KUHP Baru, Antara Kepentingan Ekonomi dan Gaya Hidup Liberal - Tinta Media

Selasa, 10 Januari 2023

KUHP Baru, Antara Kepentingan Ekonomi dan Gaya Hidup Liberal


Tinta Media - Kontroversi dan kritik RKUHP kini kembali disorot terkait pasal-pasalnya yang membahas  hukum perzinaan. Setelah kesekian kali revisi, draft terbaru RKHUP dirilis pada 30 November 2022 sudah disahkan menjadi KUHP pada 6 Desember 2022. Berdasarkan UU tersebut terdapat aturan baru yang melarang seks di luar nikah untuk penduduk lokal dan pelancong. Berdasarkan KUHP baru, perzinaan akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kategori II, mencapai Rp 10 juta.

Pasal tersebut tuai kritik dari pakar dan masyarakat, karena dianggap bencana HAM dan melanggar hak kebebasan privasi. Hotman Paris mengutarakan kritiknya, tidak masuk akal kalau kasusnya kedua pihak yang berzina itu single dan apabila ingin dilaporkan terbatas hanya dari suami/istri, orang tua atau anak.

KUHP ini akan berlaku dalam tiga tahun bagi warga negara Indonesia, penduduk asing yang menetap di Indonesia, serta turis asing. Oleh karenanya, turis sudah mulai gelisah dan khawatir, terutama Australia. Banyak warganet Australia berkomentar hal ini akan menghancurkan industri pariwisata Bali.

Pasal dalam KUHP tentang perzinaan banyak yang tidak masuk akal. Jika terjadi perzinaan, yang bisa melaporkan dan membuat pengaduan hanya sebatas suami atau istri, orang tua terkait atau anaknya. Bagaimana jika ada kasus dan sang orang tua tidak mau melaporkan karena ikatan kekeluargaan atau orang tua merupakan orang terhormat dalam desa tersebut? Bagaimana kalau kedua pezina tidak mempunyai anak maupun orang tua?

Banyak sekali variabel yang dapat memengaruhi ketidakefektifan pasal ini. Sebagai contoh lain, dalam KUHP pasal 411 hukuman melakukan zina ialah pidana penjara paling lama 1 tahun, sedangkan dalam pasal 414 mengenai percabulan hukuman pidana penjara mulai dari 1 tahun hingga 9 tahun tergantung situasi dilakukannya percabulan. Sangat mengherankan dan aneh, seakan-akan lebih mending melakukan zina daripada percabulan.

Padahal dalam pandangan Islam, zina merupakan salah satu dosa besar, perbuatan yang dilarang keras oleh Allah SWT, derajatnya setara dengan syirik dan pembunuhan.

Walaupun dibalik semua kontroversi dan tidak konsistennya KUHP, banyak masyarakat masih menganggap larangan seks di luar nikah melanggar privasi dan hak asasi manusia. Menurut mereka, hal itu merupakan privasi yang harus dihargai walaupun bersifat imoral. Inilah salah satu bentuk pemikiran sekuler dan gaya hidup liberal ala Barat yang sudah tertanam dalam diri masyarakat sekarang, ‘my body my choice’, itulah slogan mereka.

Sedihnya lagi, banyak masyarakat terutama di bidang pariwisata mengkritik larangan seks di luar nikah ini akan merugikan mereka, karena memungkinkan turunnya turisme. Selain itu, tidak sedikit juga yang beranggapan larangan ini akan merusak perekonomian Indonesia, bukan hanya dari sisi pariwisata tetapi ketakutannya akan

investor-investor yang terancam tarik diri dari Indonesia. Sangat miris sekali, kelihatannya sumber perekonomian negara ini berpusat pada suatu yang sangat dibenci Allah SWT.

Akibat sistem sekuler dan paham liberal ini, banyak masyarakat yang sudah dibutakan dari mana yang halal dan haram. Semua perbuatan tidak lagi didasarkan atas mencari keridhaan Allah SWT, tetapi berdasarkan apa yang dapat menghasilkan manfaat dan keuntungan dunia saja.

RUHP ini merupakan produk akal manusia yang dilegislasi oleh negara. Dibuktikan dengan banyaknya kontroversi dan kejanggalan dalam KUHP, sudah pertanda akal manusia itu lemah dan terbatas. Akal manusia tidak mampu menciptakan aturan yang terbaik untuk manusia itu sendiri, yang ada hanya menimbulkan masalah baru seperti yang terjadi sekarang.

Kemoralan akan seks di luar nikah atau zina harusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena Allah SWT telah mengaturnya sedemikian rupa dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firman-Nya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (QS al-Isra’: 32).

Kemudian hukumannya pun sudah jelas dalam Al-Qur’an, sebagaimana Allah SWT berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS an-Nur: 2)

Islam telah jelas menetapkan perbuatan dan sanksi terhadap pelakunya. Halal dan haram telah ditentukan berdasarkan syariat Islam. Ini yang harusnya menjadi panduan dalam membuat aturan, bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab, hak membuat hukum hanya milik Allah SWT.

Oleh karenanya hal tersebut hanya bisa diwujudkan dengan kepemimpinan khalifah dalam institusi khilafah. Sebab, hanya khalifah yang mempunyai wewenang menyusun UU bukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti dalam demokrasi.[]

Oleh: Fatiyah Danaa Hidaayah

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 


 

 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :