Sindrom 'Kamu Nanya' Merajalela, Bukti Generasi Sedang Krisis Adab - Tinta Media

Jumat, 06 Januari 2023

Sindrom 'Kamu Nanya' Merajalela, Bukti Generasi Sedang Krisis Adab

Tinta Media - "Kamu nanya?"

Sekilas tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu. Pun ketika kalimat sederhana itu dijadikan konten hiburan dan menjadi viral. Namun, karena diucapkan berulang-ulang dengan gaya dan nada yang tidak biasa, akhirnya kalimat itu sukses membuat orang lain latah dan menjadikannya sebagai guyonan yang tidak pada tempatnya. 

Kalau pertanyaan itu ditujukan pada teman sebaya atau pada seseorang yang lebih muda, sebenarnya tidak masalah. Namun, jika kalimat sederhana itu ditujukan pada orang yang lebih tua, tanpa memperhatikan situasi dan kondisi, alangkah mirisnya? 

Apa yang Anda rasakan ketika menyaksikan seorang guru yang bertanya baik-baik pada muridnya, kemudian dijawab 'Kamu nanya'? Atau, Anda melihat seorang bocil menjawab dengan kalimat dan gaya serupa ketika ditanya oleh orang tua, tetangga, atau kerabatnya?

Kesal, jengkel, sedih, dan marah, mungkin itu yang Anda rasakan. Terlebih, kalimat itu diucapkan tanpa beban disertai guyonan, padahal pihak penanya dalam kondisi serius dan bersikap sopan. Parahnya, bukan hanya satu atau dua orang saja yang melakukan, tetapi virus satu ini sudah hampir merata di seluruh nusantara.

Kalau kita telisik lebih jauh, sebenarnya sindrom 'kamu nanya' ini hanya salah satu dari sikap tidak terpuji yang dilakukan oleh anak-anak muda. Masih banyak lagi sikap dan tindakan mereka yang bisa dikatakan jauh dari akhlak mulia. Sebut saja aksi anggota geng motor yang menendang wanita tua tanpa alasan, aksi sekelompok siswa yang mem-bully gurunya di sekolah, siswa SMA membentak kepala dinas pendidikan nasional Pematangsiantar, dan masih banyak lagi yang lain. 

Ini menunjukkan bahwa generasi muda saat ini sedang mengalami krisis adab. Banyak dari mereka yang tidak bisa bersikap hormat dan santun pada orang yang lebih tua. Padahal, adab adalah cerminan kepribadian seseorang, masyarakat, dan negara. Begitu pentingnya adab sampai-sampai dikatakan bahwa ia lebih utama dibandingkan dengan ilmu.

Imam Malik pun pernah berkata kepada salah seorang pemuda Quraisy tentang pentingnya mendahulukan adab sebelum mempelajari ilmu.

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Terjadinya krisis adab ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di negeri ini telah gagal, baik pendidikan di keluarga, sekolah, ataupun di masyarakat. 

Keluarga sebagai madrasatul ula atau pendidikan pertama telah bergeser fungsinya. Kurangnya pemahaman tentang agama menyebabkakan asing-masing anggota keluarga kurang menyadari hak dan kewajiban sehingga terjadi pengabaian. Artinya, lingkungan keluarga sudah tidak kondusif lagi untuk membentuk iman dan takwa. 

Ditambah dengan gempuran kesulitan di berbagai lini kehidupan, terutama ekonomi membuat orang tua lebih fokus mencari nafkah sehingga fungsi pendidikan di rumah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri bersama pergaulan yang cenderung bebas, media sosial, dan perkembangan zaman tanpa pendampingan. 

Begitu juga dengan pendidikan di tengah masyarakat. Sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini menggiring masyarakat untuk bersikap individualis. Kepekaan dan kepedulian pada orang lain semakin terkikis. Hal ini menyebabkan masing-masing individu di dalamnya saling abai. Fungsi kontrol di tengah masyarakat sudah mulai luntur sehingga tidak ada yang mengingatkan ketika ada yang melakukan kesalahan. Masyarakat semakin jauh dari nilai agama dan lebih mengedepankan hawa nafsu sehingga mudah tersulut emosi dan suka menghalalkan segala cara. 

Di tengah kehidupan yang serba egois inilah, generasi muda kita tumbuh dan belajar tentang sikap dan makna kehidupan.

Sementara, sekolah yang digadang-gadang mampu mencetak generasi berakhlak mulia ternyata juga gagal menjalankan fungsinya. Seringnya terjadi perubahan kurikulum, justru membuat profil siswa semakin rusak. Kurikulum merdeka misalnya, ternyata lebih berorientasi pada dunia kerja, minim pelajaran moral dan agama, serta lebih kental aroma sekularistik yang menjauhkan siswa dari agama. Hal ini dilakukan melalui pendidikan moderasi beragama, menanamkan nilai liberal, hak asasi manusia. 

Layak jika anak-anak muda cenderung bersikap seenaknya, tidak peduli adab karena mereka sendiri tidak diajarkan tentang adab. Lengkaplah gempuran kapitalisme dan liberalisme yang dilakukan secara massif dan tersistematis ini di seluruh lini kehidupan

Tak dimungkiri, semakin lama negeri ini semakin sekuler. Nilai agama semakin ditinggalkan. Standar halal dan haram semakin diabaikan. Orang tidak lagi malu atau takut berbuat kesalahan. Lebih parah lagi, ada gerakan terencana dan sistematis yang bertujuan untuk menjauhkan agama dari kehidupan. Wajar jika lahir generasi yang jauh dari akhlak mulia. Padahal, di pundak merekalah masa depan umat dan negeri ini kita sandarkan.

Karena itu, perlu upaya yang lebih keras lagi untuk mengembalikan fungsi dan potensi generasi muda yang telah dirampok dan dibajak ini. Karena yang menjadi penyebab utama adalah sistem kapitalis sekular yang liberal, maka tidak ada cara lain untuk mengatasinya kecuali dengan mencampakkan sistem yang buruk ini dan menggantinya dengan sistem baru yang sempurna, yaitu Islam.

Ibnu Hajar menyatakan dalam kitab Fathul Bari juz 10 halaman 100, bahwa:

وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

Artinya: “Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia.”

Sementara, akhlak adalah salah satu cabang dari syariat Allah yang berkaitan dengan hablu binafsihi (hubungan manusia dengan dirinya sendiri). Akhlak merupakan sifat-sifat terpuji yang melekat pada manusia ketika ia berbuat atau bertingkah laku. Jadi, akhlak akan muncul dan terlihat ketika seseorang melakukan suatu perbuatan. Jika ia berbuat baik, maka yang terlihat atau muncul adalah akhlak yang baik, sedangkan jika berbuat itu jahat, maka yang muncul adalah akhlak yang buruk. Jadi, jika seseorang bertingkah laku sesuai dengan syariatnya Allah, sudah tentu yang nampak adalah akhlak yang baik karena semua syariat Allah mengandung kebaikan.

Karena itu, untuk mengembalikan akhlak baik di tengah masyarakat, termasuk kalangan anak mudah, tidak lain dan bukan adalah dengan menerapkan seluruh syariat atau hukum Islam di seluruh lini kehidupan, baik yang berkaitan dengan hablu minallah (hubungan manusia dengan Allah), binafsihi (dengan dirinya sendiri) ataupun minannas (dengan sesama manusia). Dengan begitu, secara otomatis akhlak yang tampak di tengah masyarakat adalah akhlak yang islami. Dalam sistem Islam tidak akan pernah dijumpai sindrom 'kamu nanya' atau gejala krisis adab lainnya. Wallahu'alm bishshawab.

Oleh: Ida Royanti
Penulis novel Mata Aina, Janji Suci Astuti
Founder Komunitas Aktif Menulis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :