Tinta Media - Sobat. Rasulullah SAW biasa memberi nasihat kepada para sahabat beliau. Sebab memberi nasehat dan peringatan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh yang mampu melakukannya dengan landasan Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Allah telah memerintahkan kepada mereka yang diberi peringatan agar mendengarkan nasehat yang diberikan, mengingat adanya banyak manfaat yang besar.
وَذَكِّرۡ فَإِنَّ ٱلذِّكۡرَىٰ تَنفَعُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat (51) : 55 )
Sobat. Ayat ini memerintahkan kepada Muhammad saw agar tetap memberikan peringatan dan nasihat, karena peringatan dan nasihat itu akan bermanfaat bagi orang yang hatinya siap menerima petunjuk. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi hatim, dan al-Baihaqi bahwa 'Ali bin Abi thalib berkata, "Setelah diturunkan ayat 54 tersebut yaitu tatkala Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk memalingkan diri, maka setiap orang menyangka akan datang malapetaka yang akan menimpa. Maka turunlah ayat 55 ini, dan legalah perasaan dan lapanglah dada kami.
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( QS. An-Nahl (16) : 125 )
Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Jalan Allah di sini maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah swt meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama, Allah swt menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata.
Kedua, Allah swt menjelaskan kepada Rasul saw agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
b. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan).
c. Mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, paham Al-Qur'an, paham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.
Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat.
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat.
Ketiga, Allah swt menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik.
Tidak patut jika pengajaran dan pengajian selalu menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia. Orang yang melakukan perbuatan dosa karena kebodohan atau ketidaktahuan, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka di hadapan orang lain sehingga menyakitkan hati.
Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk melembutkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Namun demikian, menyampaikan peringatan dan ancaman dibolehkan jika kondisinya memungkinkan dan memerlukan.
Sobat. Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasul saw menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan uraian pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.
Keempat, Allah swt menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.
Sobat. Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.
Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaiknya dicipta-kan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan.
Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah swt.
Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah swt, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah swt.
Sobat. Al-ma’ruf adalah sesuatu yang bisa diterima oleh jiwa manusia dan membuatnya merasa tenang. Menurut agama Islam, ma’ruf adalah sebuah kata yang mencakup semua hal yang merupakan ketaatan kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, dan segala macam kebaikan. Al-Amru bil ma’ruf atau amar ma’ruf adalah memerintahkan atau menegakkan setiap sesuatu yang dalam pandangan akal dan syariat agama adalah baik.
Sobat. Al-Munkar adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal dan tidak baik diucapkan oleh lisan. Menurut agama , munkar adalah apa yang dinyatakan buruk, haram dan tidak disukai oleh agama. Sifat orang-orang yang beramar ma’ruf dan nahi munkar adalah; berilmu, lemah lembut, adil, tenang dan sabar.
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Sobat. Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana tampak gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar (maksiat). Dengan demikian umat Islam akan terpelihara dari perpecahan dan infiltrasi pihak manapun.
Sobat. Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan, maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya, yaitu kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan yang kukuh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah. Maka kewajiban pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang baik dan sempurna sehingga banyak pemeluknya.
Sobat. Dengan dorongan agama akan tercapailah bermacam-macam kebajikan sehingga terwujud persatuan yang kukuh kuat. Dari persatuan yang kukuh kuat tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( QS. At-taubah (9) : 71 )
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa orang mukmin, pria maupun wanita saling menjadi pembela di antara mereka. Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan agama. Wanita pun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan laki-laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah kewanitaannya. Istri-istri Rasulullah dan istri-istri para sahabat turut ke medan perang bersama-sama tentara Islam untuk menyediakan air minum dan menyiapkan makanan karena orang-orang mukmin itu sesama mereka terikat oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraan, kesatuan, saling mengasihi dan saling tolong-menolong. Kesemuanya itu didorong oleh semangat setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan yang saling menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimah Allah. Sifat mukmin yang seperti itu banyak dinyatakan oleh hadis-hadis Nabi Muhammad antara lain, seperti sabdanya:
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, saling menyantuni dan saling membantu seperti satu jasad, apabila salah satu anggota menderita, seluruh anggota jasad itu merasakan demam dan tidak tidur. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Numan bin Basyir).
Sifat saling membela tidak terdapat pada orang-orang munafik karena mereka diliputi oleh keraguan dan sifat pengecut. Persaudaraan ini di kalangan mereka sekadar ucapan permainan lidah sebagaimana diutarakan di dalam firman Allah:
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir di antara Ahli Kitab,
"Sungguh, jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantumu." Dan Allah menyaksikan, bahwa mereka benar-benar pendusta. Sungguh, jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka diperangi; mereka (juga) tidak akan menolongnya; dan kalau pun mereka menolongnya pastilah mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (al-hasyr/59: 11 - 12)
Sifat-sifat yang dimiliki orang mukmin berbeda dari sifat-sifat orang munafik pada hal-hal berikut:
a. Orang mukmin selalu mengajak berbuat baik dan melarang perbuatan mungkar, sedang orang munafik selalu menyuruh berbuat mungkar dan melarang berbuat baik.
b. Orang mukmin mengerjakan salat dengan khusyuk dengan hati yang ikhlas sedang orang munafik mengerjakan salat dalam keadaan terpaksa dan riya.
c. Orang mukmin selain mengeluarkan zakat, tangan mereka selalu terbuka untuk menciptakan kesejahteraan umat dan memberikan sumbangan sosial, sedang orang munafik kikir, jika mereka mengeluarkan zakat atau derma adalah karena ria bukan karena ikhlas kepada Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:
Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan salat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menginfakkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan (terpaksa). (at-Taubah/9: 54)
d. Orang mukmin selalu taat kepada Allah dengan cara meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan mengerjakan segala perintah menurut kesanggupan mereka sedang orang munafik terus-menerus berbuat maksiat.
Akhir ayat ini menegaskan bahwa Allah pasti akan melimpahkan rahmat-Nya baik di dunia maupun di akhirat kepada orang-orang mukmin sedang ayat-ayat yang lalu Allah melaknati orang-orang munafik dan mengancam mereka dengan api neraka.
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, tidak seorang pun yang dapat menolak siksaan-Nya. Dia Mahabijaksana melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki sesuai dengan amalan-amalan yang telah dikerjakannya.
(DR. Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)