Tinta Media - Miris, kasus keracunan jajanan anak-anak terjadi lagi untuk kesekian kalinya. Akhir-akhir ini, ramai pemberitaan mengenai kasus anak-anak keracunan setelah mengonsumsi Chiki Ngebul alias Smoke Ice. Hingga saat ini, Polda Jabar mencatat ada 28 kasus yang mengalami keracunan.
Sebelumnya pun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota serta rumah sakit agar segera melaporkan jika ada kasus keracunan jajanan bernama lain Napas Naga ini.
Kasus keracunan jajanan sudah menjadi fenomena yang menggejala di banyak tempat. Meskipun sudah ditangani pihak yang berwenang, tetapi tidak membuat jera para pelaku.
Ketika penggunaan zat berbahaya pada makanan atau minuman ditayangkan di medsos atau media massa lainnya sebagai bentuk informasi, tidak jarang hal tersebut justru memberikan inspirasi kepada orang yang ingin menggunakan cara curang dalam usahanya untuk meraih banyak konsumen dan keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan menghalalkan segala macam cara.
Kalau kita telisik, hal yang berulang kali terjadi ini disebabkan beberapa faktor, yaitu:
Pertama, faktor akidah dan ketakwaan individu masyarakat. Lemahnya akidah dan ketakwaan pada individu di masyarakat menjadikan seseorang tidak lagi merasa ada dalam pengawasan Allah Swt. dalam melakukan setiap perbuatan. Alam kehidupan sekuler-kapitalis yang diterapkan saat ini, membentuk pribadi-pribadi yang sekuler-materialistis-individualistis, termasuk dalam menjalankan usaha.
Kedua, tolak ukur masyarakat. Kondisi masyarakat yang jauh dari Islam tidak menjadikan halal-haram sebagai tolak ukur baik-buruknya sesuatu, tetapi ditentukan oleh sebanyak apa materi dan berbagai kesenangan hidup dapat diraih. Taraf hidup masyarakat yang rendah dan jauh dari kesejahteraan, pada akhirnya menjadikan perilaku curang menjadi hal biasa dilakukan oleh pengusaha ataupun para pedagang, agar bisa menjual produk dengan harga dan biaya produksi yang murah.
Ketiga, peran negara. Ri'ayah (pengurusan) negara terhadap rakyat dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam masalah ekonomi sangat kurang. Iklim usaha sangat sulit karena dikuasai oleh para kapital besar. Beban hidup rakyat, seperti kebutuhan ekonomi, pendidikan, juga kesehatan dirasa sangat berat tanpa ada jaminan dari negara. Bahkan, berbagai pelayanan umum bagi rakyat, dikomersilkan sebagai lahan bisnis.
Inilah realitas penerapan sistem kapitalis sekuler, yaitu sistem yang berdasarkan manfaat dan materi semata. Sistem ini menjadikan penguasa hanya sebagai regulator, yang sangat berpihak kepada para kapitalis besar, bukan sebagai pengurus rakyat.
Solusi yang diberikan dalam mengatasi masalah hanyalah tambal sulam yang tidak solutif, bahkan malah menambah masalah baru. Ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme telah gagal memberikan solusi atas problematika rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki solusi untuk semua problematika yang terjadi tersebut, termasuk masalah ekonomi dan praktik-praktik curang yang kian marak dilakukan. Caranya, yaitu dengan menghadirkan pribadi-pribadi bertakwa melalui sebuah proses edukasi, seperti aktivitas pengajian-pengajian Islam dan dakwah Islam oleh para da'i atau da'iyah.
Dengan begitu, akan terwujud kesadaran masyarakat yang peduli dan konsisten dalam berpegang terhadap Islam melalui aktivitas amar makruf nahi mungkar, kemudian akan mengarah pada terwujudnya kehidupan masyarakat Islam yang menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Di tataran negara, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat dengan menerapkan Islam kaffah melalui pengelolaan SDA secara mandiri untuk kemaslahatan rakyat. Pemerintah membuka lapangan pekerjaan selebar-lebarnya bagi rakyat, menciptakan iklim usaha yang sehat dan bersih dari hukum-hukum yang curang, serta mengawasi mekanisme pasar. Pemerintah melakukan inspeksi untuk menindak para pelaku usaha atau pedagang yang melakukan kezaliman dan kecurangan, seperti penggunaan zat-zat berbahaya pada makanan atau minuman yang akan membahayakan kesehatan.
Selain itu, sanksi yang tegas diberlakukan oleh negara, sehingga berefek jera kepada para pelaku, ataupun masyarakat secara umum. Hal ini akan mencegah adanya pedagang yang curang karena dorongan kebutuhan hidup. Dengan demikian, hak-hak masyarakat akan terpenuhi.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media