Kritik Pasal Perzinaan KUHP, Pengamat: AS Tak Cocok Jadi Kompas Moral - Tinta Media

Sabtu, 10 Desember 2022

Kritik Pasal Perzinaan KUHP, Pengamat: AS Tak Cocok Jadi Kompas Moral

Tinta Media - Kritikan Dubes AS terhadap pasal perzinaan di KUHP baru dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin sebagai hal yang tidak penting.

“Nggak penting dan abaikan saja. Amerika tidak cocok menjadi kompas moral,” ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (9/12/2022).

Menurutnya, liberalisme, demokrasi dan sekularisme membuat generasi AS rusak dan hancur secara moral. Budaya sarkastik, alkoholik, perzinaan ditambah lagi tumbuh pesatnya L68T di sana membuat AS mengalami krisis demoralisasi serius.

"Belum lagi persoalan pelik seputar kegagalan proses peleburan di dalam masyarakat Amerika. Masyarakat Amerika saat ini secara spesifik tumbuh secara rasial. Para imigran Inggris khususnya, dan imigran Eropa pada umumnya, menjajah Amerika di atas jutaan mayat orang Indian Amerika, penduduk asli Amerika," ungkapnya. 

“Karena kebutuhan koloni baru atas pekerja, didatangkanlah budak dari Afrika. Maka orang-orang Amerika memandang semua orang keturunan Afrika sebagai budak,” terangnya.

Praktik-praktik rasis terhadap orang kulit hitam terus berlanjut. Terlepas dari kenyataan bahwa para pemimpin Amerika berbusa-busa menyatakan telah berakhirnya rasisme, namun Umar mengungkap berbagai laporan berbicara tentang pandangan rasisme yang mengakar di Amerika terhadap orang-orang keturunan Afrika. 

“Dan di antara manifestasi rasisme terhadap orang kulit hitam di Amerika itu adalah peningkatan signifikan jumlah tahanan kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika, naiknya tingkat pengangguran di kalangan orang kulit hitam, dan perbedaan besar dan jelas dalam pendapatan rata-rata antara keluarga Afro-Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika,” ungkapnya.

Menurut Umar, Pemerintah tidak perlu grogi dan panik merespon kritikan dari negara imperialis seperti AS. Pemerintah seharusnya peduli dengan nasehat dari para ulama yang mengingatkan secara tegas bahwa zina dan LGBT itu jelas dilarang. “Semua hubungan seksual di luar nikah itu haram. Jadi, mestinya yang dilarang itu bukan sekadar yang dipaksa, namun juga perbuatan asusila yang saling rela,” tegasnya.

Dalam ajaran Islam maka semuanya jelas. Di dalam al-Quran dinyatakan (yang artinya), “Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra [17]:32). 

“Coba perhatikan, ayat itu digandengkan dengan pembunuhan anak (ayat 31), zina (ayat 32), membunuh manusia secara umum (ayat 33), memakan harta anak yatim (ayat 34), mengurangi timbangan (ayat 35), mengikuti tanpa ilmu (ayat 36), dan sombong (ayat 37). Semuanya itu hukumnya sama. Haram!” ucap Umar kembali menegaskan.

“Apalagi dalam ayat 37 dinyatakan: ‘Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu’. Sangat jelas!” tambahnya.

Begitu juga terkait dengan hubungan sesama jenis yang pada zaman Nabi Luth as. pernah dilakukan oleh masyarakat saat itu (Lihat: QS al-A’raf [7]: 80-81). Jelas sekali perbuatan liwaath itu merupakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan sebelum kaum pada jaman Nabi Luth. “Jelas haram. Itu kalau menggunakan aturan Islam,” tandasnya.

Meski demikian, Umar menjelaskan sesungguhnya pasal perzinaan tersebut belum sesuai dengan syariat Islam. Hukum syara’ yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syara’, yakni al-Kitab dan as-Sunnah adalah bahwa hukuman pezina adalah jilid untuk ghayru muhshan seratus kali dera sebagai pengamalan Kitabullah dan pengasingan sebagai pengamalan sunnah Rasulullah. Hanya saja, pengasingan itu bersifat boleh, dan bukan wajib, dan itu diserahkan kepada keputusan imam (khalifah). Jika dia suka, dia boleh menjilid dan mengasingkannya setahun, dan jika dia suka maka dia boleh menjilidnya dan tidak mengasingkannya. “Tetapi, tidak boleh mengasingkannya tanpa menjilidnya. Sebab hukumannya adalah jilid,” jelasnya.
 
Adapun hukuman muhshan adalah dirajam sampai mati, mengamalkan sunnah Rasulullah saw yang datang mengkhususkan kitabullah. Dan pada muhshan boleh digabungkan atasnya jilid dan rajam, jadi dijilid dahulu kemudian dirajam. Dan boleh juga hanya dirajam tanpa dijilid. “Tetapi tidak boleh dijilid saja sebab hukumannya yang wajib adalah rajam,” terangnya.

Dan yang perlu diketahui, menurutnya Islam bukanlah ideologi reaktif yang baru memunculkan regulasi saat muncul persoalan. “Islam memberikan rahmat atas alam semesta, melalui hukum-hukum Allah SWT yang mampu menjaga keteraturan relasi antar manusia sesuai fitrahnya,” jelasnya. 

“Karena perzinahan adalah kasus yang sulit dibuktikan—hingga had pun dikenakan pada qodzaf—maka syariah Islam telah memiliki hukum-hukum antisipatif dan preventif terhadap potensi kejahatan seksual,” jelasnya lebih lanjut.

Dipaparkannya bahwa dalam Khilafah, sistem sosial yang mengatur interaksi perempuan dan laki-laki mewajibkan keduanya untuk menahan pandangan bila melihat aurat ataupun syahwatnya terbangkitkan sekalipun tidak melihat aurat. Sistem sosial itu berpadu dengan sistem pendidikan. “Dengan itu keluarga akan mendidik anak-anak mereka sedari kecil untuk menjaga kehormatan, memiliki rasa malu dan selalu merasa diawasi Allah,” paparnya.  

Dengan begitu, Umar menambahkan bahwa mereka terbiasa menjaga pergaulan dan tidak merasakannya sebagai aturan yang memaksa. “Sistem layanan publik juga akan menjaga interaksi laki-laki dan perempuan secara tertib untuk menjaga campur baur (ikhtilath) yang tak berkorelasi dengan hajat yang akan ditunaikan,” tambahnya.

Sistem informasi pun diatur dalam membangun masyarakat islami yang kuat dan pasti hanya akan menyebarluaskan kebaikan. “Tak bakal ada konten pornografi ataupun pornoaksi,” ujarnya tegas.
 
Adapun sistem sanksi, menjadi solusi kuratif yang menjerakan. “Bagaimana tidak jera bila ancaman perzinahan dan perkosaan bisa dikenai hukuman mati (rajam)?“ tanyanya menegaskan.

Bahkan ungkapnya, sekadar pelecehan verbal saja bisa terkena ta’zîr penjara 6 bulan atau cambukan. “Inilah sistem perlindungan seutuhnya sebagai solusi konkrit penghapusan kekerasan seksual. Tidak hanya bagi perempuan, tetapi bagi semua anggota masyarakat,” pungkasnya.[] Raras
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :