Tinta Media - Bak jamur di musim hujan, fenomena konten memohon bantuan di media sosial Tik Tok atau disebut "pengemis online" menjamur di banyak negara, termasuk Indonesia.
Konten eksploitasi diri sendiri hingga orang lain banyak dilakukan warganet dengan tujuan mendapatkan hadiah di fitur platform Tik Tok. Di Tik Tok ada harga dari setiap hadiah virtual yang diberikan. Harga 1 koin Tik Tok sekitar Rp250 dan biasanya berupa gambar bunga mawar, kopi, atau kerucut es krim. Untuk hadiah virtual bergambar singa memiliki 29.999 koin atau harganya sekitar Rp7,4 juta, hadiah bergambar roket dan kastil fantasi nilainya kurang lebih Rp5 juta atau setara 2.000 koin. Hadiah virtual paling mahal yakni Tik Tok Universe yang dibanderol senilai 34.999 koin atau seharga Rp8 juta.
Kegiatan yang dilakukan pengemis online tersebut beragam mulai dari mandi lumpur, berendam di dalam kolam air kotor, hingga mengguyurkan diri selama berjam-jam. Mirisnya, objek eksploitasi tersebut merupakan orang tua atau lansia.
Menteri Sosial RI Tri Rismaharini mengeluarkan surat edaran setelah melihat fenomena pengemis online tersebut. Surat ditujukan kepada pemerintah daerah untuk melarang eksploitasi warga lanjut usia (lansia).
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meminta platform digital tersebut untuk take down terkait berbau pengemis online.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan bahwa fenomena pengemis online ini bukan hal yang baru, tetapi meluas sejak pandemi Covid-19 yang berefek pada perekonomian masyarakat. Saat itu banyak pekerja mengalami PHK.
Menurut Devie, ada beberapa sebab mengapa konten pengemis online ini dianggap menguntungkan, di antara:
Pertama, karena mudah, murah, dan lebih luas potensi cakupan orang-orang yang bisa dimintai pertolongan.
Kedua, kemungkinan kecanduan obat-obatan terlarang sehingga cara paling gampang mendapatkan uang adalah dengan pura-pura minta pertolongan.
Ketiga, karena ada kebutuhan "gaya hidup" yang harus dipenuhi sehingga memilih jalan pintas semacam itu. (BBC Indonesia, 13-1-2023).
Menurut salah satu pemeran konten pengemis online, Nenek Layar Sari (55), alasannya mau melakukan mandi lumpur live di Tik Tok, karena lebih mudah mendapatkan uang daripada bekerja di sawah.
Inilah fenomena masyarakat di bawah sistem kapitalisme sekuler. Kebahagian disandarkan pada kesenangan dunia, yakni mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Materi adalah segalanya. Manusia tidak bisa hidup tanpa materi. Itulah pemikiran yang diembuskan oleh sistem kapitalisme sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Umat dijauhkan dari syariat-Nya.
Bagaimana pandangan Islam mengenai fenomena ini?
Islam melarang meminta-minta sebagaimana sabda Nabi saw., "Barang siapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya." (HR Muslim no. 1041).
Solusi yang diberikan oleh Rasulullah saw. pada masa pemerintahan beliau ketika ada seorang pemuda yang meminta-minta adalah dengan menyuruh pemuda itu untuk berusaha dengan kapak yang dimilikinya. Ini karena aktivitas mengemis dilarang.
Ada tiga pilar dasar yang harus diwujudkan untuk menyelesaikan permasalahan di atas dan segala permasalahan yang terjadi saat ini.
Pertama, ketakwaan individu di masyarakat harus terjaga, senantiasa terikat pada aturan Allah Swt. sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur alam semesta.
Kedua, adanya kontrol dari masyarakat, yaitu dengan adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Ali 'Imran ayat 104.
Ketiga, adanya institusi negara yang menerapkan aturan Allah Swt. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok warganya supaya tidak mengemis.
Negara membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para pencari nafkah. Negara juga memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang murah, bahkan gratis bagi warga negaranya.
Jika tiga pilar di atas terwujud, maka fenomena pengemis online tidak akan ada. Yang ada adalah rakyat yang hidup sejahtera dalam naungan sistem Islam yang rahmatan lil alamin.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Naina Yanyan
Sahabat Tinta Media