80 Persen Permintaan Dispensasi Menikah Jawa Timur karena Hamil Duluan - Tinta Media

Selasa, 31 Januari 2023

80 Persen Permintaan Dispensasi Menikah Jawa Timur karena Hamil Duluan

Tinta Media - Jurnalis Asri Supatmiati mengungkapkan fakta dari data yang meminta dispensasi pernikahan di Jawa Timur mayoritas adalah anak-anak usia berseragam sekolah yang rata-rata usianya 15 sampai 19 tahun dan 80 persen di antaranya adalah karena hamil duluan.

“Melihat fakta terbaru dari data yang ada, rata-rata yang minta dispensasi pernikahan di Jawa Timur adalah anak usia seragam sekolah yang usianya 15 sampai 19 tahun dan 80 persen di antaranya adalah hamil duluan,” tuturnya dalam Ngopi (Ngobrol Politik Pagi Hari) : Dispensasi Nikah, Indonesia Darurat Seks Bebas di kanal youtube Peradaban Islam ID, Ahad (29/1/2023).

Sebagai jurnalis, ia menyampaikan jika ada suatu hal diberitakan dan terblow-up, biasanya wartawan-wartawan media lain di wilayah lain akan mendatangi sumber data yang sama di wilayahnya masing-masing. Akhurnya secara nasional bermunculan berita-berita permintaan dispensasi menikah di wilayah lain dan ternyata secara nasional datanya cukup besar mencapai angka jutaan.

Asri mengutip data BPS tahun 2020 ada 1.220.900 anak sudah melakukan seks pranikah. Sedangkan BKKBN mencatat 46 persen, berarti 4 dari 10 anak anak usia 15 sampai 19 tahun sudah melakukan hubungan intim atau hubungan seks pranikah. “Jadi memang sangat tinggi dan Indonesia Indonesia masuk peringkat ke-10 di antara negara-negara di dunia untuk kasus perkawinan anak terbesar. Ini prestasi yang memprihatinkan,” bebernya. 

Ia tidak mempermasalahkan menikah di bawah usia 19 tahun, yang dinarasikan sebagai pernikahan dini, asalkan pernikahan tersebut adalah pernikahan yang betul. Pernikahan dengan persiapan karena memang sudah waktunya. Yang menjadi permasalahan, lanjutnya adalah pernikahan dini yang terjadi karena sebelumnya telah melakukan seks pranikah atau zina.

“Dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 16 tahun 2019 menyebut usia laki-laki dan perempuan menikah minimal 19 tahun. Artinya menikah di bawah usia 19 tahun dinarasikan sebagai pernikahan dini atau muda,” ucapnya. 
  
 
Asri merasa prihatin dengan banyaknya pelajar yang meminta dispensasi menikah karena hamil duluan. Menurutnya. Dari tahun-tahun sebelumnya sudah merebak perilkau seks bebas yang sebetulnya bagian dari dampak narasi beracun. 

“Narasi-narasi beracun yang ada di tengah-tengah remaja merasuk ke alam bawah sadar yang menganggap seks pranikah itu menjadi lumrah atau wajar. Jadilah istilah atau narasi beracun seperti seks pranikah ini seolah-olah kata-kata positif. Padahal hakekatnya itu adalah sesuatu yang buruk dan seks pranikah adalah zina. 

Menurut Asri, seharusnya anak-anak remaja diberitahu bahwa melakukan hubungan zina itu dosa dan termasuk perbuatan maksiat. “Minimal remaja ada warning atau alarm yang menginatkan bahwa ini adalah perbuatan jelek. Masalahnya di era liberalisasi seksual sekaran ini seolah-olah seks pranikah bukan sesuatu yang buruk. Belum lagi muncul istilah seks beresiko, kehamilan tidak diinginkan, hak reproduksi anak, consent sexual, pacaran sehat, dll,” ujarnya.   

Asri melihat agenda liberalisasi seksual ini ada perkembangan tahapan-tahapannya. Tahun 2007 pernah ramai ada rancangan undang-undang anti pornografi. “Dari situ terlihat bahwa di negara kita sedang ada upaya liberalisasi seksual yaitu bagaimana mengusung seks yang tadinya di ranah privat menjadi ranah publik. Akhirnya muncullah rangsangan-rangsangan seksual yang memapar ke generasi muda,” imbuhnya.

Dalam bukunya yang berjudul Indonesia dalam Dekapan Syahwat, Asri menulis ada tahapan-tahapan strategi yang sangat smooth atau halus dan tidak terasa hingga akhirnya menuju ke liberalisasi seksual. Salah satu yang semakin menggulirkan seks bebas adalah praktisi-praktisi atau penggiat seks bebas. Selain itu, lanjutnya, ada peran media massa terutama media 18+ yang menyajikan konten dewasa termasuk orang-orang perfilman juga punya andil menyebarkan konten seks bebas.

Melihat fakta kerusakan yang ada di tengah-tengah kita apapun bentuknya, Asri menghimbau agar kita secara pribadi bisa berkontribusi untuk menghadapi atau menyikapi dan merespon dengan posisi masingt-masing. “Bagi para orang tua ataupun juga saya selaku penggiat media ya kemampuan kita untuk ikut meng-counter dan berkontribusi sebagai bagian dari solusi atas persoalan umat ini. Karena ini persoalan cukup besar sementara kita mengharapkan perhatian itu dari pihak berwenang juga mungkin belum ada pernyataan keprihatinan,” tandasnya.

 Sebagai bagian dari individu muslim, Asri mengingatkan agar semua bisa berkontribusi dan melek literasi serta berupaya menambah khasanah dan wawasan pemikiran, serta meningkatkan kepedulian masyarakat. Tujuannya agar masyarakat bisa tersampaikan perspektif dan ada solusi yang mereka adopsi.

“Sebagai bagian dari masyarakat yang masih punya kepekaan dan nurani, jangan sampai kita tumpul dan hilang kepekaan terhadap persoalan-persoalan ini. Seharusnya kita bisa menjadi bagian dari solusi yang menyampaikan perspektif-perspektif yang benar ke tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya.[] Erlina
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :