Terbitkan Perppu Cipta Kerja, LBH Pelita Umat: Pemerintah dan DPR RI Melawan Putusan MK - Tinta Media

Minggu, 08 Januari 2023

Terbitkan Perppu Cipta Kerja, LBH Pelita Umat: Pemerintah dan DPR RI Melawan Putusan MK

Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. menilai, apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI terkait UU Cipta Kerja adalah sebagai bentuk pembangkangan atau perlawanan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Apa yang dilakukan Pemerintah dan DPR terkait UU Cipta Kerja adalah bentuk pembangkangan atau perlawanan terhadap putusan MK. Padahal, UU Cipta Kerja telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020,” tuturnya pada Tintamedia.web.id, Kamis (5/1/2023).

Menurutnya, pembangkangan atau perlawanan Pemerintah dan DPR yang dimaksud ada tiga yaitu: 

Pertama, DPR dan Pemerintah melakukan revisi UU P3. “Tahun 2022 DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU P3) menjadi undang-undang. Ada dugaan revisi UU merupakan siasat memperbaiki UU Cipta Kerja. UU yang dijuluki Omnibus Law itu padahal sudah dinyatakan cacat prosedur oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2021.” ungkapnya.
 
Ia melanjutkan bahwa revisi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang disahkan ini disebut menjadi landasan hukum bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Revisi UU P3 itu dilakukan karena pada UU 12/2011, yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan, menurutnya masih belum mengatur mengenai metode omnibus law. 
 
“Selama ini beleid tersebut merupakan patokan utama dalam pembuatan regulasi, dari undang-undang, peraturan menteri, hingga peraturan daerah. Salah satu substansi baru dalam UU P3 adalah berlakunya metode omnibus sebagai opsi penyusunan regulasi,” imbuhnya. 
 
Ia menandaskan bahwa UU P3 selama ini tidak memungkinkan DPR dan Pemerintah membentuk regulasi dengan metode omnibus law. “Inilah yang dipersoalkan MK dan membuat UU Cipta Kerja belum bisa diterapkan walau sudah disahkan sejak awal November 2020. Masuknya opsi omnibus melalui revisi UU P3 merupakan jalan pintas DPR dan pemerintah untuk melegalkan UU Cipta Kerja dan memberi legitimasi pada UU Cipta Kerja,” tambahnya. 
 
Selain itu, masih menurutnya revisi Undang-Undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) ini sebelumnya dikritik sebagai siasat memperbaiki UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat prosedur oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 
 
Kedua, DPR dan Pemerintah memberhentikan hakim Mahkamah Konstitusi dengan melantik Guntur Hamzah sebagai Hakim MK pada Rabu (23/11/2022). “Guntur Hamzah ini menggantikan Hakim MK Aswanto yang diberhentikan oleh DPR RI sebelumnya. Alasan mengganti Aswanto menurut Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto karena kinerja Aswanto mengecewakan lantaran kerap membatalkan produk undang-undang dari DPR. Salah satunya Aswanto ikut menilai UU Cipta Kerja cacat formal dan inkonstitusional bersyarat,” bebernya 
 
Chandra menilai proses pelantikan tersebut akan merusak wibawa Mahkamah Konstitusi dan dikhawatirkan MK akan dianggap sebelah mata. “Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapanpun dia mau, nanti lembaga pengusul lainnya misalnya Presiden dan Mahkamah Agung juga dikhawatirkan akan memecat hakim konstitusi,” ucapnya.

Ini, lanjutnya tentu tidak dapat dibiarkan. Ditambah lagi dikhawatirkan juga hakim-hakim MK takut kepada lembaga pengusul (DPR, Presiden dan MA). “Menghadapi kondisi ini MK sepatutnya untuk memproteksi hal tersebut dengan melakukan Judicial Review terhadap UU MK dan UU terkait lainnya,” usulnya
 
Ketiga, Pemerintah menerbitkan Perppu 2/2022. “Penerbitan Perppu ini membuktikan kekuasaan Presiden sangat lah besar termasuk kewenangan dalam legislasi, kekuasaan absolut dalam membentuk dan menetapkan undang-undang,” ujarnya.

Menurut Chandra, hakekatnya, sebuah undang-undang harus memberi ruang bagi partisipasi masyarakat setidaknya melalui parlemen. Sedangkan Perppu tidak perlu partisipasi masyarakat karena Perppu adalah kewenangan absolut Pemerintah.

Chandra menegaskan semestinya Pemerintah menjalankan amanat dari Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama 2 (dua) tahun sejak putusan dibacakan yaitu UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

“Dalam Putusan tersebut, apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen,” pungkasnya.[] Erlina
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :