Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai penerapan sistem kapitalisme liberal berdampak pada semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam bidang pendidikan sepanjang tahun 2022.
"Menurut saya, yang paling signifikan dari pengamatan saya sepanjang tahun 2022 itu adalah semakin menguatnya liberalisasi dan sekularisasi dalam dunia pendidikan kita. Tentu semua itu sebagai dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme liberal di negara kita ini," tuturnya pada Tinta Media pada hari Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, hal ini berdampak pada semakin masifnya upaya untuk menghilangkan identitas atau jati diri dari para pemuda, baik siswa/mahasiswa. "Ada problem identity lost di situ yang kemudian justru didukung oleh negara," paparnya.
Ustaz Fajar pun memaparkan problem lain yang tidak kalah mengerikannya adalah adanya pembajakan potensi (potensial hijacking) di dalam diri pemuda. "Kalau kita perhatikan ada sebuah skenario yang sudah disiapkan dengan baik oleh negeri orang kafir Barat agar bisa mencengkram para pemuda Islam itu agar mereka juga bisa mencengkram Indonesia lebih lama lagi," tambahnya.
Modifikasi Kurikulum
Fajar menilai, negara banyak melakukan modifikasi kurikulum pendidikan diantaranya kurikulum deradikalisasi, Islam wasathiyah, atau program moderasi beragama. "Alat yang paling merusak bagi pemuda kita manakala diperkenalkan tentang kurikulum moderasi beragama," imbuhnya.
Menurutnya, tujuan akhir kurikulum pendidikan moderasi beragama adalah untuk membentuk agar Islam yang ada di Indonesia dan yang dianut oleh para pemuda ini adalah Islam yang sejalan dengan nilai-nilai barat.
"Islam yang kemudian menganggap tidak masalah jika ada seorang muslim kemudian tiba-tiba datang ke gereja ikut Misa atau perayaan natal, ikut perayaan paskah, dan seterusnya. Demikian pula, ketika idul Fitri orang-orang kafir itu datang ke masjid-masjid ikut dalam acara kita," tambahnya.
Di bidang ekonomi, Ustaz Fajar menerangkan bahwa dengan dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi dan merdeka belajar kampus merdeka sebenarnya mereduksi orientasi atau tujuan/visi pendidikan hari ini. "Dari visi mewujudkan seorang intelektual, seorang yang kritis, seorang calon-calon ilmuwan, atau cendekiawan jadi hanya direduksi menjadi orang-orang yang berorientasi produksi. Orientasi untuk labour supplier atau suplay tenaga kerja alias hanya menghasilkan jongos-jongos baru bagi industri kapitalis yang sedemikian masif juga ada di negeri ini," bebernya.
Menurutnya tak hanya itu, di dunia wirausaha bermunculan start up yang ujung-ujungnya mengeksploitasi potensi para pemuda. "Di dunia industri kreatif pun sama. Mereka hanya dibonsai sebagai content creator. Lagi-lagi membuat para pemuda kita ini terjerat oleh cengkraman kapitalis," terangnya.
Begitu pula dengan peta jalan pendidikan pesantren, menurut analis senior ini dapat membahayakan visi/orientasi pesantren ke depan. Alih-alih mengejar pada penguasaan keilmuan tapi lebih mengutamakan bagaimana kemudian pesantren menjadi mandiri, para santri jadi semua berwirausaha. "Terus kapan belajar ilmunya?" serunya.
Kesadaran Politik
Menurutnya, umat Islam harus bisa memahami kerangka secara makro bahwa adanya moderasi beragama kemudian dikenalkannya kurikulum berbasis ekonomi, merdeka belajar kampus belajar, atau dorongan orientasi belajar, itu semua dalam kerangka untuk memuluskan para kapitalis global untuk tetap melanggengkan penjajahannya ke negeri-negeri muslim. "Ini yang harus menjadi kesadaran kritis semua," tandasnya.
Ustaz Fajar menambahkan kesadaran politik ini akan memahamkan umat bahwa sebenarnya ada pertarungan antara ideologi Islam dengan ideologi kapitalis, dan juga komunisme sosialis. "Dua abad terakhir ini yang dominan di dunia ini adalah peradaban barat. Tentu Barat juga sebisa mungkin berusaha untuk mempertahankan dominasinya dan tidak memberikan ruang kesempatan bagi peradaban lain untuk mendominasi," terangnya.
Ia pun menyeru agar umat Islam menjadi umat yang cerdas kalau ingin hidup bebas dari masalah termasuk masalah pendidikan. "Tidak hanya bicara tataran praktis operasional atau strategis saja tapi harus bicara pada tataran paradigmatis ideologis," pungkasnya. [] Lussy Deshanti