Tinta Media - Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya ancaman perempuan dan anak, termasuk anak perempuan. Seperti yang terjadi di kabupaten Bekasi, seorang perempuan dibunuh dengan cara dicekik saat keduanya bertengkar pada November 2022. Dua minggu setelah dibunuh, korban dimutilasi tubuhnya dengan menggunakan gergaji listrik. Potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam container plastik. Kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap Angela Hindriati masih didalami oleh pihak Polda Metro Jaya.
Selain itu, ancaman terhadap anak perempuan sering terjadi. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengunjungi Bunga (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya, di Kota Binjai, Jumat (6/1).
Kasus lainnya yang menimpa pada anak perempuan yakni terjadi kasus penculikan anak perempuan di Jakarta Pusat yang dilakukan oleh seorang pemulung. Anak tersebut dipaksa untuk memulung.
Peristiwa diatas menunjukkan bahwa perempuan selalu menjadi korban kekerasan. Perbuatan tersebut tentu sangat keji dilakukan, apalagi sampai menghilangkan nyawa korban. Peristiwa yang terus berulang pada perempuan dan anak perempuan menunjukkan bahwa sistem saat ini tak mampu membuat efek jera bagi pelaku kejahatan.
Semua permasalahan ini menunjukkan lemahnya aturan yang dibuat dari akal manusia yang sifatnya lemah dan terbatas. Semua cara yang dilakukan untuk menyelesaikan beragam kesepakatan dan aturan tentang penghapusan tindak kekerasan malah semakin menyuburkannya.
Semua itu karena kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sebagai pedoman hidup dalam berprilaku. Pemikiran manusia yang lemah ditambah lagi kepribadian yang jauh dari islam membuat manusia akan berprilaku maksiat atas pembenaran kebebasan dan hak asasi manusia.
Sistem sanksi yang diterapkan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kemaksiatan. Perlu diingat bahwa kejahatan yang terjadi karena adanya peluang dan kesempatan. Perempuan bisa memicu peluang dan laki-laki bisa mengambil kesempatan untuk tindakan kekerasan. Seperti kasus pelecehan seksual pada perempuan, hingga terjadi pembunuhan pada perempuan. Disamping itu, kesempitan ekonomi juga pemicu terjadinya tindakan kejahatan terhadap perempuan dan anak perempuan. Seperti yang terjadi di Jakarta Pusat, anak perempuan diculik pemulung dan dipaksa bekerja untuk memulung sampah.
Islam Menjamin Kehormatan dan Keamanan Perempuan
Islam menempatkan perempuan dalam posisi mulia, melindungi kehormatannya. Anak pun dinaungi oleh sistem kehidupan islam. Jaminan tersebut akan terealisasi jika islam diimplementasikan secara sistemik dalam kehidupan yakni persenyawaan antara sistem politik islam, ekonomi, sosial kemasyarakatan, sanksi, media, pendidikan dan pelayanan umum.
Kesempurnaan islam memadukan unsur kehormatan dan keamanan perempuan tanpa mengurangi hak dan kewajibannya. Berbeda dengan sekuler yang terus menyuarakan kesetaraan gender (karena sejarah panjang diskriminasi perempuan di Barat). Allah swt berfirman:
“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menuru cara yang makruf (QS al-Baqarah [2]:28)
Di dalam sistem Islam, pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dilakukan secara simultan. Hal ini kembali kepada sifat khilafah penegak hukum syariah. Pondasi yang dibangun negara dalam menerapkan semua sistem, termasuk dalam keluarga adalah pembentukan keimanan yang kuat dan keterikatan dengan hukum syariah. Pilar ketakwaan individu menjadi penopang negara selain control masyarakat dan kewenangan negara. Semua pemahaman merujuk pada hukum yang bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.
Pondasi tersebutlah yang mengawal Implementasi semua sistem dalam negara. Karena untuk mencegah kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, pendidikan akidahlah sebagai wahana untuk membentuk kepribadian islam. Laki-laki tidak menyalahgunakan sebagai qowwam, dan perempuan bisa menempatkan posisinya sebagai yang harus mendapatkan izin suami atau walinya. Semua menjalankan perannya masing-masing sesuai syariah.
Dalam sosial kemasyarakatan mencegah pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bakal menimbulkan masalah. Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah, di sekolah hingga layanan publik. Tentunya dengan pencegahan seperti ini membuat perempuan terlindungi dan terjaga dari jenis pekerjaan yang menonjolkan feminisme.
Demikian pula dengan aspek media dan informasi. Hanya tayangan yang membangun masyarakat islam yang lebih kokoh yang boleh ditampilkan. Karena itulah, tak dijumpai informasi atau media massa yang merusak iman dan akhlak masyarakat. Hal ini menjadi jaminan perlindungan perempuan dan anak dari eksploitasi media massa seperti yang dilakukan masyarakat kapitalis.
Sistem sanksi untuk membuat efek jera dilakukan oleh negara, agar kejahatan tidak merajalela. Ketakwaan individu aparatur negara menjamin kepastian penegak hukum. Posisi, peguasa, hakim ataupun polisi diadakan untuk menjamin ketaatan pada Allah. Bukan untuk mengamankan kedudukan para penguasa atau pihak tertentu yang memiliki kepentingan.
Dalam sistem demokrasi kekerasan seksual yang terus berulang pada perempuan kebanyakan tidak sampai ke ranah hukum, namun hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Hanya sebagian yang masuk ke ranah hukum, terkadang hukum yang diberikan tidak membuat jera, terkesan meringankan.
Demikianlah berbagai perangkat yang komperhensif yang disediakan dalam sistem islam yang memuliakan perempuan. Hanya islamlah yang mampu memberikan solusi hakiki dalam menyelesaikan problematika kehidupan.
Oleh : Retno Jumilah
Aktivis Dakwah SWIC Rantauprapat