Sawer untuk Qoriah; Penistaan Agama dan Pelecehan - Tinta Media

Rabu, 18 Januari 2023

Sawer untuk Qoriah; Penistaan Agama dan Pelecehan

Tinta Media - Niradab, pelaku sawer terhadap qoriah Nadia Hawasyi pada pengajian di Pandeglang, Banten hari Kamis, 5 Januari 2023 viral di media sosial. Dalam video terlihat jamaah laki-laki menyebarkan uang dengan berdiri di depan Ustazah Nadia yang sedang duduk membaca Al-Qur’an. Bahkan ada jamaah laki-laki lain yang menyelipkan uang di kerudung qoriah (cnnindonesia.com, 6/1/2023). Sungguh, ini termasuk penistaan agama sekaligus pelecehan terhadap Ustazah Nadia.

Dikatakan penista agama karena Al-Qur’an merupakan Firman Allah yang ketika seseorang membacanya berati sedang berbicara dengan-Nya. Maka, seharusnya orang yang ada di sekitarnya diam, ikut mendengarkan dan menyimak dengan khusyuk, bukan bikin riuh, mengganggu fokus pembaca dan forum secara keseluruhan. 

Saweran terhadap pembaca Al-Qur’an dengan uang merupakan bentuk kerendahan duniawi. Ini berarti juga merendahkan kalamullah.
Kejadian tersebut juga bisa diketegorikan sebagai pelecehan terhadap muslimah, khususnya sang Qoriah. 

Seorang laki-laki yang bukan mahram menyelipkan uang di kerudung (kening) Ustazah jelas sangat melecehkan. Apalagi dilakukan saat membaca Al-Qur’an di depan umum. Hal ini merujuk pada UU Nomor 12 tahun 2022 pasal 4 ayat (2) tentang melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban. 

Bentuk Penghargaan

Para pelaku saweran mengaku bahwa apa yang mereka lakukan tersebut merupakan bentuk penghargaan terhadap qoriah yang membaca Al-Qur’an dengan sangat indah. Di sistem kapitalis yang dianut oleh negara ini, semua dihargai dengan uang. Cara menghargai pembaca Al-Qur’an disamakan dengan penyanyi dan penari yang berlenggak-lenggok di atas panggung. Padahal, hal cara tersebut justru merupakan bentuk pelecehan. 

Sang Qoriah sendiri mengaku merasa tidak dihargai dengan saweran tersebut. Posisinya yang sedang mengaji membuatnya tidak bisa berbuat banyak, selain hanya mengambil uang yang diselipkan di kerudung. 

Ada adab-adab ketika membaca Al-Qur’an yang harus tetap dijaga saat membacanya. Adab tersebut seharusnya juga dilakukan orang-orang yang berada di sekitarnya sebagaimana firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 204 yang bermakna, "Apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar mendapat rahmat-Nya."

Jadi, bentuk penghargaan saat pembacaan Al-Qur’an adalah diam, mendengarkan, dan menyimak dengan sungguh-sungguh. Tidak semua hal dapat dinilai dengan uang, apalagi dengan cara yang tidak makruf. Kalaupun ingin memberikan uang, bisa disampaikan lewat panitia dan diberikan setelah selesai membaca Al-Qur’an dengan cara yang baik. 

Tradisi Salah

Saweran terhadap qori atau qoriah ternyata sudah menjadi tradisi di tempat tertentu. Ini diakui Ustazah Nadia ketika ia diundang pengajian. Hal itu dilakukan oleh jamaah laki-laki maupun perempuan. Miris, tradisi yang salah tetap dibudayakan.

Para ulama, khususnya yang berada di daerah tersebut hendaknya berbuat tegas, berani menyampaikan kebenaran dan menghentikan kemungkaran. Walau sesuatu dianggap tradisi, jika bertentangan dengan syariat Islam, maka tidak boleh dipertahankan, apalagi dibudayakan. 

Cermin Kerusakan Sistem

Aksi Niradab tersebut merupakan cermin kerusakan sistem negara ini. Kebebasan berperilaku menjadi bentuk HAM yang justru menyalahi hak orang lain. Diamnya para tokoh masyarakat dan pemuka agama terhadap perilaku menyimpang juga menunjukkan begitu kuat sistem ini telah memengaruhi pemikiran umat, khususnya tokoh agama. Miris, ketika ulama diam melihat kemungkaran di depan mata. Mereka abai terhadap kewajiban amar makruf nahi mungkar.

Ini adalah cermin masyarakat dan tokoh agama yang takut beramar makruf nahi mungkar. Padahal, ketika melihat kemungkaran, Allah Swt. memerintahkan kita untuk mencegahnya dengan tangan, lisan, dan hati (mengingkari, berdoa) dan ini selemah-lemahnya iman. Namun, dalam hal ini tidak cukup doa bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kuasa. Tak ada cara lain, kecuali menghentikan kemungkaran tersebut dengan kemampuan atau kekuasaan mereka.

Sistem Islam

Diamnya masyarakat dan tokoh agama tidak lepas dari sistem yang dianut negara. Mereka merasa takut jika menghentikan kemungkaran akan dianggap melanggar hak asasi dan kebebasan. 

Karena itu, semua kerusakan ini harus dihentikan dengan menerapkan sistem yang benar, yaitu Islam. Di dalam sistem Islam, menghargai qori atau qoriah bukan sekadar karena keindahan suara. 

Memberi penghargaan terhadap aktivitas apa pun, termasuk karena kekaguman terhadap indahnya lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan, sebenarnya boleh saja. Namun, penghargaan tersebut tidak harus berupa materi. Bagi yang mendengarkan, mereka bisa merespon ayat yang dibaca dengan mengucapkan kalimat yang baik, seperti menyebut asma Allah. Bahkan ketika ada ayat sajadah yang dibaca, disunnahkan untuk sujud tilawah untuk lebih mengingatkan manusia pada Allah Swt, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. 

Memberikan penghargaan kepada qori atau qoriah, hendaknya dilakukan setelah pembacaan Al-Qur'an selesai, bukan saat membacanya. Hal ini agar tidak mengurangi kekhidmatan orang yang sedang membacanya dan tidak mengganggu jamaah yang mendengarkan. Selain itu, apresiasi diberikan bukan dengan maksud pamer. Hendaknya semua diberikan ikhlas, semata mendapat rida Allah. 

Demikianlah cara Islam menghargai pembaca Al-Qur’an. Semoga dengan terungkapnya kasus ini, tidak ada lagi tradisi yang justru merendahkan Islam, Al-Qur’an, dan pembacanya. Masyarakat yang paham harus berani melakukan amar makruf nahi mungkar, tidak perlu takut dengan aturan manusia yang justru melanggar syariat Islam. 
Allahu a’alam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :