Tinta Media - Pakar Hukum dan filsafat pancasila, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai Indonesia saat ini bukanlah negara hukum, tapi merupakan negara kekuasaan di bawah bayang-bayang lembaga eksekutif yang dikendalikan oligarki.
“Kalau kita mau cermati, kita bukan sebagai negara hukum tetapi sebagai negara kekuasaan dengan memposisikan eksekutif itu, saya katakan sebagai ekstraktif institution, jadi lembaga pengayak, penyaring tunggal terhadap praktek penyelenggaraan negara. Meskipun kita tahu di situ ada lembaga legislatif dan yudikatif, tapi dua lembaga ini (legislatif dan yudikatif) itu berada di bawah bayang-bayang dan cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki,” sebutnya dalam Diskusi Media Umat: Indonesia Makin Dicengkeram Oligarki dan Semakin Sekuler Radikal yang ditayangkan secara live di channel YouTube Media Umat, Ahad (8/1/2023)
Prof. Suteki juga mengira, di tingkat pemilihan daerah atau pilkada sudah terbukti bahwa 82-84% pilkada terdapat cukong di belakangnya dan hal itu juga tidak mustahil terjadi juga pada pemilu presiden dan seterusnya.
Menurutnya, ketika misalnya cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki itu menguat, maka baik norma maupun pembentukan norma, atau dalam hal ini adalah proses hukum, itu dilakukan tidak baik. “Artinya di situ tidak ada, tidak ada good process,” jelasnya.
Ia pun menduga bahwa pembentukan dan penegakan hukum itu dikendalikan oleh oligarki. “Pembentukan Perppu Cipta Kerja, Undang-undang Minerba itu bisa diduga itu sarat dengan kepentingan oligarki,” duganya.
Ia pun juga ingin menekankan bahwa ketika oligarki itu sudah menguat, maka mestinya hukum itu disupremasikan atau menjadi panglima. “Maka yang menjadi panglima bukan hukum, tetapi justru politik. Ini yang terjadi di tahun 2022 itu saya kira lebih cenderung ke sana,” pungkasnya.[] Wafi