Tinta Media - Meskipun secara bahasa Natal itu artinya hari lahir, namun menurut Kristolog Abu Deedat Syihab memiliki Konteks yang berbeda dengan maulid (hari lahir) Nabi Muhammad SAW.
“Secara bahasa Natal itu artinya hari lahir tetapi konteksnya berbeda. Karena istilah Natal, tidak pernah dipakai untuk Nabi Muhammad Saw. Natal ini dikhususkan kepada hari kelahiran Yesus (sebagai Tuhan),” ungkapnya dalam rubrik Fokus: Natal Dan Tudingan Intoleransi pada Ahad (25/12/2022) di kanal Youtube UIY Official.
Dalam Lukas ayat 11 tersebut, lanjutnya, di dalamnya dijelaskan hari ini telah lahir juru selamat Tuhan Yesus di kota Daud. “Jadi hari kelahiran Yesus sebagai juru selamat dan sebagai Tuhan. Bukan kelahiran sebagai nabi yang diperingati. Makanya tidak ada spanduk-spanduk di gereja-gereja ditulis Maulid Nabi Isa Alaihissalam. Yang ada ucapan Selamat Natal Yesus Kristus. Ini menunjukkan bahwa Natal Yesus itu tidak sama dengan Maulid,” bebernya.
Beda Pandangan
Di beberapa sekte kalangan Kristen di antaranya Advent dan Jehova, menurut Abu Deedat tidak mau merayakan Natal pada tanggal 25 Desember 2022. Setidaknya ada tiga alasan penolakan mereka.
Pertama, tidak ada dalil yang memerintahkan di dalam alkitab untuk memperingati kelahiran Yesus.
Kedua, tidak ada yang tahu kapan lahirnya Yesus. "Artinya itu menjadikan alasan mereka tidak memperingati Natal karena tidak tahu,” ujarnya.
Ketiga, mereka tidak mau memperingati Natal karena dijelaskan bahwa natal itu berkaitan dengan sejarah Kaisar Konstantin. “Kaisar Konstantin sebelum masuk agama Kristen dulunya percaya kepada Tuhannya yaitu Dewa Matahari yang lahir tanggal 25 Desember pada hari Minggu. Makanya Minggu dikenal dengan Sunday atau hari matahari. Oleh karena itu setelah masuk agama Kristen baru diadopsikan menjadi hari kelahiran Yesus Kristus,” bebernya.
Toleransi
Dalam konteks toleransi, menurut Abu Deedat, adalah keharusan saling menghargai terhadap perbedaan itu sendiri. “Artinya karena jelas di dalam Islam kalau menyangkut masalah teologis tidak ada toleran. Yang ada itu kan kaitan dengan masalah sosial dan logis,” tegasnya.
Abu Deedat mengingatkan, yang pertama di dalam Islam terkait ini adalah wajib meyakini Isa sebagai nabi sebagai Rasul. Ia mengutip QS Maryam ayat 30
قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا
“Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”
Menurutnya, dalam ayat tersebut bahwa dalam Islam wajib meyakini Isa sebagai nabi tapi tidak meyakini sebagai Tuhan dan juru selamat. “Toleransi di sini adalah menghargai adanya perbedaan. Yang jadi masalah sekarang ini ketika umat Islam tidak ikut dalam perayaan kegiatan agama-agama lain dikaitkan dengan istilah intoleran,” ucapnya dengan prihatin.
Dengan memahami perbedaan nyata ini, menurutnya, jelas tidak mungkin bagi muslim mengucapkan selamat kepada sesuatu yang menyangkut kesyirikan. Apalagi sampai menganggap Natal adalah memperingati Maulid Nabi Isa As. Ia megutip QS al Maidah ayat 72 untuk menguatkan pendapatnya.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗوَقَالَ الْمَسِيْحُ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۗاِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوٰىهُ النَّارُ ۗوَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ
“Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.”
“Kalau toleran Natal bersama yang melibatkan sesama Kristiani, ya silahkan saja. Tapi tolong jangan mengajak kami yang muslim untuk terlibat dalam perayaan natal. Inilah konteks toleransi yang semestinya, bukan kita yang berbeda supaya ikut hadir di perayaan Natal,” pungkasnya.[] Erlina