Tinta Media - Narkoba menjadi barang ilegal di negara demokrasi kita. Namun, kenyataannya hukum yang ada tidak efektif menghentikan banyaknya jumlah peredaran narkoba di masyarakat setiap tahunnya.
Di kutip dari kompas.com, BNN telah menyita sebanyak 1,904 ton sabu, 1,06 ton ganja, 16,5 kg serbuk ekstasi, dan 262.789 butir ekstasi sepanjang tahun 2022.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, edukasi bahaya pemakaian narkoba telah dilakukan sejak dini di jenjang sekolah dasar. Selain itu, untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran narkoba, pemerintah telah menetapkankan UU Narkotika.
Namun, keberadaan undang-undang dan edukasi ini secara faktual tidak efektif memberantas tindak pidana narkoba. Bahkan, pada aparat penegak hukum sendiri bertebaran pelaku pengedar narkoba.
Di antaranya adalah kasus yang masih ramai diperbincangkan oleh masyarakat, yaitu Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa. Mereka sudah lama berkecimpung dalam dunia kepolisian, dan tentu sudah lama juga menjadi bandar narkoba.
Belum lagi, bandar-bandar yang tetap aktif mengedar walaupun telah masuk penjara. Bahkan, bilik jeruji besi pun menjadi tempat pengedarannya. Kelalaian polisi dan hukum yang tidak membuat jera berpeluang memperbesar keberanian para bandar dan pemakai narkoba.
Di sisi lain, sosok yang selama ini menjadi sorotan masyarakat dan media pun ternyata tak bisa lepas dari godaan narkotika. Para artis kelas kakap seringkali menjadikan narkoba menjadi pelampiasan mereka di sela-sela kesibukan. Sebagaimana artis Revaldo yang telah tiga kali tertangkap polisi tersebab kasus narkoba.
Fenomena ini tentu memperparah "keberanian" masyarakat untuk berperilaku semisal. Pasalnya, menusia seringkali mencontoh perilaku orang-orang yang mereka anggap sebagai orang hebat di mata masyarakat, termasuk artis dan pejabat.
Jelaslah melalui pemaparan di atas bahwa sistem kapitalis bernuansa demokratis bukanlah solusi praktis menyelesaikan masalah narkoba.
Narkoba adalah masalah yang jika dibiarkan akan menyebabkan masalah baru. Sebagaimana Rasulullah saw. dalam sebuah hadisnya pernah menyampaikan bahwa khamr, termasuk narkotika adalah induk kejahatan.
Karena, jika seseorang telah mengonsumsinya, dia akan ringan tangan melakukan kejahatan yang lain, semisal berbohong, berzina, bahkan membunuh. Di tambah lagi efek kecanduan dan perusak otak yang timbul, yaitu memperparah kerusakan yang ada.
Demokrasi jelas tidak mampu menaklukkan problema narkoba ini. Maka, kita perlu sistem lain untuk menyelesaikannya. Sistem ini harus sistem yang memiliki aturan yang menjerakan pelaku kejahatan dan menakuti masyarakat untuk bertindak serupa.
Sistem di dunia secara garis besar ada tiga, yaitu sosialisme, kapitalisme (beserta turunannya), dan Islam. Sosialisme dalam sejarah penerapannya telah terbukti dijalankan dengan penuh darah. Peraturannya menyebabkan pertentangan dan pertikaian di mana-mana. Sosialisme pun tidak layak menjadi tujuan sistem pengganti kapitalis-demokrasi.
Kemudian kita beralih kepada Islam. Islam pernah diterapkan selama 13 abad. Selama berabad-abad penerapannya, menurut catatan dari Universitas Malaya di Malaysia, tercatat hanya ada 200 an kasus kejahatan, termasuk di dalamnya adalah tindak pidana khamr.
Apakah karena Sistem Islam melonggarkan pemakaian narkoba? Kenyataannya tidak. Sistem Islam ada berasaskan aturan-aturan Allah Swt. yang terangkum dalam Al-Qur'an dan Assunnah. Aturan-aturan ini tidak pernah dan tidak boleh berubah selama-lamanya. Sebab, mereka diciptakan bukan oleh manusia, tetapi Pencipta manusia. Maka, manusia tidak punya hak untuk mengubahnya.
Oleh karena itu, hukum dalam Islam tidak bisa berubah-ubah sesuai zaman dan tempat sebagaimana hukum dalam sistem demokrasi, sehingga hukum itu tidak memberikan celah sedikit pun pada para aparat dan pejabat untuk berperilaku maksiat.
Dalam Islam, narkoba adalah benda memabukkan yang sama haramnya dengan khamr. Islam pun menjalankan sanksi tegas bagi pengedar, pemakai, saksi, dan orang-orang lainnya yang terlibat.
Sanksi bagi peminum khamr adalah 80 kali cambukan. Sanksi ini dipastikan bisa memberi rasa jera bagi pelaku daripada dipenjara yang terjamin makan dan minumnya tanpa harus berusaha dan menyebabkan pelaku malah nyaman di sana. (lihat: Syaikh Taqiyuddin Annabhani, Nizamul Uqubat fil Islam)
Pemberian hukuman pun harus di tempat umum dan disaksikan oleh masyarakat. Hal ini bertujuan supaya masyarakat tidak berani melakukan perbuatan keji serupa. Inilah salah satu fungsi hukuman dalam Islam.
Hukuman ini juga mempunyai efek yang kedua, yakni penghapus dosa. Sang pelaku jika sudah dihukum cambuk, maka dosa tersebut telah gugur. Ini akan meringankan hisabnya di akhirat kelak.
Di tambah lagi, masyarakat Islam dalam bingkai negara Islam dididik untuk kepribadian Islam. Ditanamkan dalam jiwa mereka rasa takut bermaksiat karena senantiasa disaksikan oleh Allah Swt. setiap perbuatannya, dibmana pun dan kapan pun.
Mekanisme semacam inilah yang menjadikan angka kriminal di dalam tubuh negara Islam hanya terdapat ratusan kasus saja dalam ratusan tahun berdirinya.
Oleh karena itu, sistem Islam pantas menjadi alternatif sistem, menggeser sistem kapitalis yang jelas rusak dan merusak. Sayangnya, sistem ini hanya bisa diterapkan dalam bingkai sistem negaranya yang bernama khilafah.
Dengan penerapan Islam di bawah naungan khilafah, niscaya problem narkoba yang selama ini menjadi momok masyarakat akan segera tuntas tak bersisa
Ini lah janji Allah Swt. Tuhan manusia dan alam semesta.
Dialah yang menjamin bahwa hukum Islam bersifat rahmat untuk alam semesta (rahmatan lil alamin). Maka, mari kita bersama-sama berjuang agar sistem Islam segera diterapkan dalam kancah kehidupan. Wallahu A'lam Bishawab.
Oleh: Wafi Mu'tashimah
Sahabat Tinta Media