Tinta Media - Gerah, inilah yang penulis rasakan atas tuduhan berulang yang menyasar ajaran Islam yang mulia. Tuduhan ini sering kali dikaitkan dengan isu terorisme. Padahal, framing ini muncul dari Barat yang secara historis membenci penerapan Islam kaffah.
Musuh Islam sangat paham jika sistem Islam kembali diterapkan dalam bingkai khilafah, maka cengkeraman mereka terhadap penguasaan sumber daya alam, perekonomian, politik, pendidikan, budaya, dan hukum tak bisa lagi diintervensi asing maupun swasta.
Begitu juga dengan kebebasan pribadi, jika diatur sesuai syariat Islam, maka mereka tidak bisa mengikis kekritisan generasi muda terhadap kezaliman yang mendominasi dunia.
Kita merujuk pada metode dakwah Rasulullah saw. yang tak pernah memakai kekerasan, apalagi membunuh. Beliau mulai dari tatsqif (pembinaan), berinteraksi dengan umat, dan penerimaan kekuasaan. Dakwah beliau dan para sahabatnya dibalas cacian tak jarang siksaan fisik dari kaum musyrikin Quraisy.
Kejadian yang sama juga turut dirasakan pengemban dakwah hari ini. Sejarah membuktikan beberapa daftar genosida paling mengerikan yang pernah ada, yaitu invasi penaklukan Mongol abad ke-13. Sebanyak 60 juta hingga 100 juta korban dan holocaust Nazi Jerman tahun 1941 sampai tahun 1945 korban mencapai 7 hingga 11 juta. Jelas pembantaian atau teror ini bukan dari kaum muslimin.
Kita bisa melihat kasus yang terjadi di Palestina. Tanahnya dirampok oleh kaum zionis Israel dengan siasat licik bersama Inggris dan menyisakan sedikit wilayah bagi kaum muslimin di sana.
Di Suriah, penduduk dibantai oleh rezim Bashar Al-Assad, padahal mereka melawan karena geram dengan kezaliman yang dirasakan. Sayangnya, para pelaku beserta penguasanya tak pernah berlabel teroris.
KKB Papua dicap kriminal bersenjata dengan jumlah korban yang banyak tanpa belas kasihan. Penghinaan terhadap Rasulullah saw. dengan mudah dilakukan oleh pembenci Islam. Ketika kaum muslimin membela diri, malah dicecar dengan alasan melanggar hak asasi manusia.
Lebih menggemaskan karena isu terorisme digoreng setiap kali menjelang akhir dan awal tahun, serta menjelang Ramadan. Seakan mereka yang mengamalkan Islam kaffah akan membawa keburukan pada negeri mana pun.
Saya turut prihatin melihat berita yang berseliweran di sosial media, tak sedikit yang memberitakan kerusakan generasi, sementara dakwah Islam hadir untuk menangkal pemikiran rusak. Sayangnya, dakwah dipandang sebagai kanker oleh kalangan umat Islam sendiri.
Kasus Sambo harusnya menjadi pelajaran jika sesama anggota Polri saja dengan mudahnya memalsukan, bahkan menghilangkan bukti kejadian perkara, maka hal serupa juga bisa menimpa masyarakat biasa. Lucunya, isu terorisme seperti bom bunuh diri menjadi cerita klise, tetapi menimpa umat Islam saja.
Jelas, ini menimbulkan islamophobia pada penganutnya. Ajaran Islam semakin dikerdilkan. Demi tersemat pujian toleran, seorang muslim rela menggadaikan akidahnya sendiri dengan mengucapkan atau membantu perayaan agama lain, padahal nonmuslim tak pernah punya masalah dibantu atau tidak.
Tak jarang isu terorisme juga seakan mengalihkan deretan kasus korupsi pejabat. Tuduhan ini tidak sesuai realita rakyat dengan masalah yang menonjol terkait pemerataan ekonomi. Mereka yang minim edukasi karena keterbatasan pendidikan sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Begitu juga dengan yang berpendidikan tinggi. Inilah yang menambah angka kemiskinan.
Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, ditambah ancaman kelaparan, gizi buruk, pergaulan bebas, kasus HIV, kesehatan yang dikomersialkan, serta pendangkalan akidah semakin memperburuk kondisi negeri ini. Semua lini kehidupan jelas saling berkaitan kerusakannya.
Wahai saudaraku, mereka yang selama ini dituduh teroris, faktanya menjadi korban teror, baik di negeri mayoritas ataupun minoritas muslim. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh diam, sebab opini dakwah Islam harus terus digaungkan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. ketika beliau difitnah sebagai tukang sihir, orang gila, dan lain-lain. Kelak umat akan melihat siapa yang memperjuangkan kebenaran dan siapa yang loyal pada kebatilan demi materi semata.
Oleh: Nurjannah
Sahabat Tinta Media