Tinta Media - Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merampungkan investigasi terkait tragedi Kanjuruhan. TGIPF telah mengumumkan hasil investigasi pada Jum’at (14/10). Sementara Komnas HAM mengumumkan pada Rabu (2/11) dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada Kamis (3/11). Keduanya sepakat bahwa tragedi Kanjuruhan dipicu oleh gas air mata yang disemprotkan aparat usai pertandingan Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022.
Kaget bukan? Ada yang lebih mengagetkan lagi, salah satu tersangka yang bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan dinyatakan bebas oleh pihak kepolisian. Dia adalah Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita. Adapun alasan kebebasannya karena berkas perkara tersangka tersebut tak kunjung sempurna, bersamaan dengan masa penahanan di Polda Jatim yang sudah habis. Namun, pihak kepolisian belum menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap Hadian, panggilan untuk Dirut LIB, sehingga masih berstatus tersangka.
Jelas ini menimbulkan reaksi keras dari keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu yang isinya membentuk tim penyidik independent di luar tubuh Polri. Tidak hanya itu, tujuh keluarga dari 135 korban telah melayangkan gugatan kepada sejumlah pihak mulai dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) hingga Presiden atas perbuatan melawan hukum dengan tuntutan membayar ganti rugi sebesar Rp 62 miliar. Gugatan perdata ini dilayangkan sebagai bagian menagih “pertanggungjawaban” sejumlah pihak dalam mengusut tuntas tragedi tersebut.
Reaksi negatif juga diberikan dari pihak lain terkait bebasnya salah satu tersangka. Dia adalah Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur. Isnur menilai kebebasan itu menandakan ada yang tidak beres dalam penyidikan. Setidaknya hal tersebut mensinyalkan lambatnya penyidikan di Polda Jatim.
Isnur mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberi atensi atas kejadian ini. Dia mendorong agar penyidikan kasus tragedi Kanjuruhan bisa lebih cepat demi menjamin keadilan bagi korban. Perhatian serius diimbangi dengan penyidikan yang berkembang dan kecepatan prosesnya, sehingga tidak terkesan kasus ini terhenti di tengah jalan yang seolah menandakan “main mata” di kalangan aparat penegak hukum.
Hal ini jelas patut diherankan, mengingat berkas lima tersangka lainnya sudah dinyatakan lengkap dan penahanannya pun telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Oleh karena itu, tidak kaget jika dua tersangka lainnya yakni Panitia Pelaksana (Panpel) Arema, Abdul Haris dan Security Officer, Suko Sutrisno juga berharap dibebaskan dari tahanan.
Melihat penanganan tragedi Kanjuruhan ini menunjukkan kedzaliman negara atas korban yang berjumlah sangat banyak. Apalagi kebebasan salah satu tersangka karena berkas tak kunjung lengkap, makin menunjukkan tidak adanya nurani pada penegak hukum sehingga profesionalisme aparat pun dipertanyakan.
Sungguh ini jauh berbeda dengan penegakan hukum dalam Islam. Landasan Islam mampu menjadikan proses penyidikan cepat, tidak berbelit dan professional. Islam jelas akan menunjukkan keadilan karena berpegang teguh kepada hukum Allah, Dzat Yang Maha Adil. Jadi, harus kemana lagi korban Kanjuruhan mencari keadilan kalo tidak kepada hukum Allah?
Wallahu a’lam.
Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media