Tinta Media - Masjid merupakan tempat ibadah bagi umat Islam, baik ibadah ritual seperti salat lima waktu, membaca Al-Qur'an, zikir, ceramah agama, majelis taklim, tablig akbar ataupun kegiatan keislaman lainnya. Masjid juga berfungsi sebagai pusat aktivitas umat Islam. Sebagaimana ketika Rasulullah saw. pertama kali tiba di Madinah, beliau dan para sahabat membangun Masjid Nabawi.
Rasulullah saw. juga tidak hanya menjadikan masjid sebagai tempat ibadah ritual, tetapi sebagai pusat aktivitas umat Islam, seperti membicarakan masalah umat sekaligus memberikan solusinya dan mengatur strategi perang.
Inilah aktivitas politik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di dalam masjid karena politik itu adalah pemeliharaan urusan umat.
Dilansir Republik (8/1/2023), Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan bahwa masjid harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Hal ini disampaikan usai adanya pengibaran bendera salah satu partai di masjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.
Hal tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menjelaskan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk berkampanye.
Tindakan pengibaran bendera partai di masjid menurut Ma'ruf berpotensi untuk menimbulkan konflik antarjemaah. Masuknya kepentingan politik di masjid dapat membawa perpecahan di masjid dan sekitarnya.
Runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani pada 3 Maret 1924, menjadi awal dari sekularisasi terhadap Islam dan simbol-simbolnya. Kafir penjajah menanamkan bahwa tidak ada hubungan antar agama dan negara. Agama tidak boleh mengatur urusan negara harus dipisahkan urusan agama dengan kehidupan. Hingga muncullah opini, 'jangan bawa-bawa politik ke dalam masjid'.
Masjid adalah pusat aktivitas umat Islam, tempat untuk membina dan menyadarkan umat Islam dengan aktivitas-aktivitas politik, karena seluruh kehidupan umat tidak lepas dari kebijakan politik yang diterapkan oleh penguasa, baik kebijakan politik, dalam hal ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya.
Sekularisme telah menyempitkan fungsi masjid sebatas tempat ibadah ritual atau ibadah mahdhah semata. Agama hanya mengatur habluminallah, hubungan manusia dengan penciptanya, sementara di ruang publik, peran agama dijauhkan, hanya dijadikan sebagai spirit dan formalitas belaka.
Agama dipisahkan dari kehidupan dan bernegara.
Sekularisme ini telah diemban oleh para tokoh Islam, sehingga pernyataannya akan berpengaruh bagi masyarakat. Inilah yang menyebabkan Islam sebagai pedoman hidup dibatasi hanya dalam ranah ibadah. Padahal, Islam bukan hanya agama, tetapi juga pedoman hidup yang mengatur urusan ibadah, masyarakat, hingga negara.
Sekularisasi masjid merupakan upaya kaum kafir melalui bonekanya untuk menjauhkan umat Islam dari pedoman hidupnya. Mereka berusaha memunculkan pemahaman yang salah di tengah masyarakat tentang masjid dan politik. Masjid adalah tempat suci sehingga tidak boleh ada aktivitas politik di dalamnya. Padahal, politik yang kotor merupakan buah dari sekularisme. Kekhawatiran umat menjadi terpecah belah akibat masjid dijadikan tempat berpolitik karena umat belum paham makna politik yang hakiki.
Masjid dalam Islam merupakan pusat kegiatan umat. Islam bukan hanya mengatur manusia dengan penciptanya, tetapi juga mengatur manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur manusia dengan manusia lainnya.
Fungsi masjid dari masa Rasulullah saw. hingga para khalifah setelahnya adalah sebagai pusat berbagai kegiatan, mulai dari ibadah, pendidikan, dan politik kenegaraan. Di dalamnya dibahas berbagai macam permasalahan umat hingga didapat solusi hakiki, menjadikan Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna.
Saatnya umat sadar akan makna politik yang hakiki, yakni mengurus urusan umat. Upaya menjauhkan masjid dari politik Islam adalah bentuk ketakutan musuh Islam akan kembalinya Islam sebagai ideologi yang diterapkan di dunia.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Naina Yanyan
Sahabat Tinta Media