Anak Bunuh Anak, Kok Bisa? - Tinta Media

Minggu, 22 Januari 2023

Anak Bunuh Anak, Kok Bisa?

Tinta Media - Tak bisa dibayangkan, bagaimana perihnya perasaan orang tua, terlebih seorang ibu saat mengetahui anak yang dilahirkannya telah diculik dan dibunuh secara sadis, organ tubuhnya diambil secara paksa, sungguh sangat keji!

Seperti halnya peristiwa tragis yang terjadi di Sulawesi baru-baru ini, menimpa seorang bocah berusia 11 tahun, Muh. Fadil Sadewa di Makassar dibunuh oleh dua orang remaja, AD (17) dan MF (15) dengan motifnya mengambil ginjal korban dan di jual, alasan para pelaku tergiur uang Rp1,2 miliar dari tawaran jual-beli ginjal di media sosial, para pelaku juga beralasan bahwa uang hasil menjual ginjal korban pembunuhan ini akan digunakan untuk membeli laptop dan juga membangun rumah.

Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel A. Pangerapan dalam siaran pers Kominfo, Keduanya terinspirasi tawaran penjualan ginjal dari mesin pencari asal Rusia, Yandex. Dan sebagai tidak lanjut permintaan dari Polri, Kemenkominfo juga mengatakan telah memblokir sebanyak tujuh laman jual-beli organ tubuh.

Kendati sangat miris, namun fakta bahwa kasus di atas, hanya salah satu dari banyaknya fenomena kejahatan yang terjadi di Indonesia dan tak bisa dinafikan bahwa semua adalah akibat dari sistem Kapitalisme sekuler yang di anut negara ini, selain sistem ekonomi kapitalisme menjadi akar kemiskinan, karena hanya berpihak kepada pemilik modal, bukan saja menimbulkan besarnya kesenjangan sosial, pandangan kapitalisme yang hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, tanpa batas halal haram, hingga memfasilitasi munculnya berbagai sikap negatif manusia, seperti individualisme, konsumerisme, dan materialisme.

Di tambah lagi sekulerisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, hingga menjadikan agama sebatas dalam lingkup individu saja. Asas kebebasan yang terus menggempur aqidah umat membuat batasan yang tidak jelas dalam kehidupan perseorangan maupun masyarakat, seolah-olah urusan duniawi hanya diurus oleh manusia saja. Mereka tidak lagi mementingkan keberadaan Tuhan atau kehidupan sesudah dunia. Padahal manusia membutuhkan suatu pegangan hidup yang asasnya tidak berubah untuk melawan musuh terbesarnya yaitu hawa nafsu. Sebab hawa nafsu pasti membawa manusia kepada jalan yang tidak diridhoi Allah SWT. 

Dan disadari atau tidak dari seluruh kolaborasi ini, akhirnya terjadilah penyimpangan orientasi hidup manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya. Manusia mulai terinspirasi untuk terus mengejar materi dan menumpuk kekayaan untuk menjadi bahagia. Seolah standar kebahagiaan hanyalah materi, rasa haus akan uang juga telah memicu manusia, melakukan segala macam cara, dari menipu merampok, korupsi bahkan membunuh. 
 
Lalu, ketika arus globalisasi membawa perkembangan teknologi semakin canggih, salah satunya internet, menjadi jaringan komunikasi dan informasi global, yang dapat memberikan manfaat maupun dampak negatif. Tanpa ada bekal aqidah kokoh mampukah manusia menghadapinya? Mampukah akal memilih dengan bijak? Terlebih internet juga telah mengkonstruksi dunia maya menjadi dunia tanpa batas, dunia kebebasan, yang bisa dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa pun. Semua manusia yang menggunakannya disediakan ruang yang sebebas-bebasnya, sementara di dalam sistem busuk ini, peran negara di minimalisir. Seolah hanya berdiri sebagai sales yang mempromosikan bisnis para kapitalis.

Akhirnya, banyak orang, bahkan termasuk anak-anak yang tidak terlindungi dari konten atau informasi negatif yang ada di internet, sehingga dengan sengaja atau tanpa sengaja mereka bebas masuk pada link atau situs yang menyesatkan. Padahal sangat penting bagi negara untuk menentukan sikap yang tegas, memberi keamanan konten atau proteksi, guna melindungi rakyatnya. Bukan hanya menjadi pemadam kebakaran, yang panik hanya pada saat kejadian. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Imam atau negara adalah junnah (perisai). Sebagaimana layaknya perisai, artinya ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap rakyatnya. Termasuk dalam penjagaan aqidah, Sebab perkara aqidah bukan semata tanggung jawab individu, tetapi butuh masyarakat yang akan senantiasa melakukan ammar ma'ruf nahi munkar. Dan terlebih lagi butuh Negara.

Dalam hal ini adalah tugas negara menanamkan akidah Islam yang sahih melalui pendidikan yang diselenggarakan dimulai dari pendidikan tingkat dasar, menengah hingga tingkat tinggi. 
Kurikulum wajib berdasarkan akidah Islam, menerapkan hukum-hukum Islam yang tegas dan jelas memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan. Serta menyortir berbagai tayangan atau informasi, guna menutup celah, baik digital atau elektronik dan hanya mengizinkan tayangan yang menambah keimanan dan ketakwaan.

Dengan begitu meniscayakan terwujud masyarakat Islam yang menjadikan Al-Qur'an dan Hadis sebagai kerangka acuan dalam kehidupannya. Dan memiliki sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh agama Islam dan hanya berorientasi pada nilai-nilai ketakwaan hingga memungkinkan berjalannya mekanisme amar ma’ruf nahi munkar.

Terlebih kita memahami bahwa hidup manusia bagaikan lalu lintas, yang berjalan bersama dengan kepentingan berbeda, maka apabila tidak ada peraturan yang pasti dalam kehidupan, terjadilah banyak kekacauan, sungguh hanyalah Islam adalah agama paripurna yang mencakup segala aspek kehidupan termasuk masalah-masalah negara. 
Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, terlebih negara, 
peranan agama sangat diperlukan dalam
menegakkan negara. 

Semoga saja peristiwa tragis ini, yang bukan hanya menggores perih di hati orang tua korban, namun juga seluruh rakyat Indonesia, mampu menyadarkan umat, tentang pentingnya bagi kita memiliki negara yang berasaskan Al-Qur'an dan sunnah, karena melalui tatanan syariah meniscayakan terciptanya individu yang bertakwa, serta alur lalu lintas kehidupan yang lebih baik, sebagaimana dahulu di contohkan oleh Rasulullah Saw.
Wallahu'alam bissawab.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :