Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menerangkan kisah teladan seorang penuntut ilmu yang memperoleh kemuliaan karena telah berkhidmat atau melayani gurunya.
"Sebuah kisah yang menarik dari seorang qadhi yang memperoleh kemuliaan karena telah berkhidmat atau melayani gurunya," tuturnya pada kajian rutin Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (24/1/2023).
Ia mengisahkan, seorang qadhi, Al-Imam Fakhruddin Al-Arsabandy, yang merupakan kepala atau pimpinan di sebuah Kota Marwa. "Bahkan seorang penguasa atau Sultan pun sangat menghormatinya dengan memberikan penghormatan setinggi-tingginya. Lalu Ia pun membuka rahasia mengapa ia diberi kemuliaan oleh banyak manusia," tuturnya.
"Ia pernah berkata, 'Sesungguhnya saya mendapatkan kedudukan atau posisi seperti ini dengan berkhidmat atau melayani guru saya, dan sesungguhnya saya melayani ustadz saya yang bernama Al-Qadhi Al-Imam Abu Zaid Ad-Dabusi, saya melayaninya, dan memasak makanan untuknya selama tiga puluh tahun dan tidak memakan darinya sedikit pun'," lanjutnya.
Bunda, sapaan akrabnya juga menegaskan bahwa pentingnya berkhidmat kepada guru. Proses menuntut ilmu tidaklah sebentar. Tidak cukup hanya satu atau dua tahun. Pada masa dahulu menuntut ilmu itu bertahun-tahun bahkan ada yang sampai 30 tahun, berkhidmat atau melayani dan memuliakan gurunya. Maka sangat disayangkan jika kondisi saat ini para santri selalu berharap dilayani gurunya. Padahal melayani guru adalah adab untuk para penuntut ilmu.
"Ada seorang Asy-Syekh Imam yang mulia Syekhul Imam, mataharinya umat atau cahayanya umat, Al-Halwani Rahmatullah alaih, keluar dari kota Bukhara dan tinggal di suatu desa untuk beberapa hari. Karena suatu kejadian yang menimpanya. Semua muridnya mengunjunginya kecuali Asy-Syekh Al-Imam Al-Qadhi Abu Bakar bin Muhammad Az-Zurnujii Rahmatullah alaih, kemudian guru tersebut bertanya kepada muridnya saat bertemu, "Kenapa kamu tidak mengunjungiku?" Ia menjawab, "Sesungguhnya saya sedang sibuk melayani ibu saya." Gurunya berkata, "Kamu akan mendapatkan berkah umur yang panjang, tapi tidak mendapat rizki berupa keindahan dan kenikmatan-kenikmatan ilmu." Demikianlah ternyata benar. Al-Imam Abu Bakar bin Muhammad Az-Zarnuji menghabiskan lebih banyak waktunya di desa dan tidak teratur belajarnya. Rasa kecewanya seorang guru ternyata berpengaruh kepada keberkahan dan kenikmatan ilmu," bebernya.
Setelah membeberkan tentang kisah Syekh Imam tersebut, Bunda berpesan betapa pentingnya berkhidmat atau memuliakan seorang guru. Jangan sampai membuatnya kecewa atau sakit hati.
"Maka jika seorang guru tersakiti oleh muridnya, maka murid tersebut terhalang mendapatkan keberkahan ilmu, dan ia tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu itu kecuali hanya sedikit," ungkapnya.
Ia juga membacakan sebait syair. Sesungguhnya seorang guru dan dokter keduanya sama. Tidak akan memberikan nasehat jika tak dihormati. Maka, bersabarlah dengan penyakitmu jika kamu tidak sopan kepada dokter. Dan nikmatilah kebodohanmu jika kamu kurang ajar kepada guru.
"Syair tersebut memberikan pelajaran kepada kita sebagai penuntut ilmu pentingnya memuliakan seorang guru atau pun dokter agar ilmu yang diperoleh mendapat keberkahan," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai