Krisis Hubungan Keluarga, Buah Sistem Sekuler Kapitalistik - Tinta Media

Rabu, 21 Desember 2022

Krisis Hubungan Keluarga, Buah Sistem Sekuler Kapitalistik

Tinta Media - Kekerasan kini semakin marak terjadi di dalam keluarga. Beberapa waktu lalu seorang anak meracuni orang tua dan kakaknya dengan sianida dan arsenik sampai mati karena permasalahan utang. Ada juga kasus seorang ibu membunuh bayi yang baru dia lahirkan karena ribut dengan suaminya. Ada juga seorang anak yang menggugat orang tuanya di pengadilan karena warisan. Di tempat lain, seorang anak SMP memperkarakan ibunya ke kantor polisi karena dilarang pacaran, dan masih banyak lagi kasus yang lain. 

Itu semua menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis hubungan keluarga, yang disebabkan oleh budaya hidup individualistik buah dari sistem sekuler kapitalistik.

Disfungsi Keluarga

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat aman untuk berlindung dan penuh dengan kasih sayang, justru sebaliknya. Sistem sekuler telah merusak nilai-nilai keluarga, sehingga kian renggangnya hubungan antar anggota keluarga, suami dengan istri, anak dengan orang tua.

Antar anggota keluarga kurang dekat, komunikasi jarang dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka. Frekuensi bertemu dan mengobrol dengan anak bahkan dengan pasangan semakin berkurang, termasuk juga hubungan biologis suami istri semakin berkurang, ditambah penggunaan teknologi digital di rumah semakin menjadikan mereka akhirnya individualistik. Anak-anak dan pasangan akan terabaikan dan kurangnya ikatan emosional serta kasih sayang.

Solusi Islam

Islam mendorong setiap keluarga untuk menciptakan suasana yang sakinnah mawaddah dan rahmah (samara), seperti keluarga Rasulullah Saw.

Islam menempatkan setiap anggota keluarga dalam fungsi dan kewajibannya masing-masing secara benar dan sesuai fitrah, di antaranya para ayah atau suami sebagai pemimpin keluarga (kowwam) berkewajiban menanggung nafkah anggota keluarganya dengan makruf. 

Hal itu sesuai dengan Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 233, yang artinya:

“Kewajiban seorang ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara layak. Seseorang tidak akan dibebani melainkan sesuai kemampuannya.” 
Para istri diwajibkan ta’at pada suami dan berperan sebagai ibu, serta pengatur rumah tangga. Ia akan menjadi madrasah pertama bagi pendidikan anak-anaknya. Setiap anak berkewajiban untuk berbakti pada orangt uanya serta memiliki adab dan akhlak terpuji.
Negara dalam Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok setiap rakyatnya, menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk setiap warga negara, menerapkan sistem ekonomi Islam, pendidikan Islam yang mencetak generasi berkepribadian Islam yang kuat, mengatur pertanian, industri dan sektor lainnya sesuai syariat Islam untuk kesejahteraan umatnya, sehingga terwujud keluarga-keluarga “Samara.”

Oleh: Evi
Pegiat Literasi dan Praktisi Pendidikan
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :