Tinta Media - Generasi muda adalah pelopor penting bagi peradaban bangsa. Kehadiran mereka sangat dibutuhkan karena merekalah yang melanjutkan estafet perjuangan. Sayangnya, saat ini generasi muda semakin jauh dari harapan. Kerusakan moral mereka semakin menjadi-jadi.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, viral sebuah video anak SD korban bullying teman sekelas di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel. Seorang siswa yang bersekolah di SD Negeri 159 OKU menjadi korban perundungan fisik dan psikis sembilan temannya saat wali kelas sedang keluar kelas.
Korban dianiaya dengan ditendang, dipukul, dan diinjak-injak. Ironisnya, perbuatan ini direkam teman yang lainnya dan diviralkan di medsos. Hingga kini korban masih mengalami trauma dan enggan diajak bicara (TribunSumsel.com, 19/11/2022).
Sementara di tempat lain, kerusakan moral generasi terjadi pada dua pelajar SMP berinisial LX (14) dan MY (15) yang berkelahi karena hal sepele. Keduanya berkelahi di Jalan Baru, Kelurahan Bangun Jaya, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas, pada Rabu (9/11/22). MY meninggal dunia lantaran LX sempat memukul kepala korban dengan tangan sebanyak dua kali. Perkelahian terjadi karena korban emosi akibat semangkuk makanan miliknya secara diam-diam diberi sambal oleh terduga pelaku (iNewsSumsel.id, 9/11/22).
Koreksi Kurikulum Merdeka
Melihat banyaknya kasus kerusakan moralitas pelajar hari ini, perlu dipertanyakan bagaimana kualitas sistem pendidikan kita dalam mencetak generasi terbaik. Kerusakan generasi memang merupakan permasalahan sistemik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, salah satunya adalah koreksi sistem pendidikan di negeri ini.
Di Indonesia, penerapan kurikulum pendidikan sering berubah-ubah. Terbaru adalah kurikulum merdeka belajar. Menurut Mendikbudristek, kurikulum merdeka dinilai memiliki beberapa keunggulan, yakni lebih sederhana dan mendalam, lebih merdeka, relevan, serta interaktif.
Kurikulum merdeka memberikan kebebasan bagi guru untuk menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Metode pembelajarannya mengacu pada bakat dan minat.
Sungguh amat jauh dari kebutuhan pembangunan karakter generasi. Kurikulum Merdeka dibangun bukan berdasarkan asas akidah Islam. Kurikulum ini sarat akan aroma kapitalistik yang mengedepankan manfaat materi, sehingga output pendidikan yang dihasilkan adalah generasi materi (uang). Terlebih, kebebasan yang memberikan fleksibilitas bagi guru dalam menentukan metode pembelajaran sendiri juga berpeluang memunculkan masalah. Guru harus mampu mengikuti perkembangan belajar siswanya.
Inilah tantangan pendidikan saat ini. Di dalam kehidupan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sangat sulit mewujudkan karakter generasi berkepribadian Islam.
Sekularisme mengaburkan tujuan sistem pendidikan, menjauhkan generasi dari predikat penggerak perubahan. Muatan pelajaran agama sangat minim, bahkan yang berislam secara keseluruhan dicurigai radikal atau intoleran.
Kualitas SDM yang dihasilkan dari pendidikan saat ini adalah mereka siap kerja dan bersaing di dunia industri, mencetak manusia pekerja bukan pengubah. Mereka dicetak sebagai orang-orang yang dibutuhkan perusahaan besar saja. Lalu, bagaimana mungkin bisa menciptakan generasi bermoral jika penyusunan kurikulumnya bercorak kapitalis sekuler?
Paradigma Pendidikan Islam
Islam memandang bahwa pendidikan merupakan aset penting bagi pembangunan karakter bangsa. Sistem pendidikan Islam telah mencontohkan dengan sangat gamblang cara menjadikan manusia berakhlak mulia. Penyusunan kurikulum tidak boleh dibiarkan bebas oleh para guru. Kurikulum pendidikan wajib dibangun berdasarkan akidah Islam.
Sebelum murid, guru harus lebih dulu memiliki kepribadian Islam dan akhlak yang baik. Guru adalah panutan murid-muridnya. Maka, guru seharusnya dapat membimbing, bukan sekadar menyampaikan ilmu. Setiap individu dibekali dengan akidah (iman) dan Islam, sehingga mereka mempunyai standar dan filter dalam melakukan perbuatan. Setiap perbuatan akan sejalan dengan hukum halal dan haram.
Tujuan sistem pendidikan Islam selain mencetak generasi yang unggul dalam ilmu terapan (pengetahuan dan teknologi) adalah mencetak generasi berkepribadian Islam.
Lihatlah, penerapan sistem pendidikan Islam telah mampu mencetak generasi terbaik, seperti menjadi penemu matematika, yaitu Ibnu Al Khawarizmi; Imam Mazhab, yakni Imam Syafi'i; Imam Hanafi; Imam Maliki! Imam Hambali, dan lain-lain.
Output pendidikan jelas bukan sekadar meraih materi. Ini karena kehadiran generasi sangat dibutuhkan untuk peradaban. Oleh sebab itu, sudah saatnya mengatasi masalah moral generasi dengan menerapkan kurikulum pendidikan Islam. Dengan penerapan sistem pendidikan Islam secara sempurna, manusia akan terbebas dari kerusakan.
Wallahua'lam bisshawab.
Oleh: Ismawati
Sahabat Tinta Media