Tinta Media - Pola yang sama terulang kembali. Indonesia, khususnya warga Bandung, digegerkan dengan kasus bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar pada Rabu (7/12). Akibatnya 9 anggota Polri dan 1 warga mengalami luka-luka, serta 1 anggota Polri meninggal (polri.go.id/9/12/22).
Berdasarkan Riset CNBC, jejak suram bom bunuh diri di Indonesia telah terjadi lebih dari 10 kali sejak tahun 2000 hingga Desember 2022 (cnbcindonesia.com/8/12/22).
Pola yang sama terulang kembali, apalagi menjelang natal dan tahun baru. Padahal, anggaran negara untuk program pemberantasan terorisme dan deradikalisai Densus 88 tahun 2022 tergolong besar mencapai Rp1,5 triliun (merdeka.com/12/12/22).
Tetap saja, aksi bom bunuh diri menggunakan bom panci masih terulang kembali.
Program Deradikalisasi Menyerang Islam
Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Agar program deradikalisasi ini terus berjalan, butuh alasan untuk terus menciptakan kekacauan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Tiap kali kemunculan peristiwa bom bunuh diri, selalu dikaitkan bahwa pelakunya beragama Islam dan membawa ajaran jihad. Bahkan, diakhir episodenya selalu terpampang ayat-ayat Al-Qurán yang dijadikan legitimasi atas tindakan rusaknya, sekaligus meninggalkan jejak bagi penyidik.
Untuk apa? Jelas akan semakin merusak profil umat muslim dan makin suburlah pelaksanaan program deradikalisasi untuk melawan paham radikal dan teroris.
Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme (menpan.go.id/1/2022).
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa ancaman terorisme perlu dicegah dengan salah satu program yaitu Deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan paham radikal seseorang (bnpt.go.id/3/2021).
Sebenarnya, istilah radikalisme adalah istilah umum tanpa disertai latar belakang agama mana pun. Secara bahasanya saja tidak ada kaitannya dengan agama. Tidak sebagaimana istilah perayaan idul fitri identik dengan muslim, natal identik dengan kristen. Aspek kesesuaian radikalisme, terorisme, dan Islam dari mananya? Mengapa tiga kata tersebut seolah menjadi paket komplit penyebab kerusakan yang ada?
Jika dikatakan bahwa terorisme merupakan aksi teror yang dilatarbelakangi oleh ideologi tertentu, mampukah berbekal bom panci lantas menjadikan negara ini dalam ancaman besar?
Jelas, program deradikalisasi menyerang Islam berikut para pengembannya. Program deradikalisasi menjadi alat legitimasi untuk memata-matai, membungkam bahkan menyakiti ulama, kyai, habaib, dan aktivis muslim lainnya. Sedangkan dampak bagi warga muslim yang lain, terutama para pemudanya terhantui dengan islamofobia. Mereka muslim, tapi takut atas identitas kemuslimannya. Kan aneh!
Mega Proyek Pecah-Belah Umat Islam
Kebijakan deradikalisasi di negeri ini tidak terlepas dari proyek global Amerika. Melalui sebuah lembaga penelitian dan kajian strategis global bernama RAND Corporation, Amerika mengeluarkan dokumen yang berisi grand design untuk memecah-belah umat Islam. Dokumen yang bertajuk Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies (2003) ini memberikan label kepada umat muslim menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok fundamentalis, tradisionalis, modernis, dan sekularis.
RAND Corporation menyebutkan, diantara 4 kelompok tersebut, kelompok fundamentalis-lah yang harus diwaspadai. Lembaga ini memberikan rekomendasi strategi pecah-belah umat muslim dengan cara memerangi kelompok fundamentalis. Sedangkan kelompok Islam tradisionalis, modernis, dan sekularis dianggap masih sejalan dengan nilai dan arah pandang kehidupan Barat.
Di dalam dokumennya secara jelas disebutkan kriteria kelompok fundamentalis meliputi, (1) menentang kebijakan luar negeri Barat, (2) menolak demokrasi, ekonomi kapitalis, nilai-nilai liberal, (3) Berupaya mempraktikkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara, (4) mendukung konsep Syariah-Khilafah.
Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Sejatinya Islam hanya satu, yaitu Islam yang berjalan sesuai Al-Quran dan As-Sunnah. Menjadi keniscayaan Islam akan terwujud sebagai agama yang membawa rahmat ke seluruh alam. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiya: 107).
Kaum Barat tidak berhak memberikan label atas kaum muslimin. Rasulullah SAW sudah terlebih dahulu menyebutkan umat muslim bagaikan satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Bukhari Muslim).
Berbagai stigma negatif tentang Islam jelas merupakan fitnah yang tak lepas dari mega proyek Barat untuk menghancurkan Islam dan kaum muslim. Ajaran tentang jihad dinarasikan negatif bahkan diframing secara mengerikan melalui aksi bom bunuh diri. Islam bukanlah agama kekerasan, bukan pula agama yang menebarkan ketakutan. Rasulullah SAW tidak pernah sedikitpun menyontohkan hal itu.
Terlepas dari aspek bahwa semua teror yang ada merupakan upaya global Barat dalam menghancurkan Islam, berbagai teror yang terjadi di negeri ini justru membuktikan matinya peran negara dalam memberikan jaminan keamanan dan keselamatan jiwa warga negaranya.
Oleh karenanya, kita sebagai muslim harus menjadi umat yang cerdas. Tidak termakan oleh strategi Barat dalam memecah-belah umat Islam. Seluruh penduduk bumi dan alam semesta akan merasakan rahmat jika umat Islam bersatu kembali. Sebagaimana kejayaan peradaban Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang berlangsung selama 13 abad lamanya. Peradaban Islam telah berhasil mengukir tinta emas yang mampu membawa umat manusia pada kemajuan peradaban dan keberkahan hidup. [Wallahua’lam]
Oleh: Azimatur Rosyida
Pegiat Literasi Komunitas Tinta Emas Surabaya