Tinta Media - Bodoh! Ungkapan kasar terpaksa harus disematkan pada seorang remaja yang nekat menghadang sebuah truk yang sedang melaju. Alhasil, pemuda tersebut pun tewas di tempat. Peristiwa yang terjadi di Bogor pada Kamis tersebut adalah kejadian kedua setelah sebelumnya terjadi di Bandung.
Kejadian semacam itu tentu menimbulkan keresahan di masyarakat. Belum lagi, aksi tawuran para pemuda yang baru-baru ini kembali marak. Seperti di Tangerang, Polres Metro Tangerang Kota mengamankan 72 remaja yang hendak tawuran di Neglasari, Kota Tangerang, Minggu (15/1/2023). Mirisnya lagi, mereka dicurigai tawuran usai menenggak minuman keras dari barang bukti yang didapatkan aparat di lokasi kejadian.
Tak hanya itu, bahkan seorang remaja di Belawan menjalani operasi toraks usai menjadi korban panah saat tawuran antarremaja. Hanya dengan mendengarnya saja sudah membuat merinding.
Begitulah potret kebanyakan remaja hari ini, sebuah potret kegagalan di saat mereka seharusnya disibukkan dengan aktivitas mengejar mimpi dan cita-cita. Yang terjadi, mereka justru disibukkan dengan aktivitas yang sia-sia dan membuang waktu.
Tawuran, aksi nekat, dan kriminalitas remaja adalan contoh efek buruk liberalisme dalam kehidupan. Ketua Komnas Anak Provinsi Banten Hendry Gunawan mengatakan bahwa dalam enam bulan terakhir, Mei hingga November 2022, sebanyak 286 anak terlibat dalam aksi tawuran antarkelompok. Dari jumlah itu, 4 anak meninggal dunia karena mengalami luka senjata tajam. Itu baru angka di Provinsi Banten, belum lagi di daerah lain.
Tawuran dan aksi anarkis yang meresahkan tersebut angkanya selalu meningkat tiap tahun. Perilaku anarkis tersebut sengaja dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat.
Mereka sudah tak lagi merasa bahwa perbuatan mereka itu sangatlah tidak terpuji. Sebaliknya, mereka merasa bangga jika masyarakat atau remaja lain takut dengan geng atau kelompoknya. Dengan asas kebebasan, mereka menunjukan eksistensi, meskipun dengan cara yang salah.
Inilah harga yang harus dibayar akibat penerapan liberalisme di kalangan remaja. Hidup mereka terombang-ambing dengan gaya hidup serba bebas. Mereka menjadi generasi miskin visi dan misi. Orientasi kehidupan mereka hanyalah kesenangan materi dan kepuasan nafsu semata. Tidak jarang, banyak dari mereka yang hidup jauh dari agama karena menganggap agama hanyalah sebuah keyakinan yang mengekang kebebasan.
Penanganan terhadap tawuran saat ini dihentikan melalui tindakan di lapangan, seperti razia, penangkapan, dan sebagainya. Solusi semacam itu seperti mencabuti daun yang rapuh, tetapi tidak menyentuh akar.
Sejatinya, tawuran terjadi karena kurangnya keimanan, sehingga akidah mereka perlu diperhatikan. Ketika akidah kuat, mereka akan yakin dan memiliki visi-misi dalam kehidupan. Orientasinya pun akan berubah.
Mereka perlu diberi petunjuk jalan Islam agar bisa menemukan kembali jalan yang benar. Hanya dengan Islam generasi muda bisa bangkit dengan visi-misi Islam. Wallahu'alam bishawwab.
Oleh: Isti Rahmawati, S.Hum.
Pegiat Literasi Islam