Tinta Media - Tawuran sudah menjadi gerakan heroik bagi sebagian besar siswa untuk pembuktian eksistensi diri, meski tak jarang berujung kematian. Mereka rela berkorban nyawa dengan motivasi memperebutkan daerah kekuasaan untuk geng-geng terbesar di masing-masing sekolah tersebut.
Hal ini terjadi ketika sistem pendidikan di Indonesia jauh dari pendidikan Islam. Mereka dipecah belah menjadi kelompok-kelompok yang saling berlawanan, mereka diadu oleh media Barat yang sengaja menyebarkannya dalam bentuk game online ataupun video yang berbau kekerasan.
Dengan kejadian inilah tentu harus menjadi evaluasi bagi Kementrian pendidikan, para pendidik dan juga orang tua, karena mereka lah yang bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan oleh pemuda.
Sekularisme Akar Permasalahan
Sekularisme menjadi akar utama permasalahan tersebut, karena dalam pendidikan sekularisme sekolah hanya menjadi transfer ilmu dengan nilai patokan dinas. Kurikulum yang jauh dari Islam pun menambah rusaknya pemuda negeri ini. Belum lagi guru yang disibukkan oleh administratif sekolah sehingga guru yang seharusnya mengajar dan mendidik malah disibukkan oleh sisi lain dunia pendidikan.
Selain itu, pemuda sekarang disuguhkan oleh video-video kekerasan dan juga disibukkan oleh game online yang berbau kekerasan. Akibatnya, mereka tergiur untuk melakukannya di dunia nyata dengan melakukan aksi-aksi yang berbau kekerasan seperti tawuran. Karena masa-masa seperti mereka, masih dalam masa kelabilannya, sehingga mereka mudah menirukan apa-apa yang sering dilihat ataupun dimakannya.
Maka dari itu, yang harus jadi evaluasi besar bagi sistem pendidikan di negeri ini adalah bagaimana pola pikir pemuda diubah menjadi pola pikir islami dengan pelajaran adab ataupun ukhuwah sebagai sesama muslim.
Ditambah peran orang tua yang harus mampu menjaga anak dari tontonan-tontonan dan juga game online yang berbau kekerasan. Selain itu, guru juga harus menjadikan dirinya sebagia teladan terbaik bagi muridnya, karena pemuda akan menirukan sesuatu yang sering ia lihat. Guru pun juga harus fokus mengajari muridnya tanpa terbebani oleh administratif sekolah.
Begitu pun sekolah, tidak menjadi tempat mengejar nilai patokan dinas saja, akan tetapi menjadi tempat awal penerapan ilmu tersebut. karena jika sekolah hanya menjadi tempat pengejar nilai, maka ilmu tersebut hanya menjadi teori belaka tanpa adanya manfaatnya.
Maka dari itu, yang dibutuhkan seorang pemuda adalah bukan sekedar teori belaka, akan tetapi ilmu terapan yang dapat ia gunakan dan bermanfaat bagi masyarakat dan juga dunia luar. Dengan dibantu oleh peran orang tua dan dicontohkan oleh seorang guru sebagai teladan, dilengkapi dengan ilmu tsaqofah yang mumpuni dan ahli ibadah, maka jadilah pemuda yang hebat anti kekerasan, yang bertakwa dan bermanfaat bagi masyarakat dan dunia luar. Maka, dari sinilah sebuah negara akan maju dengan pemuda-pemuda hebat dari berbagai sisi.
Allhu a'lam bish showab
Oleh: Amrullah
Santri kelas IX IBS Al Amri