IJM: Aroma Kebijakan Pangan Negeri Ini Kental Kepentingan Oligarki dan Kapitalis - Tinta Media

Senin, 09 Januari 2023

IJM: Aroma Kebijakan Pangan Negeri Ini Kental Kepentingan Oligarki dan Kapitalis

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menegaskan bahwa aroma kebijakan pangan dalam negeri masih kental dengan kepentingan oligarki dan para kapitalis.

“Aroma kebijakan pangan dalam negeri masih kental dengan kepentingan oligarki dan para kapitalis,” tegasnya dalam Program Aspirasi: Harga Beras Mahal, Pemerintah Gagal? Kamis (29/12/2022) di kanal Youtube Justice Monitor.

Misalnya terkait untuk mendapatkan benih yang berkualitas, pupuk yang murah, sistem pendukung lain yang memudahkan petani untuk berproduksi, menurutnya, itu sangat kental dengan oligarki dan para kapitalis.

“Nyatanya untuk memenuhi itu semua cenderung berorientasi pada kepentingan kapitalis, misalnya soal benih yang berkualitas, siapa yang diuntungkan dari pasokan benih, siapa yang akan mendapat keuntungan dari pasokan pupuk dan sarana produksi pertanian yang lain, termasuk sistem pendukung yang lain,” ungkapnya.

Ia menilai keberpihakan yang ada saat ini cenderung kepada para pemegang modal, para oligarki dibilang pertanian, karena dibilang pertanian.

“Itu yang mendapatkan keuntungan besar sementara petani tidak mendapat keberpihakan,” ujarnya.

Ia mengkritik keadaan negeri ini yang merupakan negara agraris dengan lahan pertanian yang luas, iklim yang mendukung (walaupun ada climate change), tetapi swasembada pangan yang berkelanjutan dan berkesinambungan tidak bisa terwujud.

“Padahal di Indonesia ini masih memungkinkan untuk dikembangkan pertanian serta masih ada masyarakat yang masuk di dunia pertanian,” kritiknya.

Penerapan ideologi yang berpihak kepada kapitalisme neo-liberal telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung para kapital. Itulah persoalan sehingga muncul problem pada produksi, distribusi, monopoli l, penimbunan, petani tidak tertarik masuk pertanian, dan lain sebagainya.

“Para kapital akan mengeluarkan uang untuk memperkuat keputusan-keputusan atau electronic yang ada di negeri ini,” ucapnya.

Selama ini, menurut Agung, negeri ini menganut sistem demokrasi yang dalam pengambilan kebijakan dan peraturan itu cenderung berpihak kepada para kapitalis, pemodal, para oligarki yang berada di sekitar penguasa.

“Mereka senantiasa lebih diuntungkan daripada rakyat kecil, termasuk dalam konteks ini adalah para petani. Alhasil kebijakan pangan dalam sistem demokrasi hari ini tidak mewujudkan kementerian pangan dan akhirnya menimbulkan masalah di tengah masyarakat,” tuturnya.

Menurutnya, harus ada pembenahan dan penataan ulang dengan serius dalam bidang pertanian. Dan Islam memiliki politik ekonomi yang clear terkait dengan pertanian.

“Dalam Islam, pertanian itu tidak bisa terpisahkan dari politik ekonomi Islam. Di mana akan menghasilkan kebijakan yang serius arahnya dalam menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok, primer tiap individu masyarakat secara keseluruhan,” bebernya.

Yakni terpenuhi seluruh kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan layak, dan ada peluang-peluang masyarakat mendapatkan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya dengan baik dalam rangka mewujudkan politik ekonomi Islam.
“Di sinilah perlunya politik pertanian Islam dijalankan untuk terpenuhinya pangan dengan baik di tengah masyarakat,” ucapnya.

Ketahanan Pangan Islam

Agung mengatakan, jaminan ketahanan pangan yang baik diperlukan politik pertanian Islam yang dijalankan di tengah-tengah kehidupan. Ia menerangkan bahwa politik pertanian Islam membahas beberapa sektor, yakni sektor produksi, sektor pengolahan, sektor perdagangan, dan jasa.

Islam memiliki aturan yang kompleks terkait prinsip pengurusan ketahanan pangan, meliputi:

Pertama, optimalisasi produksi. “Bagaimana mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan, yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok dengan baik,” ujarnya.

Ia mengatakan ada peran berbagai aplikasi sains dan teknologi dalam optimalisasi produksi.

“Bagaimana lahan yang cocok untuk benih, ini dicari teknik irigasi, kemudian pemupukan, penanganan hama hingga pemanasan, dan pengolahan pascasarjana panen,” katanya.

Optimalisasi produksi membutuhkan lahan sehingga tidak boleh ada lahan yang tidur, tidak diolah oleh pemiliknya. “Bagi siapa saja yang memiliki lahan pertanian kemudian tidak diolah selama tiga tahun maka kepemilikannya bisa dicabut oleh negara dan diserahkan pada pihak lain yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengolah  lahannya menjadi produktif untuk pertanian,” jelasnya.

Kedua, manajemen logistik. Di mana masalah pangan itu terkait dengan hal-hal yang menyertainya, misalnya irigasi, pupuk, pengobatan anti hama.

“Manajemen logistik ini benar harus dikendalikan oleh negara, jangan sampai nanti swasta berperan habis,” tegasnya.

Menurutnya, manajemen logistik ini butuh memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara efektif pada saat ketersediaannya mulai berkurang.

“Di sini juga teknologi pasca panen menjadi penting, jadi logistik untuk sarana produksi pertanian dapat diperoleh dengan murah sehingga petani bisa bertahan dengan baik dan mendapatkan keuntungan,” ucapnya.

Ketiga, prediksi iklim, yakni analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam, seperti curah hujan, kelemahan udara, penguatan air, serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi ini yang perlu dilakukan.

Keempat, motivasi bencana ketahanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.

“Kita tahu hari ini terjadi climate change, kita harus mengupayakan agar perubahan iklim ini tidak mengganggu Indonesia semakin parah. Di sinilah perlu melakukan mitigasi rencana kerawanan pangan,” tuturnya.

Ia mengakhirinya dengan menegaskan bahwa prinsip-prinsip ketahanan pangan harus ditata sedemikian rupa dan ditunjang dengan sistem ekonomi Islam yang baik.

“Jadi tidak hanya berhenti pada konteks prinsip-prinsip ketahanan pangan dalam Islamnya saja tapi juga didukung yang lainnya, misalnya terkait kepemilikan umum karena nanti untuk subsidi petani dan sebagainya butuh pasokan sumber daya yang lain,” ujarnya.

“Dengan adanya pemasukan yang tinggi di bidang kepemilikan umum nanti bisa diarahkan untuk memenuhi subsidi pupuk untuk petani, semua ini mesti dilakukan dengan baik,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

https://youtu.be/MeQJOLx5niw
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :