Tinta Media - Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara menilai K-Pop sebagai alat penjajahan Barat (soft power) yang berkedok wajah ketimuran.
“K-Pop sebagai alat penjajahan Barat yang berkedok wajah ketimuran, menjadi kekuatan soft power berbentuk industri hiburan yang sangat terorganisir,” ungkapnya dalam acara Rubrik Muslimah Negarawan: Sisi Gelap Budaya K-Pop bagi Pemuda Muslim melalui kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (26/12/2022).
Dalam konteks politik luar negeri, katanya, Korea Selatan yang berhubungan dekat dengan Amerika atau influence-nya Amerika di Asia Timur menjadikan industri hiburan untuk mendapatkan posisi global sejak awal 2000-an sampai tahun 2020-an.
“K-Pop merupakan kekuatan soft power seperti yang ditulis oleh majalah The Diplomat. Industri Hiburan terorganisir sebagai kekuatan mesin pertumbuhan ekonomi bagi Korea Selatan, akhirnya melejit karena menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang sifatnya lebih terbuka,” tuturnya.
Dr. Fika menjelaskan bahaya k-pop sebagai soft power itu adalah racun nilai dan gaya hidup, memasarkan nilai-nilai liberal, sekulerisme, hedonis, konsumeris dan pemujaan idola ala Barat dengan kemasan budaya Korea yang ketimuran, menjauhkan generasi muslim dari agamanya dengan memuja berhala-berhala baru yaitu artis-artis korea.
“K-Pop sebenarnya memang memasarkan nilai-nilai liberal hedonis dan menjauhkan generasi muslim dari agamanya melalui pemujaan idola ala barat dengan kemasan budaya Korea yang ketimuran, yang dipasarkan sama-sama liberal sama-sama hedonis yang merupakan bagian dari peradaban Barat,” jelasnya.
"Para pemuda muslim yang dikenal sebagai fandom-fandom K-Pop menjadi halu, mereka memberikan loyalitas yang sifatnya patologis sangat jauh dari Islam," tambahnya.
Ia melihat banyak fandom-fandom K-Pop yang pada halu-halu, seperti punya pacar online, suami online, sampai dalam level memberikan loyalitas yang sifatnya patologis, tidak sehat dan berpenyakit. "Dan sedihnya sikap-sikap atau karakter fandom ini sudah sangat jauh dari Islam,” tegasnya.
Dr. Fika Komara menggambarkan eksploitasi pasar yang dilakukan, membentuk budaya konsumtif para penggemar K-Pop terhadap berbagai produk yang diperjualbelikan.
“Sekitar 2,85 juta orang menghadiri konser-konser global tour K-Pop di luar negeri sampai memunculkan fenomena tiket wars dengan harga tiket yang sangat mahal. Penjualan merchandise kayak piyama, bantal dengan harga yang tidak masuk akal sampai jutaan rupiah. Lampu-lampu untuk konser itu, ada yang kw atau ori itu juga diperjualbelikan. Memang bisnis ini menjadi mesin uang yang sangat besar," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa para penggemar K-Pop juga sudah terkena virus hedonis, sehingga kebanggaan atau prestise mereka untuk bisa menyerupai para artis K-Pop dalam berpakaian, makanan dan sebagainya.
“Mereka bisa menonton konser-konser sebagai prestise di mata teman-temannya, makanannya sudah terbius dengan makanan-makanan dari Korea,” tambahnya.
Selain eksploitasi finansial, yang sebenarnya lebih mengerikan itu adalah perusakan dan pelemahan generasi muslim sehingga menjadi generasi Iemah. "Generasi yang dicela oleh Rasulullah saw adalah generasi pembebek dan labil yang mengikuti arus ikut-ikutan, gaya hidup hedonis, tergila-gila pada trend, tidak punya prinsip identitas, sebagai bentuk eksploitasi perilaku dan kepribadian. Itu sebenarnya bisa disebut sebagai sebuah penjajahan,” tegasnya.
Menurutnya, kapitalisme telah menjadikan sektor entertainment atau hiburan itu menjadi industri raksasa yang merupakan bagian dari peradaban dan efektif menjadi alat penjajahan.
Solusi
Dr. Fika Komara mengatakan, tantangan umat Islam sebenarnya adalah bagaimana menjadikan generasi Islam siap mengemban syiar Islam sebagai trend baru dengan kekuatan Iman, ilmu dan amal.
“Pemuda Muslim itu harus memiliki kualitas respon yang terbaik berlandaskan proses berpikir dan idealisme Islam," ujarnya.
Oleh sebab itu, katanya, penting bagi pemuda Muslim untuk mengkaji Islam sebagai sebuah ideologi, tidak hanya ritual saja sehingga memiliki kesadaran politik Islam agar bisa mendeteksi berbagai bentuk topeng penjajahan yang masuk ke dunia Islam.
Mengemas dakwah dengan kreatif dan menarik melalui teknik-teknik visual dan teknik-teknik audio. "Memahamkan mereka dengan Islam supaya bisa membedakan hak batil, halal haram, menjadi generasi Izzah yang punya pendirian dan kehormatan generasi serta punya agenda perubahan," tuturnya.
"Peradaban Islam hanya akan kembali oleh mereka yang memiliki kekuatan iman, ilmu dan amal,” pungkasnya. [] Evi