Refleksi 2022, Inflasi Capai 5,7 % Akibat BBM Naik - Tinta Media

Kamis, 05 Januari 2023

Refleksi 2022, Inflasi Capai 5,7 % Akibat BBM Naik

Tinta Media - Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan bahwa kenaikan inflasi yang terjadi di tahun 2022 itu terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan BBM.

"Tahun ini (2022) inflasi diperkirakan mencapai 5,7 persen, jauh di atas tahun lalu yang mencapai 1,9 persen. Kenaikan inflasi tahun ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM pada bulan September," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (31/12/2022).

Akibatnya, imbuhnya, daya beli masyarakat, khususnya menengah bawah, tertekan akibat kenaikan tersebut. "Para nelayan misalnya kesulitan melaut karena biaya produksi meningkat;" ujarnya. 

Menurutnya, tahun 2022 itu penderitaan masyarakat cukup lengkap dengan adanya kelangkaan pupuk yang dialami petani, karena pemerintah mengurangi subsidi pupuk. "Tahun ini juga diwarnai kelangkaan pupuk yang dialami petani akibat kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota subsidi pupuk dari 25 juta menjadi hanya 9 juta," ujarnya.

Kebijakan ini, terang Ishak, dilakukan pemerintah untuk mengurangi belanja subsidi. Akibatnya petani terpaksa menggunakan pupuk non subsidi yang mahal. Sudahlah BBM naik, harga pupuk juga mahal. Di sisi lain, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan impor beras yang berpotensi menurunkan harga gabah di tingkat petani.

Sebagai ekonom, ia menilai kebijakan pemerintah tersebut condong kepada kepentingan oligarki dibandingkan dengan rakyat kecil.

"Di sisi lain, pemerintah berencana memberikan subsidi kendaraan listrik baik mobil ataupun motor senilai Rp 5 triliun. Subsidi ini hanya menguntungkan orang-orang kaya dan produsen mobil. Kebijakan ini juga sarat kepentingan oligarki sebab beberapa perusahaan domestik telah merambah ke industri tersebut, seperti Toba Sejahtera milik LBP, Adaro milik keluarga Erick Thohir, dan Saratoga milik Sandiaga Uno," bebernya.

Selain itu, katanya kembali, pemerintah juga terus memberikan suntikan pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung melalui Penyertaan Modal Negara, yang sudah mencapai Rp 7,5 triliun. Kebijakan itu dilakukan karena proyek itu membengkak dari awalnya US$ 5 miliar (75 triliun) naik menjadi US$ 8 miliar (Rp120 triliun). Padahal sebelumnya kontraktor China berkomitmen bahwa proyek tersebut tidak melibatkan pemerintah. 

Ia juga menilai bahwa pemerintah terkesan memaksakan kehendak untuk melanjutkan kembali proyek IKN, meskipun para investor enggan, yang akhirnya terpaksa harus merevisi UU IKN.

"Pemerintah juga ngotot untuk melanjutkan proyek IKN. Karena investor swasta juga belum tertarik maka pemerintah melakukan revisi UU IKN yang baru saja disahkan pada Februari tahun ini," cecarnya.

Revisi ini, jelasnya, diperkirakan akan memberikan insentif besar-besaran kepada investor yang dikhawatirkan menggadaikan kedaulatan negara. Di sisi lain, kalaupun swasta tidak tertarik, maka proyek ini terancam mangkrak. Mengandalkan pembiayaan APBN  juga berisiko membuat utang negara semakin besar atau anggaran untuk publik semakin berkurang, termasuk subsidi dan belanja modal untuk infrastruktur dasar seperti jalan dan irigasi. Ujung-ujungnya yang dirugikan rakyat banyak. 

Ustadz M. Ishak, sapaan akrabnya juga menghimbau agar masyarakat khususnya umat Islam sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini meniscayakan pro kepada kepentingan para oligarki.

"Alhasil, umat Islam semestinya sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini tidak berubah, tetap mendukung kepentingan para oligarki, tunduk pada kepentingan asing, dan tidak empati terhadap kondisi rakyat bawah," terangnya.

Ini adalah buah sistem ekonomi kapitalisme, tegasnya, kebijakan cenderung kepada para kapitalis atau oligarki sementara pemerintah semakin mengurangi perannya untuk melakukan intervensi untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya.

Terakhir, ia menyatakan dengan jelas bahwa solusi dari berbagai masalah ekonomi dan yang lain hanya dengan penerapan syariat Islam, yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat, karena dorongan keimanan dan ketakwaan.

"Adapun solusi atas berbagai masalah tersebut adalah mendorong terwujudkan sistem pemerintah dan ekonomi yang berlandaskan syariat Islam. Selain sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-nya, penerapan aturan Islam akan menghilangkan bias kepentingan kepada kelompok tertentu, sehingga keadilan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat," pungkasnya. [] Nur Salamah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :