Tinta Media - Perayaan Natal sangat erat kaitannya dengan tahun baru yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu. Mirisnya, tak hanya orang non-Islam yang melaksanakannya, orang Islam pun bahkan ikut serta memeriahkan acara perayaan tersebut. Mereka seolah telah kehilangan jati diri sebagai seorang muslim. Mereka pun tak malu menggunakan berbagai atribut Natal. Lebih parahnya lagi, mereka bahkan mengucapkan selamat Natal yang jelas-jelas hal itu diharamkan dalam syariat Islam.
Diharamkannya mengucapkan selamat Natal bukan tanpa alasan. Apabila melakukan hal tersebut, kita bisa dianggap murtad, karena merupakan bukti jika kita mengikuti ajaran mereka dan otomatis dikategorikan sebagai orang yang murtad, nauzubillahi min zalik.
Menyikapi hal itu, banyak orang beranggapan bahwa orang Islam itu intoleran. Pasalnya, syariat Islam tampak begitu membatasi dalam toleransi beragama. Padahal itu semua tidak benar, karena yang dimaksud dengan toleransi adalah menghormati setiap agama ketika beribadah. Namun, tidak untuk ikut merayakan hari besar mereka.
Allah Swt. telah berfirman di dalam surah al-Kafirun ayat 6 yang artinya,
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
Islam begitu tegas melarang kita untuk mengikuti ritual agama lain. Allah Swt. berfirman di dalam surah al-Baqarah ayat 120 yang artinya,
“Tidak pernah rida Yahudi dan Nasrani, sebelum kalian mengikuti agama mereka ….”
Jadi, memang sudah menjadi watak mereka untuk terus mengajak kaum muslimin mengikuti milah dan semua pemikiran serta segala kebudayaan mereka.
Perayaan tahun baru kemarin juga tak kalah meriah. Orang berbondong-bondong merayakan malam tahun baru, meskipun dikemas dengan acara yang seolah-olah tidak merayakannya seperti, bakar-bakar, berkumpul dengan handai tolan dan bahkan acara tausiyah yang sengaja di desain pada momen tahun baru.
Saat itulah, tanpa disadari mereka telah mengikuti jalan kesesatan dan termasuk dari golongan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya,
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut.”
Jadi, jelaslah dalil yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah saw. tersebut, bahwasanya haram bagi kita sebagai seorang muslim untuk mengikuti ajaran agama dan kebiasaan mereka, apa pun itu.
Banyak yang tak menyadari bahwa hal yang dikatakan sebagai toleransi tadi nyatanya adalah propaganda terselubung mengenai moderasi yang kini sedang disebarluaskan oleh musuh-musuh Islam.
Moderasi sendiri berasal dari bahasa latin moderatio yang artinya kesedangan. Namun, apabila dikaitkan dengan konteks di atas, maka pengertiannya akan menjadi pertengahan antara yang hak dan yang batil. Padahal, telah jelas mana yang hak dan mana yang batil, sehingga tidak ada yang namanya pertengahan atau wasathiyah.
Atas nama toleransi, mereka melegalkan moderasi beragama yang jelas itu salah. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mewaspadai propaganda moderasi ini. Ini karena antara yang hak dan yang batil itu telah jelas perbedaannya.
Moderasi juga membuktikan bahwa orang yang menganutnya tidak punya prinsip yang kuat, mudah terbawa arus. Karenanya, tetaplah mengkaji Islam agar bisa menguatkan kita di atas jalan kebenaran ini, dan jangan lupa dakwahkan kepada umat agar mereka paham akan Islam secara keseluruhan. Takbir!
Wallahu a’lam bish shawab.
Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
Santri Peduli Generasi