MENGGUGAT KEWENANGAN ABSOLUT PEMERINTAH DALAM MENERBITKAN PERPPU - Tinta Media

Selasa, 10 Januari 2023

MENGGUGAT KEWENANGAN ABSOLUT PEMERINTAH DALAM MENERBITKAN PERPPU

Tinta Media - Perppu adalah kewenangan absolut Pemerintah dalam legislasi yaitu membuat dan menetapkan peraturan setara undang-undang. Dikarenakan merupakan kewenangan absolut, sehingga tidak terdapat keharusan untuk melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan legislasi tersebut. 

Dikarenakan merupakan kewenangan absolut, sehingga Pemerintah diberikan kewenangan subjektivitas dalam menentukan alasan-alasan/dalil terkait  'hal ihwal kegentingan yang memaksa' sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat 1 UUD 1945.

Perhatikan secara cermat kata 'hal ihwal kegentingan yang memaksa' itulah syarat utama bagi pemerintah untuk bisa mengeluarkan perppu. Secara a contrario, pemerintah tidak boleh, atau dilarang konstitusi, untuk menerbitkan perppu manakala tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Apa arti, “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa?" Menurut penjelasan resmi UUD 1945, frase tersebut merupakan terjemahan dari "noodverordeningsrecht". Dalam bahasa hukum Amerika ini sama dengan "Clear and present danger" situasi bahaya yang terang benderang dan memaksa.

"Nood" mengandung arti berbahaya atau darurat. "Ordenen" berarti mengatur atau menyusun. Secara harfiah "noodverordeningsrecht" peraturan hukum mengatur dalam keadaan yang secara kasat mata atau terang-benderang sedang darurat atau bahaya.

Dengan demikian, maka logika penerbitan perppu bisa disusun sebagai berikut:

Pertama, benar-benar atau terang benderang sedang terjadi genting atau bahaya;

Kedua, siatusi bahaya ini dapat mengancam keselamatan negara; Ketiga, karena situasinya amat mendesak, dibutuhkan tindakan pemerintah secepatnya. Sebab menangani situasi genting itu menunggu mekanisme DPR memerlukan waktu lama.

Karena Presiden dapat menentukan kondisi ‘kegentingan yang memaksa', kondisi ini menjadi sangat subjektif dan berpotensi disalahgunakan secara politis. Dengan demikian, penting menguji secara objektif, selama ini menguji objektivitas 'hal ihwal kegentingan memaksa' di DPR dan Mahkamah Konstitusi. Terkadang di DPR masyarakat agak ragu karena DPR dipegang oleh koalisi Pemerintah. Sedangkan di MK membutuhkan waktu lama dikhawatirkan objek perkara sudah berubah menjadi undang-undang.

Sehingga dibutuhkan terobosan baru yaitu menguji objektivitas 'hal ihwal kegentingan memaksa' melibatkan partisipasi masyarakat.

Demikian
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :