Tinta Media - Berikut ini beberapa peristiwa politik yang berimplikasi hukum, yang diduga terdapat keterkaitan yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.
Peristiwa politik tersebut, saya menilai sebagai bentuk pembangkangan atau perlawanan terhadap putusan MK, diantaranya, yaitu:
PEMBANGKANGAN/PERLAWANAN PERTAMA; DPR & PEMERINTAH MELAKUKAN REVISI UU P3
Tahun 2022 DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU P3) menjadi undang-undang, dugaan merupakan siasat memperbaiki UU Cipta Kerja. UU yang dijuluki Omnibus Law itu dinyatakan cacat prosedur oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2021.
Revisi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang disahkan ini disebut menjadi landasan hukum bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Revisi UU P3 itu dilakukan karena pada UU 12/2011, yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan, masih belum mengatur mengenai metode omnibus law.
Selama ini beleid tersebut merupakan patokan utama dalam pembuatan regulasi, dari undang-undang, peraturan menteri, hingga peraturan daerah. Salah satu substansi baru dalam UU P3 adalah berlakunya metode omnibus sebagai opsi penyusunan regulasi.
UU P3 selama ini tidak memungkinkan DPR dan Pemerintah membentuk regulasi dengan metode omnibus law. Inilah yang dipersoalkan MK dan membuat UU Cipta Kerja belum bisa diterapkan walau sudah disahkan sejak awal November 2020. Masuknya opsi omnibus melalui revisi UU P3 merupakan jalan pintas DPR dan pemerintah untuk melegalkan UU Cipta Kerja dan memberi legitimasi pada UU Cipta Kerja.
Revisi Undang-Undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) ini sebelumnya dikritik sebagai siasat memperbaiki UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat prosedur oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
PEMBANGKANGAN/PERLAWANAN KEDUA; DPR & PEMERINTAH MEMBERHENTIKAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI
Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik Guntur Hamzah sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Rabu pagi, 23 November 2022. Pelantikan Guntur ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 114 B tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR RI.
Patut diketahui Guntur Hamzah menggantikan Hakim MK Aswanto yang diberhentikan oleh DPR RI ini sebelumnya. Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan, kinerja Aswanto mengecewakan lantaran kerap membatalkan produk undang-undang dari DPR. Salah satunya Aswanto ikut menilai UU Cipta Kerja cacat formal dan inkonstitusional bersyarat.
Proses pelantikan tersebut akan merusak wibawa Mahkamah Konstitusi, dikhawatirkan MK akan dianggap sebelah mata. Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapanpun dia mau, nanti lembaga pengusul lainnya misalnya Presiden dan Mahkamah Agung juga dikhawatirkan akan memecat hakim konstitusi. Ini tidak dapat dibiarkan. Ditambah lagi dikhawatirkan juga hakim-hakim MK takut kepada lembaga pengusul (DPR, Presiden dan MA). Menghadapi kondisi ini MK sepatutnya untuk memproteksi hal tersebut dengan melakukan Judicial Review terhadap UU MK dan UU terkait lainnya;
PEMBANGKANGAN/PERLAWANAN KETIGA; PEMERINTAH MENERBITKAN PERPPU 2/2022
Penerbitan Perppu membuktikan kekuasaan Presiden sangat lah besar termasuk kewenangan dalam legislasi, kekuasaan absolut dalam membentuk dan menetapkan undang-undang. Hakekatnya, sebuah undang-undang harus memberi ruang bagi partisipasi masyarakat. Setidak-tidaknya melalui parlemen. Sedangkan Perppu tidak perlu partisipasi masyarakat karena Perppu adalah kewenangan absolut Pemerintah.
Semestinya Pemerintah menjalankan amanat dari Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama 2 (dua) tahun sejak putusan dibacakan yaitu UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. Dalam Putusan tersebut, apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen;
Demikian
IG@chandrapurnairawan
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT