Nikmat yang Manakah yang Kita Bisa Dustakan? - Tinta Media

Rabu, 04 Januari 2023

Nikmat yang Manakah yang Kita Bisa Dustakan?

Tinta Media - Meskipun manusia sering lalai tapi Allah tak pernah lalai memberi rezeki. Bayangkan jika Allah lalai ngurus mahlukNya. Pasti kita semua binasa detik itu juga. 
Bagaimana jika Allah lalai dari memberi kita nafas? Mati, binasa pasti. 

Memang haq, Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Semua mahluknya dikasih rezeki, meskipun orang kafir. Itulah sifat Allah ar Rohman. Walaupun sebatas di dunia saja. Sementara yang disayang Allah hanya orang orang beriman di dunia akhirat. Itulah sifat Allah ar Rohim. 

Maka nikmat Allah yang mana yang bisa kita dustakan? Andai bukan karena nikmatnya tentu saja kita tak mungkin masih ada berkeliaran di muka bumi ini bukan? 

Hanya saja, sangat sangat disayangkan mayoritas manusia di muka bumi ini kafir. Hidupnya hanya membuat kerusakan manusia lain dan juga muka bumi ini. Menyebarkan kekufuran, kemaksiatan dan kezholiman tanpa rasa malu sedikit pun. 

Sementara yang mengaku beriman pun sering tak konsisten. Masih hobi menentang perintah dan larangan Allah. Memanfaatkan nikmat Allah bukan untuk taat malah untuk maksiat. 

Bahkan katanya mensyukuri nikmat kemerdekaan pun dengan gagah berani menolak syariat Allah. Menolak khilafah yang dengannya seluruh syariat Allah akan bisa diterapkan secara kaffah. Maka menegakkan khilafah adalah bentuk syukur paling puncak dalam kita mensyukuri nikmat kemerdekaan. 

Dalam sistem khilafah sajalah ketaatan manusia bisa diwujudkan secara penuh. Interaksi manusia dengan manusia lain dalam bentuk muamalah yang dirusak oleh sistem kufur kapitalis hanya bisa diluruskan dengan syariat Allah dalam sistem khilafah. 

Maka sikap menolak khilafah adalah sikap paling arogan dan kufur nikmat paling mengerikan yang berakibat pada diabaikannya mayoritas syariat Islam sehingga manusia menjadi benar-benar rusak seperti hari ini. 

Dalam surat Ar-Rahman, kalimat “Fabiayyi ‘aalaa’i rabbikumaa tukadzdzibaan” (فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَاتُكَذِّبَانِ) diulang sampai 31 kali. Dari ayat itu mengingat pada nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada manusia. Namun, mengapa harus diulang sampai 31 kali?

Manusia paling sering lalai dari nikmat Allah bukan? Wallaahu a'lam. []

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :