Gus Uwik: Narasi Radikalisme dan Terorisme adalah Agenda Barat - Tinta Media

Jumat, 13 Januari 2023

Gus Uwik: Narasi Radikalisme dan Terorisme adalah Agenda Barat

Tinta Media - Peneliti Pusat kajian Peradaban Islam Gus Uwik membenarkan jika narasi radikalisme dan terorisme adalah agenda Barat dengan tujuan yang jelas yaitu perang pada Islam.

“Narasi radikalisme dan terorisme adalah agenda Barat dengan tujuan yang jelas yaitu perang pada Islam,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (12/1/2023).

Setelah war on terrorism (WoT), ia menyatakan kini umat Islam disibukkan dengan war on radicalism (WoR). “Sejak kapan? Bisa dirunut ke belakang ketika pada tahun 2003 terbit dokumen Rand Corporation berjudul, “Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies”. Dokumen ini berisi kebijakan AS dan sekutunya atas Dunia Islam. Intinya, mempeta-kekuatan (mapping), sekaligus memecah-belah dan merencanakan konflik internal di kalangan umat Islam melalui berbagai pola untuk mencegah kebangkitan Islam,” bebernya.

Menurutnya , setidaknya ada empat agenda dan strategi pecah-belah yang termaktub dalam kedua dokumen tersebut? 

Pertama, upaya umat Islam untuk kembali pada kemurnian ajaran, setelah periode keterbelakangan dan ketidakberdayaan Dunia Islam yang panjang dianggap sebagai ancaman bagi Barat, terhadap peradaban dunia modern dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban).

Kedua, agar tidak menjadi ancaman, Dunia Islam harus dibuat ramah terhadap demokrasi dan modernitas serta mematuhi aturan-aturan internasional untuk menciptakan perdamaian global.

Ketiga, karena itu diperlukan pemetaan kekuatan dan pemilahan kelompok Islam untuk mengetahui siapa kawan dan lawan. “Mereka membagi umat Islam ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan syariat Islam; (2) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan; mereka berpegang pada substansi ajaran Islam tanpa peduli pada formalisasinya; (3) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas; (4) Sekularis: kelompok masyarakat Islam sekular yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara,” urainya.

Keempat, terhadap tiap kelompok ditetapkan strategi masing-masing. “Sasaran utamanya adalah bagaimana menghadapi kaum fundamentalis, yaitu: menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak-akuratannya; mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian atas perbuatan kekerasan kaum fundamentalis, ekstremis dan teroris; kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan; mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan, dan tak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris; mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis,” ungkapnya.

Untuk menyukseskan agenda ini, lanjutnya, Barat mengembangkan apa yang disebut War on Radicalism (WoR). Barat tahu gagasan kembalinya peradaban Islam yang dibentuk melalui penerapan syariah secara kaaffah tidak akan pernah benar-benar bisa dihilangkan dari benak umat Islam. Termasuk soal Khilafah. “Mereka tahu, itu semua adalah ajaran Islam, dan telah menjadi bagian dari sejarah Dunia Islam yang tidak mungkin dihapus begitu saja. Melawan itu semua bagaikan menghalangi terangnya siang dan gelapnya malam. Tak mungkin. Namun, mereka juga tidak mungkin membiarkan. Tidak mungkin juga terang-terangan menyerang Islam sehingga harus dibungkus dengan sebuah istilah yang lebih dulu dicitraburukkan. Itulah radikal dan radikalisme Islam,” ujarnya.

Gus Uwik juga menyampaikan Barat mengatakan radikalisme adalah akar dari terorisme. Semua pelaku teroris berpaham radikal. Radikalisme sama bahayanya dengan terorisme. “Jadi, memerangi terorisme (war on terrrorism) harus disertai memerangi radikalisme (war on radicalism). Soal apa definisi radikalisme, tak penting. Seperti juga terorisme, nyaris tanpa definisi. Penguasalah yang mendefinisikan. Termasuk yang menentukan siapa yang radikal dan siapa yang bukan,” imbuhnya.

Atas nama memerangi radikalisme, ia menjelaskan kini hal itu menjadi senjata ampuh untuk menghalangi dakwah, khususnya dakwah politis – ideologis, menyingkirkan lawan politik dari mimbar-mimbar umat, termasuk sangat efektif menjadi alat untuk mempersekusi siapa saja yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh penguasa. “Jadilah war on radicalism topeng atau mask, dipakai oleh kaum islamophobia yang sudah lama gerah melihat perkembangan dakwah Islam yang memang sangat marak sejak beberapa dekade terakhir,” ucapnya.

Gus Uwik mencontohkan ada pejabat tinggi pengidap islamofobia yang seolah mendapat peluang, terang-terangan mengatakan bahwa radikalisme di kampus sudah berkembang sejak tahun 80-an, dan kini sudah merambah ke sekolah-sekolah dari sekolah menengah hingga sekolah dasar.

“Jadi jelas, itu agenda barat. Dan banyak yang membebek bahkan mengasongkannya. Sungguh sangat disayangkan," pungkasnya.[] Erlina
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :