Tinta Media - Sejak runtuhnya kekhilafahan Islam 102 tahun yang lalu, Jurnalis Joko Prasetyo mengungkap ada empat macam tragedi yang terjadi.
"Setidaknya ada empat macam tragedi yang terjadi sejak runtuhnya khilafah Utsmani seratus dua tahun lalu hingga saat ini (28 Rajab 1342-1444 H)," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (16/2/2023).
Pertama, diruntuhkannya khilafah merupakan tragedi. "Bagaimana tidak, kaum Muslim kehilangan pengurus urusannya raa'in yang mengatur segala urusannya ra'iyat dengan syariat Islam secara kaffah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (ra'iyat), Hadist riwayat Bukhari," ujarnya.
Sekaligus, lanjutnya, kehilangan perisai (junnah) kaum Muslim dari serangan kafir penjajah. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai (junnah), orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya," HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain.
"Dengan runtuhnya khilafah maka kaum Muslim kehilangan raa'in dan junnah sekaligus. Tentu saja ini merupakan tragedi," jelasnya.
Kedua, tak merasa kehilangan khilafah merupakan doubel tragedi. Bila kaum Muslim tak merasa kehilangan, tentu saja tidak akan mencari atau menegakkannya kembali. Padahal segala kerusakan yang menimpa kaum Muslim di segala aspeknya saat ini berpangkal dari tidak ditegakkannya syariat Islam secara kaffah. "Sedangkan, syariat Islam secara kaffah mustahil tegak tanpa adanya khilafah yang berfungsi sebagai raa'in dan junnah tersebut. Disebut apa ini kalau bukan double tragedi?" terangnya.
Ketiga, tak berjuang tegakkan kembali khilafah merupakan triple tragedi. Dikatakan triple tragedi karena kaum Muslim tidak berjuang menegakkan kembali khilafah. Padahal secara syar'i menerapkan syariat Islam secara kaffah merupakan fardhu kifayah, bahkan mahkota kewajiban. Karena tanpa adanya khilafah, banyak kewajiban dalam Islam tidak bisa ditegakkan.
"Sedangkan secara faktual, tidak memperjuangkan tegaknya kembali khilafah berarti membiarkan kaum Muslim terus menerus dirundung kenestapaan dalam segala aspeknya karena membiarkan kaum Muslim tanpa raa'in dan junnah," paparnya.
Keempat, memusuhi perjuangan penegakan khilafah merupakan kuartet tragedi. Bila kaum Muslim malah memusuhi perjuangan penegakan khilafah tentu saja ini merupakan kuartet tragedi. Dikatakan kuartet tragedi, karena bukan saja tidak merasa keruntuhan khilafah itu sebagai tragedi padahal jelas-jelas kaum Muslim jadi kehilangan raa'in dan junnah. "Tak mau melaksanakan kewajiban, eh malah memusuhi saudaranya sendiri yang melaksanakan kewajiban dari agama yang dianutnya sendiri," bebernya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar janganlah menjadi bagian dari tragedi tersebut. "Sebisa mungkin jadilah sebagai solusi dengan kemampuan di bidang masing-masing untuk menyadarkan kaum Muslim akan kewajiban menegakkan kembali khilafah," pungkasnya.[] Ajira