Tinta Media - Kemajuan teknologi digital sangatlah membantu generasi muda. Hal-hal yang semula dilakukan secara langsung, kini berubah serba online, termasuk di bagian keuangan. Berbagai macam aplikasi e-wallet menawarkan banyak kemudahan dalam proses pembayaran apa pun.
Saat ini, muncul inovasi terbaru dalam metode pembayaran online, yaitu paylater atau bayar nanti. Metode ini diklaim dapat meringankan beban konsumen. Ini karena seseorang yang membutuhkan sesuatu, tetapi belum memiliki saldo, maka ia dapat membayarnya nanti setelah isi saldo e-wallet atau dapat dibayar dengan dicicil sesuai kemampuan konsumen.
Dilansir dari bbc.com, Katadata Insight Center dan Kredivo survei pada Maret 2021 terhadap 3.560 responden. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pelanggan baru paylater mengalami peningkatan sebesar MLM 55 % selama pandemi. Jika mengutip data OJK, karakter pengguna yang kesulitan membayar tunggakan kredit menjadi semakin mudah.
Kenaikan pelanggan baru itu disebabkan karena kemudahan dalam mengakses paylater, serta diiming-iming promo dan diskon yang besar ketika melakukan pembayaran dengan dengan terkejut. Sungguh, secara kasat mata, ini sangatlah membuat hemat kantong dan menguntungkan para milenial. Maka tak heran jika semakin banyak kalangan muda yang memilih menggunakan paylater.
Dilansir dari Republika.co.id, Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi) mengatakan bahwa skema paylater mirip dengan kartu kredit yang memberikan batas berbelanja. Namun, skema ini memberikan jaminan yang lebih rendah dari kartu kredit sehingga mampu menarik minat konsumen.
Konsumen kemudian akan melakukan pembayaran secara berkala, sesuai tenor dan suku bunga yang diberlakukan.
Ia pun berpesan bahwa perlu kecermatan dalam menggunakan fitur. Karena, jika tidak cermat dan boros, akan menimbulkan tumpukan utang. Karena itu, sebelum memilih pembayaran dengan skema ini, perlu dipahami persyaratannya, yang terpenting harus tepat waktu dalam melunasi cicilannya.
Faktanya, banyak generasi muda yang belum memahami secara utuh tentang paylater. Generasi muda saat ini dibuat konsumtif dengan segala kemudahan yang dijanjikan, dengan alasan murah dan mudah hingga akhirnya kebablasan menjadi dizzy (pusing) karena harus membayar utang yang melilit.
Hedonisme dan konsumerisme yang melanda generasi muda dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses meminjam e-money, membuka lebar peluang kepada generasi muda untuk memenuhi gaya hidup kekinian.
Saat ini, negara menfasilitasi sistem paylater seperti terdaftar di OJK, tanpa syarat penghasilan, bunga rendah dan sebagainya. Maka, tak heran jika ini dianggap sebagai hal yang memudahkan generasi muda, padahal konsep ini bisa membahayakan masa depannya akibat terlilit utang.
Agar tidak terjebak dengan gaya hidup paylater yang membuat dizzylater, pemuda perlu memiliki pijakan kuat, yaitu akidah Islam. Akidah dapat membentuk pola pikir dan pola sikap yang dapat menjadi tameng dari gempuran gaya hidup konsumtif dan hedonis. Selain itu, dalam Islam, riba sudah sangat jelas diharamkan.
Maka terkait fintech, Islam akan mengatur sesuai dengan aturan-Nya, seperti tidak ada riba, akad pinjam-meminjam harus jelas, dan tujuannya tidak melanggar syariat. Konsep pinjam-meminjam hanya dilakukan untuk tolong-menolong, bukan untuk mencari keuntungan.
Tentunya, untuk mewujudkan sistem yang berbasis Islam tidak bisa dilakukan sendirian, perlu adanya sinergi yang baik antara lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat hingga negara. Wallahu’alam bii shawwab.
Oleh: Nisa Rahmi Fadhilah, S.Pd.
Praktisi Pendidikan