Kasus Pembakaran Al-Qur'an: Penistaan Terus Berulang, Sistem Rusak Kian Meradang - Tinta Media

Sabtu, 28 Januari 2023

Kasus Pembakaran Al-Qur'an: Penistaan Terus Berulang, Sistem Rusak Kian Meradang

Tinta Media - Aksi pembakaran Al-Qur’an terulang kembali. Sabtu pekan lalu (21/1/2023), seorang politisi rasis sayap kanan, Rasmus Paludan, telah membakar salinan kitab suci Al-Qur'an di luar kedutaan Turki di Stockholm, Swedia (sindonews.com, 23/1/2023). Tak kurang dari 1,5 milyar kaum muslim dunia terluka. Sebelumnya pembakaran Al-Qur'an pun pernah dilakukan oleh politisi yang sama di Swedia pada 18 April 2022 lalu (tempo.co, 18/4/2022).

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes Rasmus terhadap Islam dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (sindonews.com, 23/1/2023). Hal ini pun terungkap dari izin yang diberikan pihak kepolisian setempat. Dikutip dari media asing, Reuters (23/1/2023), dari izinnya dengan pihak kepolisian, aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap aturan Islam dan upaya Presiden Turki untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. Tak hanya itu, aksi ini pun dipicu karena Turki tak juga memberikan persetujuan pada Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Alasannya, negara "Nordik"(negara-negara bagian utara Eropa), itu menyembunyikan perusuh Turki (tempo.co, 22/1/2023). Finlandia dan Swedia menandatangani perjanjian tiga arah dengan Turki pada tahun 2022, demi mengatasi keberatan Ankara atas keanggotaan keduanya di NATO. Swedia mengatakan telah memenuhi bagian dari memorandum tersebut tetapi Turki menuntut lebih, termasuk ekstradisi 130 orang yang dianggap teroris (CNBCIndonesia.com, 23/1/2023).

Aksi Paludin ini menuai kecaman berbagai negara di dunia. Kementrian Arab Saudi mengutuk keras otoritas Swedia yang telah memberikan izin kepada Paludan untuk melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an. Kementrian Luar Negeri Indonesia pun mengecam keras aksi tersebut (CNBC.com, 23/1/2023). Kemenlu RI pun menegaskan bahwa kebebasan berekpresi tak bisa dieksploitasi dan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara di Istanbul, aksi besar-besaran terjadi. Sekitar 200 pengunjuk rasa membakar bendera Swedia di depan Konsulat Swedia sebagai aksi balasan atas pembakaran Al-Qur'an beberapa hari lalu. Beragam kecaman dan kritikan pun dilayangkan negara-negara di dunia.

Sistem yang kini diterapkan dalam tatanan pengaturan kehidupan, memantik menjamurnya aksi kekerasan dan penistaan agama. Berbagai pemikiran yang dikembangkan kaum barat selalu menjurus pada upaya mengkambinghitamkan Islam dalam setiap kasus. Tak terkecuali kasus pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan Paludan. Tentu saja, aksi ini menikam kaum muslimin dunia.

Sistem liberalisme yang sekuler, mengandalkan nilai kebebasan di atas apapun. Menggadang-gadang nilai toleransi, pluralistis, kebebasan sebagai sumber kedamaian dunia. Namun, ironis, mereka sendiri tak bisa menghormati Islam sebagai aturan kehidupan. Aksi pembakaran Al-Qur’an adalah simbol bahwa mereka begitu benci aturan yang ditetapkan Allah SWT. dalam syariatNya. Islamofobia kian akut.

Sistem sekularisme yang dijadikan sandaran pun memberikan lahan terbuka yang bebas untuk mereka dalam berekspresi. Karena menganggap agama tak diperlukan dalam pengaturan kehidupan. Wajar saja, segala bentuk aksi brutal kian menjamur dalam sistem yang rusak.

Namun sayang, segala bentuk kecaman atas aksi brutal pembakaran Al-Qur'an tak dapat serta merta menghentikan kasus yang terjadi. Butuh solusi sistemik yang dapat tuntas menyelesaikan.

Rasulullah SAW bersabda, "Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam" (HR. Baihaqi).

 

Tak ada yang layak menghina Islam. Dan tak ada layak menista atau menodai segala simbol Islam, termasuk Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. Di dalamnya termaktub aturan/ syariat Islam. Orang-orang semacam Paludan merupakan orang liberal yang hina dan rusak pemikirannya. Membahayakan Islam dan seluruh umat muslim di dunia. Jelaslah, sistem demokratis yang liberal gagal menjaga akidah umatnya.

Kejadian ini seharusnya menjadi pemantik kaum muslimin untuk sesegera mungkin menerapkan syariat Islam dalam pengaturan kehidupan. Terlebih karena barat memfasilitasi segala bentuk penistaan terhadap Islam serta simbol-simbolnya. Dan selayaknya umat muslim menyadari bahwa Paludan dan orang-orang sejenisnya, adalah para penista, penjahat agama yang terus mempromosikan paham sesat yang merusak pemikiran umat. Selayaknya mereka dihukum seberat-beratnya, atau bahkan dihukum mati atas segala perbuatannya.

Al-Qur'an, merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah SAW. yang abadi sepanjang masa. Di dalamnya termuat firman Allah SWT. berupa aturan-aturan kehidupan bagi seluruh umat. Dan wajib ditaati dengan sebaik-baiknya ketaatan. Sebagai kaum muslimin, sudah seharusnya kita mengimani, mempelajari, menerapkan serta mendakwahkan isi kandungan Al Qur'an. Perbuatan menistakan Al Qur'an, apalagi membakarnya, adalah perbuatan zalim yang mengundang murka Allah SWT.

Sekat-sekat nasionalisme negara-negara Islam menjadi salah satu sebab tak berdayanya kaum muslim membela agamanya sendiri. Tak mampu membela Al-Qur'an. Sungguh kita butuh kekuatan luar biasa untuk meluluhlantakkan kezaliman yang dilakukan para penista agama.

Segala fakta ini menunjukkan kita membutuhkan instutusi khas yang menjamin penjagaan akidah umat. Umat membutuhkan negara yang menegakkan sistem Islam berpondasikan syariat Islam. Penetapan hukuman yang adil hanya dapat terselenggara dalam wadah negara bersistemkan Islam, Khilafah Islamiyyah. Menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.

Sistem Islam dalam wadah Khilafah ala manhaj An Nubuwwah menghilangkan sekat antar bangsa. Sehingga kaum muslimin dapat menyatukan kekuatan untuk menindak tegas segala kezaliman yang terjadi. Hukum yang ditetapkan sistem Islam bersifat tegas dan menjamin timbulnya efek jera bagi para perusak agama. Sehingga tak akan terulang lagi kasus-kasus penistaan agama. Segala masalah ini pun dapat tuntas dihentikan dari akarnya.

Dalam Islam, hukuman bagi penista agama adalah dengan membunuhnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku penista agama dan pembelajaran bagi masyarakat. Al-'Allamah al-Qadhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa mengutip riwayat Ibnu Wahb dari Imam Malik, ia berkata, "Siapa saja yang berkata bahwa selendang nabi kotor, dengan bermaksud menghina, maka dia harus dibunuh."

Negara pun wajib mengedukasi setiap warga negaranya. Menjaga setiap pemahaman umat dari pemahaman barat yang destruktif. Meyakinkan pada umat, Islam-lah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Dan senantiasa menegaskan bahwa syariat Islam adalah hukum dari segala hukum tertinggi. Sehingga tak ada yang berani menghina atau menistakan setiap ajaran Islam beserta simbol-simbolnya.

Tak ada yang lebih mulia daripada syariat Islam. Karena di dalamnya terkandung aturan sempurna demi tercurahnya rahmat Allah SWT. untuk seluruh umat.

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :