Tinta Media - Sebuah kabar beredar bahwa ratusan siswi di Ponorogo
mengalami putus sekolah karena hamil diluar nikah. Berita tersebut bermula
dari banyaknya pengajuan dispensasi nikah bagi kalangan remaja. Dilansir dari www.liputan6.com
sekitar 266 pemohon untuk tahun 2021, 191 pemohon pada tahun 2022, dan 7
pemohon di awal tahun 2023. Dispensasi nikah ini diajukan karena meningkatnya
kasus hamil di luar nikah.
Bak gunung es, peristiwa hamil diluar nikah
sebenarnya bukan hal yang baru, karena banyak kasus serupa terjadi, hanya saja
tak muncul di permukaan. Fenomena remaja yang masih sekolah lalu harus berhenti
studi dan jadi ibu, juga bukan hal yang aneh saat ini. Masyarakat menganggapnya
sebagai hal yang lumrah tapi salah kaprah. Di Indonesia, budaya Timur masih dipakai
sebagai standar nilai moral, kultur keislaman juga masih jadi patokan
masyarakat walau sudah cenderung pudar. Namun, jika seks bebas dan hamil di
luar nikah ini menjangkit di tengah remaja muslim, maka itu sebuah hal yang
patut untuk disoroti.
Apa yang sebenarnya menjadi faktor maraknya seks bebas
dan fenomena meningkatnya hamil di luar nikah? Berbagai upaya sudah dilakukan
untuk menekan meledaknya angka, tapi kasus tetap terjadi. Mulai dari kampanye
kesehatan reproduksi dan kondom. Seruan untuk setia dengan satu pasangan, demi
menghindari penyakit menular seksual, bahkan sampai diserukan untuk pacaran
sehat. Sebuah ironi terjadi di Indonesia yang mayoritas muslim, tapi pergaulan
bebas begitu nyata terasa. Budaya pacaran bukan hal yang tabu, dan menjadi life style bagi para pemudanya. Jika
sudah demikian, seks bebas menjadi sebuah keniscayaan yang akan tetap menjerat
generasi muda negeri ini.
Kerusakan ini semua bersumber dari pola hidup liberal
yang saat ini dianut oleh manusia. Sebuah kerusakan tersistem karena sudah
dibuangnya nilai agama dari kehidupan. Pandangan hidup sekuler begitu
menggurita, tanpa sadar sudah melampaui batas-batas yang digariskan oleh Tuhan.
Jika terjadi kerusakan pada sistem semesta dan manusia, itu salah manusia
sendiri.
Individu-individu liberal ini hanya lahir dan diciptakan dari sistem sekuler. Individu yang bahkan tak tahu garis batas halal haram dalam segala aktivitas. Individu yang lebih memperturutkan hawa nafsu dan kesenangan duniawi, tanpa berpikir panjang akibatnya. Individu yang lemah akidahnya, dan tak paham konsekuensi keimanan. Sistem sekuler yang membuat kepribadian generasi Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang labil, mudah stress, dan lemah iman.
Generasi muda yang lahir dari keluarga yang tidak optimal dalam menjalankan perannya dalam memahamkan nilai agama pada anak-anaknya, juga menjadi sorotan penyumbang kerusakan yang terjadi. Keluarga adalah madrasah pertama dan utama dalam mendidik, mengembangkan potensi kebaikan dan kebenaran anak-anak. Peran orang tua sangat penting dalam memahamkan anak-anaknya agar memiliki keimanan yang kuat, dan selalu terikat pada hukum-hukum syara’. Keluarga yang labil dan tak berpondasikan keimanan pada Allah hanya akan melahirkan anak-anak yang tak tahu standar hidup yang benar.
Liberalisme yang lahir dari
sekularisme ini menjadikan tatanan masyarakat menjadi kacau. Nasab pun hancur
karena maraknya perzinaan. Jika hal ini tetap terjadi dan masyarakat cenderung
mendiamkan dan tak mengubah keaadaan, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi ke
depannya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah lingkungan dan masyarakat yang
paham dalam menjalankan peran menasihati kepada kebenaran dan mencegah
kemungkaran terhadap anggota masyarakatnya.
Penguasa yang mengabaikan
nilai-nilai agama, cenderung sekuler hanya akan membuat kebijakan-kebijakan
yang berasaskan pada manfaat dan tambal sulam. Kebijakan penguasa sekuler hanya
akan melanggengkan sebuah kebrobrokan masyarakatnya, karena solusi yang diambil
dan dilakukan tidak menyentuh dasar permasalahan. Jelas sekali bahwa seks bebas
terjadi karena liberalisme sekuler. Maka seharusnya penguasa melakukan edukasi
yang sesuai dengan nilai agama, dan segera menerapkan sistem yang benar yang
sesuai dengan fitrah manusia. Memperbaiki ikatan yang ada di tengah masyarakat
agar sesuai dengan Islam.
Sejumlah besar remaja muslim dalam sistem sekuler, jika salah mengarahkan hanya akan menjadi generasi sampah. Sekularisme yang tumbuh subur di negeri ini menjadi ancaman setiap saat bagi generasi muda. Jika makin sekuler, maka semakin tidak kenal agama. Agama hanya dijadikan identitas belaka. Padahal Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, bahkan sampai tataran negara. Maka buang jauh sekularisme sebagai induk liberalisme, gaya hidup bebas yang merusak manusia dan semesta. Pahami, terapkan, dan dakwahkan Islam, agar para pemuda kembali memeluk agamanya dan mereka selamat dunia akhirat.
Oleh : Hayyin
Sahabat Tinta Media