KUHP Kembali Bangkitkan Orde Baru? Ini Faktanya... - Tinta Media

Selasa, 24 Januari 2023

KUHP Kembali Bangkitkan Orde Baru? Ini Faktanya...

Tinta Media - Seberapa jauh keberadaan produk legislasi nasional yaitu Undang-Undang KUHP akan mengembalikan lagi kebangkitan organisasi Orde Baru, mendapat tanggapan dari Presiden Pusat Kajian dan Analisis Data Slamet Sugianto.

“Bisa melihat kondisi faktual keberadaan UU KUHP ini. Kondisi faktualnya antara lain,” tuturnya dalam Kabar Petang : KUHP Alat Gebuk Pemerintah di Ruang Digital di kanal youtube Khilafah News, Selasa (17/1/2023). 

Pertama, keberadaan KUHP ini adalah peninggalan penjajah Belanda. “Keberadaan produk UU ini sesungguhnya adalah produk yang digunakan oleh penjajah dengan peraturan hukum Eropa kontinental karena Belanda itu masuk dalam kawasan negara-negara Eropa yang saat itu dalam relasi antara penjajah dengan yang dijajah,” ungkapnya.

Secara materi fungsi-fungsinya, lanjutnya, adalah proses pengaturan itu dan keberadaan KUHP sebagai sebuah norma nilai dalam relasi menjajah dengan yang dijajah. Sumber pembentukan perundang-undangan yang ada di Indonesia adalah adopsi dari norma hukum, norma agama, dan norma adat sebagai norma hukum positif. 

Kedua, produk legislasi KUHP ini adalah produk carry over artinya produk legislasi nasional peninggalan DPR dari kurun waktu ke kurun waktu. “Setelah revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 Kemarin soal proses pembentukan perundang-undangan yang memasukkan sebuah klausul atau pasal kebolehan membentuk undang-undang secara dengan metode omnibus yaitu menggabungkan berbagai produk-produk undang-undang, maka KUHP produk legislasi carry over ini akhirnya menjadi semacam produk perundang-undangan kompilasi dari berbagai produk yang mengatur mengenai norma pidana,” bebernya.

Slamet menyebutkan sebuah amar putusan MK yang dikeluarkan ketika gugatan formil atas UU Ciptaker dan dilakukan oleh berbagai pihak serta dipertanyakan juga urgensitas keberadaan UU Cipatker ini. Pemerintah, lanjutnya malah tidak mau membenahi aspek formal atau terkait dengan proses pembentukan perundang-undangan hingga sampai November 2023, tetapi malah mengeluarkan Perpu Ciptaker yang disinyalir atau dinilai oleh banyak kalangan sebagai pembagkangan konstitusi karena mengabaikan dua lembaga sekaligus yakni Mahkamah Konstitusi dan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Ketiga, KUHP ini adalah program hukum pidana yang seharusnya memperhatikan prinsip Ultimum Remedium. Ultimatum Remedium adalah mengedepankan proses-proses penyelesaian tidak dengan cara memberikan sanksi tetapi ditakar dulu. “Bagaimana proses penyelesaian mengenai misalnya sengketa di antara warga negara dengan para penyelenggara negara dilihat dari aspek positifnya. Apakah para penyelenggara negara ini memang benar-benar bisa memberikan pelayanan sesuai dengan amanat konstitusi dan amanah ayat suci? Apalagi kita sebagai seorang muslim berkeyakinan ada tanggung jawab negara untuk memberikan pelayanan umum dan memastikan kewajiban negara memang benar-benar di berikan,” jelasnya.
 
Keempat, pengesahan RKUHP menjadi undang-undang KUHP dihadiri secara fisik hanya oleh 18 orang anggota dewan dari semua fraksi. “Sisanya 108 orang hadir secara virtual dan 164 orang izin padahal jumlah keseluruhan anggota DPR RI adalah 575 anggota. Dari semua fraksi menyetujui dan hanya satu kader PKS walk out,” imbuhnya. 

Jika kita memperhatikan kondisi faktual keberadaan UU KUHP dan persoalan-persoan formil atau proses pembentukannya oleh publik terkesan singkat. “Secara material kalau kita coba korelasikan kemungkinan bangkitnya orba itu bisa kita takar dari beberapa pasal-pasal,” pungkasnya.[] Erlina

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :