin yang wajib kita taati adalah pemimpin yang mengatur sistem pemerintahannya bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Dengan kata lain seorang pemimpin muslim yang menerapkan Islam secara kaafah. Institusi khilafah yang dipimpin seorang khalifah yang menerapkan hukum Allah secara kaffah inilah yang akan mampu merawat jagat dengan sempurna.
Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
(AhmadSastra,KotaHujan,07/02/23 : 15.37 WIB)