Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung terus berkomitmen menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan melibatkan peran tiap elemen masyarakat guna melindungi dan menjaga perempuan dan anak.
Dengan adanya sinergitas antara pemerintah daerah dan unsur pentahelix, Walikota Bandung Yana Mulyana optimis, berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan mulai dari kasus kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi, hingga perdagangan insyaalloh dapat kita minimalisir, sehingga perempuan sebagai pilar bangsa dapat dijaga dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat martabatnya.
Upaya perlindungan anak dan perempuan terus dikampanyekan oleh pemerintah, mulai dari peringatan hari ibu, sampai hari anak untuk memotivasi masyarakat agar lebih peduli. Selain itu, ada program sinergitas antara pemerintah daerah dan unsur pentahelix.
Banyak program pemerintah untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, dikarenakan kasus ini terus meningkat. Akan tetapi, ide-ide dan solusi bagi masalah kekerasan perempuan tidak kunjung mereda, bahkan makin kompleks, mulai dari tindakan asusila, KDRT terhadap perempuan dan anak, yang didominasi oleh kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
Ini semua terjadi karena program pemerintah tidak memberikan solusi tuntas sampai ke akar-akarnya. Peran negara sebagai penetap kebijakan dan hukum atas permasalahan kekerasan ini tidak memberikan efek jera sehingga para pelaku kekerasan makin meningkat. Hal ini karena aturan yang dibuat manusia memiliki kelemahan dan keterbatasan, hingga pada akhirnya, bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah.
Bila kita teliti, ada beberapa sebab yang menjadi pemicu kasus ini terus meningkat, di antaranya:
Pertama, RUU TP-KS dianggap mampu menyelesaikan masalah persoalan. Salah satu isinya, yaitu yang terdapat dalam bab 1 pasal 1, yaitu, "Bahwa yang terkena hukum adalah jika mengandung ancaman atau paksaan."
Artinya, ketika terjadi hubungan suka sama suka tanpa paksaan dan ancaman, maka mereka tidak terjerat hukum. Ini berarti melegalkan perzinaan dan melegimitasi pergaulan bebas. Hal ini akan membawa dampak buruk. Jelas, perempuanlah yang banyak dirugikan. Akan banyak wanita hamil di luar nikah, tanpa ada tanggung jawab dari pasangannya. Dari sini, maka akan timbul konflik yang berujung kekerasan.
Kedua, para pengusung feminis bependapat bahwa permasalahan yang menimpa perempuan adalah karena perempuan tidak mampu memberikan kontribusi secara materi di dalam keluarga. Akhirnya, peran perempuan sebagai ibu dan istri sering diabaikan dan dianggap sebagai peran yang tidak berarti.
Karena itu, perempuan bersaing dengan pria dalam suatu pekerjaan, lembaga, bahkan pemerintahan. Mereka bangga menjadi seseorang yang mampu memberikan kontribusi besar secara materi dalam keluarga.
Akhirnya, banyak perempuan yang menjadi penopang ekonomi keluarga. Hal ini semakin mengokohkan opini perempuan sebagai ujung tombak ekonomi keluarga dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan. Pada akhirnya, perempuan terjebak dalam dunia kerja yang tak ramah dan tak memihak perempuan.
Contohnya, ketika perempuan menjadi roda pemutar mesin-mesin pabrik yang dibayar murah atau menjadi buruh migran, banyak di antara mereka yang menjadi korban sindikat perdagangan perempuan, menjadi korban pemerkosaan, dianiaya, menjadi korban pelecehan, bahkan tidak sedikit yang meregang nyawa dan pulang tinggal nama.
Dalam rumah tangga, ketika istri menggantikan suami sebagai pencari nafkah, maka perempuan telah melawan fitrahnya, yaitu dilindungi dan dijaga. Namun, setelah lebih mapan, ia merasa tidak butuh laki-laki. Dari sini timbulah KDRT.
Banyak konflik rumah tangga yang berakhir pada perceraian. Akhirnya, anak-anak yang mereka jadi korban.
Ketiga, tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik dalam keluarga, masyarakat, ataupun negara dan kurangnya pemahaman terhadap ilmu agama.
Dari akar masalah tersebut dapat dilihat bahwa solusi pemerintah bukannya menyelesaikan masalah, tetapi justru menambah masalah.
Ini semua terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat, dan sekulerisme yang menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga umat muslim jauh dari pemahaman agama sebagai pengatur kehidupan. Mereka malah membuat hukum dari pikiran dan hawa nafsu manusia, sehingga umat tidak bisa menyelesaikan secara tuntas segala permasalahan dalam kehidupan.
Untuk itu, umat butuh solusi tuntas, sampai ke akarnya, yaitu dengan menerapkan sistem Islam yang berasal dari wahyu Allah sebagai pengatur kehidupan. Ini karena manusia adalah mahluk ciptaan Allah. Allah tahu mana yang baik dan buruk bagi manusia dan Allah adalah sebaik-baik pembuat hukum yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal, sehingga menentramkan jiwa.
Dengan menerapkan
aturan Islam secara kaffah oleh negara Islam, manusia akan terhindar dari malapetaka, karena aturan Allah bila diterapkan akan membawa rahmat bagi alam semesta.
Negara dalam Islam yaitu khilafah menjadikan akidah dan syariah sebagai pijakan dan mencegah masuknya pemahaman yang merusak akidah dan kepribadian kaum muslimin, yaitu dengan menerapkan 3 pilar, di antaranya:
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Suami sebagai pencari nafkah yang menjaga dan melindungi keluarganya. Sedangkan perempuan, peran utamanya sebagai ummun wa rabbah al-bait, yaitu sebagai istri, pengatur rumah, pendidik anak-anaknya yang akan membawa kemuliaan (surga).
Islam mengajarkan untuk memisahkan tempat tidur anak sejak usia 7 tahun. Perempuan wajib menutup aurat untuk menjaga dan melindungi kemuliaan mereka. Ada aturan agar tidak berkhalwat (campu baur antara laki-laki dan perempuan). Aturan ini akan membentengi individu dan mencegahnya dari kemaksiatan.
Kedua, adanya kontrol masyarakat dengan aktivitas smar makruf nahi munkar.
Ketiga, peran negara yang mengurus rakyatnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, menjaga agama, moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya, seperti pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba, dan sebagainya.
Negara juga memberikan sanksi yang tegas yang berfungsi sebagai jawabir dan jawazir, yaitu hukuman yang memberikan efek jera dan penebus dosa di akhirat.
Telah sangat jelas, hanya sistem Islam yang bisa memberikan solusi tuntas, karena negara akan mampu menjaga dan melindungi, perempuan dan anak-anak dari kekerasan. Kemuliaan perempuan akan terjaga dengan menjalankan Islam secara sempurna, dan negaralah pelaksana utama penerapan syariat Islam.
Wallahu alam
Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media