Mahasiswa Terjerat Pinjol, Potret Korban Sistem Kapitalis - Tinta Media

Sabtu, 10 Desember 2022

Mahasiswa Terjerat Pinjol, Potret Korban Sistem Kapitalis

Tinta Media - Belakangan ini, berita diramaikan oleh ratusan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri di Jawa Barat terjerat pinjaman online/pinjol. Mahasiswa tersebut mengalami ketakutan, lantaran didatangi oleh penagih utang (debt collector). Utang mereka pun beragam, mulai dari 3 juta rupiah hingga 13 juta rupiah (Republika.co.id)

Kabarnya, para mahasiswa yang terjerat pinjol ini, adalah korban penipuan dengan modus iming-iming imbal hasil yang besar. Menurut laporan yang diterima, total korban yang terjerat kasus penipuan hingga meminjam ke pinjol ini sebanyak 331 orang, 116 orang di antaranya mahasiswa asal IPB (Bbc.com).

Modus yang dilakukan oleh pelaku penipuan adalah dengan meminta korban untuk pura-pura membeli sejumlah barang di toko online pelaku. Pelaku menjanjikan akan mengembalikan uang yang dibelikan korban sekaligus imbal bagi hasil sebesar 10%. Mahasiswa yang tidak memiliki uang pun, akhirnya menggunakan jasa pinjol untuk modal dalam membeli barang fiktif tersebut. Hal inilah yang menjadikan mereka rugi dua kali. Sudah ditipu, terjerat oleh tagihan pinjol dan bunga yang kian menumpuk.

Minimnya literasi keuangan di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa menjadi alasan yang disampaikan oleh Yatri Indah Kusuma Astuti, Humas IPB, terkait kasus penipuan pembelian barang fiktif ini. Bila kita lihat, masyarakat saat ini, seringkali mencari jalan pintas dalam menambah penghasilan. Iming-iming imbal bagi hasil yang besar dan passive income menjadi alasan yang dapat menjerat para korban untuk masuk ke dalam jebakan penipuan.

Ini adalah potret korban sistem kapitalis. Harta menjadi tujuan utama yang harus dikejar bagaimanapun caranya. Mereka berlomba mencari harta sebanyak-banyaknya dan dengan cara secepat-cepatnya, sehingga tidak lagi berpikir logis dan kritis. Hal ini semakin miris dikarenakan korbannya adalah mahasiswa yang seharusnya memiliki pola pikir yang lebih kritis dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Pergeseran paradigma berpikir mahasiwa pun menjadi hal yang perlu disoroti dalam kasus ini. Jika sebelumnya mahasiswa diidentikkan dengan cara berpikir yang berpendidikan, serta upaya untuk menjadi solusi bagi masyarakat, faktanya saat ini yang kita lihat justru kebalikannya, mahasiswa seringkali malah terjebak pada arus hedonisme. Mereka menggunakan waktu dan uangnya hanya untuk bersenang-senang, tanpa memikirkan kondisi masyarakat dan umat. Ini dapat dilihat dari menjamurnya kafe-kafe tempat nongkrong mahasiswa dan juga tempat-tempat hiburan yang ramai dikunjungi oleh mahasiswa.

Padahal, mahasiswa adalah pemuda. Di tangannyalah harapan umat ditaruh. Eerginya masih penuh dan waktunya masih luang untuk memikirkan solusi bagi permasalahan umat. Sudah sepatutnya para mahasiswa kembali lagi berpikir mengenai perubahan yang perlu mereka lakukan untuk memperbaiki generasi mengubah diri dari yang terbawa arus justru menjadi penggerak arus.

Seperti yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Jika kita lihat, usia mereka ketika masuk Islam kebanyakan masih di bawah 30 tahun. Umar bin Khattab masuk Islam di usia 27 tahun. Ali bin Abi Thalib adalah yang termuda dengan masuk Islam di usia 10 tahun. Lalu ada Saad bin Abi Waqqash yang masuk Islam pada usia 17 tahun. Mereka aktif dalam membuat arus perubahan.

Mereka aktif berdakwah mengajak kepada ketauhidan dan melakukan perubahan dari masyarakat yang jahiliyah (menyembah berhala) menjadi masyarakat Islam yang mulia. Bahkan, kepemimpinannya menghantarkan  Islam pada puncak kejayaannya selama 13 abad, hingga akhirnya Islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia.

Belum lagi cerita seorang khalifah muda yang namanya mungkin tak asing kita dengar, Muhammad Al-Fatih. Ia menaklukan Konstantinopel bukan karena mengharapkan harta ataupun kekuasaan, tetapi semata hanya untuk menegakan dakwah Islam dan memuliakan seluruh umat dengan Islam. 

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perubahan yang menyeluruh ini, tidak akan dapat dicapai dengan sudut pandang materi keduniaan, melainkan perlu dicapai dengan sudut pandang Allah sebagai Rabb Pencipta langit dan bumi, yang tertuang di dalam syariat Islam. 

Maka dari itu, para pemuda perlu menjadikan Islam sebagai sudut pandangnya dan mencampakkan pemikiran kapitalis dan liberalis yang jelas-jelas hanya akan membawa mereka kepada kerusakan. Pemuda perlu mengembalikan jati dirinya menjadi pemuda muslim yang merupakan umat terbaik dengan cara kembali kepada syariat Allah dan melakukan pendalaman Ilmu Islam yang dapat membuat perubahan, baik bagi diri maupun masyarakat.

Hanya dengan ini, pemuda khususnya mahasiswa dapat menjadi penggerak perubahan, bukan lagi menjadi pembebek yang silau akan kesenangan yang fana di dunia yang justru akan menjebak mereka pada kerusakan yang lebih parah.[]

Oleh: Ummul Fiqri
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :