Tinta Media - Terkait persepsi pentingnya agama bagi seorang muslim, intelektual muslim Moeflich H. Hart menyampaikan kalau agamanya tak dipentingkan, artinya orang seperti itu, bagi agama, bagi Islam, dia juga tak penting.
"Kalau agamanya tak dipentingkan, artinya, orang seperti itu, bagi agama, bagi Islam, dia juga tak penting," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (6/2/2023).
Menurutnya, hal itu tersebab dia tak akan memikirkan dan khawatir nasib agamanya, karena rasa memilikinya tak ada.
"Tak ada rasa memiliki pada agamanya artinya agamanya tak penting baginya. Kalau agamanya tak dipentingkan, artinya kepentingannya pada yang lain. Yang lain itu apa? Pasti dunia," imbuhnya.
Menurutnya, rasa memilikinya tak ada artinya, secara psikologis, agamanya, tak berpengaruh baginya. Bila begitu, sebaliknya, dia pun, bagi agamanya, bagi Islam, tak penting karena tidak berpengaruh.
Ia menilai, bila seseorang tidak berpengaruh buat apapun, apalagi buat agamanya, buat apa hidup?
"Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup, kalau hidup sekadar bekerja, monyet juga bekerja," tuturnya mengutip perkataan Buya Hamka.
Dalam era "the clash of civilization"-nya Samuel Huntington era modern kini, lanjutnya, seorang Muslim yang tak berharap, tak gembira, tak senang, tak menyambut, tak mendukung, Islam akan jaya kembali kelak, seperti pernah diraihnya dalam sejarah, artinya keislamannya tanpa emosi.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, "inti agama itu ghirah, tak memiliki ghirah sama dengan tidak beragama." kutipnya.
Menurutnya, ghirah itu emosi, semangat, spirit, dasarnya keyakinan. Orang yang beragama pasti ada rasa memiliki atas agamanya, memiliki agama pasti ada emosinya, ghirahnya. Orang yang tak ada ghirah atau emosi pada agamanya, hanya ada dua penjelasan: Pertama, agamanya tak ngaruh bagi dirinya karena tak ada rasa memilikinya, kedua, kesadaran atau komitmen agamanya rendah. Orang begini tak bisa disalahkan, hanya disayangkan.
"Disinilah konteks ucapan Ahmad Deedat, ulama dan pendakwah internasional dari Afrika Selatan dan gurunya Dr. Zakir Naik, bahwa bagi Muslim yang tak berharap, tak ada kegembiraan, tak ada ghirah, emosi dan dukungan apalagi partisipasi dalam menyambut kebangkitan Islam, dia mengatakan: "Islam akan menang dengan atau tanpamu. Tapi tanpa Islam kamu akan kalah dan dikalahkan," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka